Sejak Zian pergi ke Jepang, suasana di rumah keluarga Natlan Ryuji berubah drastis. Terutama bagi Christy, yang merasa dunianya runtuh ketika tahu abangnya pergi tanpa pamit kepadanya. Selama ini, dia dan Zian sangat dekat, dan kepergian tiba-tiba itu menyisakan luka dalam di hatinya.
Sudah hampir dua bulan sejak kepergian Zian, tapi Christy masih belum bisa menerima kenyataan. Setiap kali abangnya mencoba menghubunginya, baik lewat pesan maupun telepon, dia memilih untuk tidak merespons. Dia tidak bisa, atau lebih tepatnya, tidak mau menghadapi perasaan kecewanya.
~ Di Kamar Christy
Christy duduk di tepi tempat tidurnya, menatap ponselnya yang bergetar pelan di meja. Nama "Bang Zian" berkedip-kedip di layar, tapi dia tidak bergerak untuk mengambilnya. Air mata yang sudah sejak tadi ditahannya mulai menggenang di sudut matanya. Dia tahu abangnya pasti mengkhawatirkannya, tapi rasa sakit dan kekecewaan yang dia rasakan terlalu besar untuk dilupakan begitu saja.
"Kenapa Abang harus pergi?" gumamnya pelan, seakan bertanya pada dirinya sendiri.
Di luar kamarnya, Gita, kakaknya yang lebih tua, mendengar isak tangis pelan Christy. Sejak kepergian Zian , Gita telah berusaha sekuat tenaga untuk menjadi penengah, untuk membujuk Christy agar mau berbicara dengan Arzian, tapi semua usahanya sia-sia.
Gita mengetuk pintu kamar Christy dengan pelan sebelum masuk. "Dek... boleh Kakak masuk?"
Christy tak menjawab, tapi Gita tetap masuk dan duduk di samping adiknya. Ia merangkul bahu Christy dengan lembut, mencoba menawarkan sedikit kenyamanan.
"Dedek... aku tahu kamu marah sama Abang. Tapi, coba deh kasih dia kesempatan buat jelasin," bujuk Gita dengan suara lembut.
Christy hanya menggeleng pelan, air matanya mulai tumpah. "Kenapa Abang nggak bilang apa-apa sama Dedek? Kenapa cuma pergi gitu aja?" isaknya.
Gita menarik napas panjang, mencari kata-kata yang tepat. "Abang pasti nggak mau bikin kamu sedih. Dia juga pasti merasa berat ninggalin kita, Dek. Tapi kamu tahu kan, Abang harus pergi untuk kebaikannya."
"Aku... aku cuma kangen banget sama Abang Kak hikss hikss..." Christy akhirnya menangis, melepaskan semua perasaan yang selama ini dipendamnya.
Gita mengusap punggung adiknya dengan lembut. "Kakak tahu, Dek. Kita semua kangen sama Abang. Tapi kamu harus ingat, dia juga kangen sama kita. Kalau kamu nggak mau ngomong sama dia, gimana dia tahu kalau kamu baik-baik aja?"
Christy tidak menjawab, hanya terisak pelan di pelukan kakaknya. Gita merasa hatinya perih melihat adiknya begitu terluka, tapi dia tahu ini adalah proses yang harus dilalui oleh Christy. Ia hanya bisa berharap waktu akan menyembuhkan luka di hati adiknya.
~ Di Ruang Tamu
Di ruang tamu, Bunda Shani dan Ayah Cio duduk bersama, membicarakan keadaan Christy yang terus-menerus menolak berbicara dengan Zian. "Apa nggak ada cara lain buat bantu Dedek?" tanya Ayah Cio dengan nada khawatir.
Bunda Shani menghela napas. "Aku udah coba segala cara, Cio. Aku juga udah bilang ke Zian buat sabar. Dedek cuma butuh waktu. Kita nggak bisa maksa dia buat terima semuanya sekarang."
Ayah Cio mengangguk pelan, merasa tidak berdaya. "Zian juga pasti berat ninggalin kita apalagi dia ga pamitan sama dedek. Aku harap dia kuat di sana."
"Zian kuat, Cio. Dia anak kita, dan dia belajar dari yang terbaik. Tapi, meski dia kuat, dia tetap butuh dukungan dari kita di sini."
~ Di Sisi Lain, Tokyo
Di Tokyo, Zian duduk di kamar kecilnya, menatap layar ponselnya dengan pandangan kosong. Pesan-pesan yang dikirimkannya ke Christy masih tidak mendapat balasan. Ia tahu adiknya masih marah, tapi itu tidak mengurangi rasa sakit yang ia rasakan.
Setiap kali teleponnya berdering dan ia melihat nama Christy tidak muncul di layar, hatinya mencelos. Dia tahu dia telah mengecewakan adiknya, dan itu menghantui pikirannya setiap hari. Di sisi lain, ia tahu kepergiannya adalah keputusan yang tepat. Hanya di Jepang ia bisa belajar mengendalikan emosinya, seperti yang telah diajarkan oleh Opa Keynal dan Oma Veranda. Namun, beratnya perasaan rindu dan rasa bersalah membuatnya sulit untuk sepenuhnya fokus.
Ketika teleponnya kembali berdering, ia berharap itu dari Christy, tapi harapan itu kembali pupus. Kali ini, itu adalah Gita yang menelepon.
"Kak Gita sayangku, ada apa?" Zian menjawab dengan nada lelah.
"Zian, aku udah coba ngomong sama Dedek. Dia masih butuh waktu, tolong jangan putus asa, ya?" Gita berkata dengan nada penuh harap.
"Aku nggak akan pernah putus asa Kak. Dedek... dia sangat berharga buat aku. Aku cuma mau dia tahu itu," jawab Zian dengan suara pelan.
~ Kembali ke Kamar Christy
Christy berbaring di tempat tidurnya setelah Gita pergi, matanya masih basah oleh air mata. Pikirannya dipenuhi oleh kenangan-kenangan indah bersama abangnya. Setiap malam, sebelum tidur, ia berdoa agar waktu segera berlalu dan abangnya kembali. Tapi sekarang, dia hanya bisa menunggu dan berharap suatu saat nanti, rasa sakit ini akan hilang.
Malam itu, Christy tertidur dengan ponsel di genggamannya, masih memikirkan Zian, dan jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa suatu hari ia akan mengumpulkan keberanian untuk menjawab pesan-pesan abangnya.
Namun, untuk sekarang, dia masih belum siap.
Christy mengunci pintu kamarnya dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya, mencoba menenangkan hati yang gelisah. Di luar, malam semakin larut, dan suara-suara dari luar kamarnya mulai mereda. Dalam kegelapan, hanya ada Christy dan pikirannya yang terus bergelut, bertanya-tanya kapan ia akan siap untuk mengulurkan tangan kembali kepada abangnya.
Di sisi lain, Zian duduk di jendela kamarnya di Tokyo, menatap langit malam yang sama. Jarak ribuan kilometer memisahkan mereka, tetapi ikatan darah dan cinta yang mereka miliki tetap kuat. Meskipun terpisah oleh jarak, mereka berdua tahu bahwa suatu saat, mereka akan menemukan jalan kembali ke dalam kehidupan satu sama lain.
Untuk sekarang, mereka hanya bisa menunggu, dalam diam dan rindu yang tak terungkapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Wolf
ActionDark Wolf, geng yang dibangun sejak kecil oleh Arzian bersama sahabat-sahabatnya Aldo, Ollan, Daniel, Floran, dan Gitan-resmi berdiri saat SMP. Namun, setelah Arzian pergi dikirim ke Jepang karena sebuah insiden, geng ini menghadapi ancaman besar d...