Chapter 6

974 95 11
                                    

1 Minggu setelah pembakaran markas Dark Wolf

~ Tokyo, Jepang

Di bawah langit malam Tokyo yang masih dingin, Zian berdiri di tengah taman latihan. Angin sejuk menyentuh wajahnya, tapi fokusnya nggak goyah. Zian mulai berlatih memukuli samsak dengan keras, teringat kejadian di Indonesia setahun yang lalu masih membuat Zian emosinya masih sulit dikontrol.

"Sabar, Zian... Tenang..." bisiknya ke diri sendiri, mencoba mengingat ajaran Opa Keynal, "Emosi itu musuh, jangan sampai dikuasai."

Di tengah latihan, Zian diundang untuk sparing dengan Stefan, tangan kanan Opa Keynal. Stefan dikenal sebagai petarung tangguh dan pelatih yang keras. Zian tahu, ini adalah kesempatan bagus untuk menguji kemampuannya.

"Zian, siap untuk sparing?" tanya Stefan dengan senyum tajam, mengulurkan tangannya.

"Siap Om," jawab Zian dengan penuh percaya diri. "Saya akan berusaha sebaik mungkin."

Sparing dimulai. Awalnya, Zian menunjukkan teknik yang baik, tapi tiba-tiba emosinya melonjak setelah Stefan menghindari beberapa serangannya dengan mudah. Amarah mulai terlihat di wajahnya. Tanpa diduga, Zian mulai menyerang dengan membabi buta, setiap gerakannya penuh kemarahan dan kekuatan yang tidak terkontrol.

BUGH!!! 

BUGH!!!

BUGH!!!

"kendalikan emosi kamu Zian!" ucap Stefan sambal menghindari Serangan Zian, meskipun beberapa ada pukulan yang kena.

BUGH!!!

"Zian, tenang!" teriak Stefan, berusaha menenangkan Zian sambil menghindari serangan-serangan liar. "Kontrol emosimu!"

Tapi Zian tidak mendengarkan. Dia terlalu terfokus pada amarahnya dan melupakan semua pelatihan yang telah dia terima. Stefan tahu dia harus bertindak tegas untuk membuat Zian sadar.

Dengan gerakan cepat, Stefan berhasil menangkap lengan Zian dan BRAKKKK!!!! Suara bantingan yang cukup keras membuat Zian terbaring di tanah, napasnya terengah-engah.

"Zian! Bangkit!" seru Stefan dengan nada tegas namun penuh perhatian. "Jika kamu tidak bisa mengendalikan emosimu, maka kamu tidak akan pernah mencapai tujuanmu!"

Zian mengangkat kepalanya dari tanah, matanya masih berapi-api, tapi kali ini ada kesadaran yang mulai muncul di dalam dirinya. Stefan berdiri di hadapannya, tatapan penuh kepedihan namun penuh tekad.

"Ini bukan tentang seberapa keras kamu bisa memukul, Zian," kata Stefan, "Ini tentang seberapa baik kamu bisa mengendalikan diri. Kemampuanmu dalam bertarung hanyalah setengah dari perjalananmu. Yang lebih penting adalah bagaimana kamu bisa mengendalikan dirimu sendiri."

Zian menatap Stefan, merasakan kepahitan dari kata-kata tersebut. Dia berdiri dengan susah payah, menghapus debu dari bajunya. "Saya mengerti Om, Saya minta maaf."

Stefan mengangguk, menunjukkan sedikit senyum. " It's okay Zian. Ini adalah bagian dari proses. Terus berlatih, dan jangan biarkan emosi menguasaimu lagi. "

Zian mengangguk, merasa malu sekaligus bersyukur atas pelajaran yang diberikan. "Terima kasih, Om Saya akan berusaha lebih baik lagi."
" Latihan malam ini cukup Zian, kamu mending bersih-bersih terus tidur, besok pagi kan masih sekolah." Perintah Stefan. "Iya Om, Zian pamit dulu" ucap Zian sambil meninggalkan tempat latiham.

---

~ Yogyakarta, Indonesia

Di Jogja, Gitan turun dari mobil yang membawanya dari stasiun ke rumah joglo tua milik kakek dan neneknya. Udara Jogja yang hangat langsung menyambutnya, tapi yang lebih hangat lagi adalah senyum kakeknya yang udah nunggu di depan pintu.

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang