Chapter 23

768 88 11
                                    

~ MALAM KEMBALINYA SANG SERIGALA KEGELAPAN

Malam itu, setelah makan malam, Zian duduk di ruang tamu bersama Bunda Shani dan Ayah Gracio. Gita yang baru selesai dengan urusan OSIS-nya juga sudah kembali ke rumah dan bergabung. Suasana terasa nyaman, tapi Zian tahu ada sesuatu yang harus dia sampaikan.

"Bunda, Ayah, aku mau ngomong sesuatu," kata Zian sambil menatap kedua orang tuanya dengan serius. Gita yang duduk di sebelahnya langsung memasang wajah khawatir, tahu arah pembicaraan adiknya.

"Ada apa, Nak?" Bunda Shani bertanya dengan lembut, meski firasatnya sudah mulai nggak enak. Ayah Gracio diam saja, menunggu Zian berbicara.

Zian menghela napas panjang, lalu memberanikan diri. "Aku mau ke markas Dark Wolf malam ini, mau ketemu anak-anak lagi. Kita mau mulai aktif lagi," katanya jujur. Mendengar itu, Gita langsung menoleh cepat ke arahnya.

"Zian... Lo yakin?" tanya Gita, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Dia tahu dunia geng motor bukanlah dunia yang aman, apalagi dengan sejarah yang mereka punya.

Bunda Shani yang mendengar pengakuan itu langsung merasa sesak di dadanya. Air matanya mengalir perlahan tanpa ia sadari. "Zian... Kenapa kamu harus balik lagi ke situ? Bunda nggak mau kehilangan kamu," katanya dengan suara gemetar.

Zian melihat ke arah bundanya dan merasakan sesak juga, tapi dia tahu apa yang harus dia lakukan. "Bunda, aku nggak akan ninggalin kalian. Tapi ini sesuatu yang harus aku jalanin. Geng Dark Wolf itu bagian dari hidup aku, dan mereka juga sahabat-sahabat aku. Kita semua udah janji untuk bareng-bareng lagi."

Ayah Gracio yang mendengar semua itu tetap tenang. Dia tahu betul, darah petarung mengalir dalam tubuh anaknya. Dia melihat kesungguhan dalam mata Zian, tapi tetap saja, sebagai ayah, ia merasa berat.

"Zian, kamu udah dewasa, dan Ayah tahu kamu bisa tanggung jawab. Tapi apa kamu siap menghadapi semua konsekuensi dari keputusan ini?" tanya Ayah Gracio dengan nada tegas, seolah ingin memastikan Zian benar-benar paham apa yang dia ambil.

"Aku siap, Yah. Aku nggak akan ngelakuin ini setengah-setengah," jawab Zian mantap. Dia memandangi wajah ayahnya dan bundanya secara bergantian.

Gita yang dari tadi diam, akhirnya ikut bicara lagi. "Gue cuma nggak mau lo celaka, Zi. Gue tahu lo kuat, tapi ini bukan hal sepele. Gue nggak mau lo kebawa hal yang aneh-aneh lagi." Suaranya terdengar penuh kekhawatiran.

"Gue tahu, Kak. Tenang aja, gue nggak akan ngelakuin hal bodoh," kata Zian mencoba menenangkan kakaknya.

Christy yang sedari tadi ikut mendengarkan obrolan mereka juga ikut angkat bicara, "Abang, aku percaya sama abang, tapi aku juga takut. Jangan sampai abang kenapa-kenapa ya?" Suara Christy terdengar gemetar, matanya yang bulat besar menatap Zian penuh harap.

Zian tersenyum kecil dan meraih tangan adiknya itu. "Abang nggak akan ninggalin kalian. Abang cuma mau jaga apa yang udah jadi bagian dari hidup abang selama ini."

Setelah mendengar semua penjelasan dari Zian, Ayah Gracio akhirnya mengangguk pelan. "Kalau itu keputusanmu, Ayah nggak bisa melarang. Tapi ingat, apapun yang terjadi, keluarga selalu jadi yang utama. Jangan biarkan dirimu terseret ke dalam hal-hal yang bisa merusakmu."

Zian mengangguk, merasa lega karena akhirnya ia mendapat izin. "Terima kasih, Yah. Aku nggak akan ngecewain kalian," ucapnya mantap.

Malam itu, setelah berpamitan, Zian pun pergi menuju markas Dark Wolf, sementara Gita dan Christy masih duduk di ruang tamu dengan perasaan campur aduk.

Zian memacu motornya dengan kecepatan sedang, menuju lokasi yang sudah di-share Daniel. Gedung tua yang sudah tak terpakai, kini telah diubah menjadi markas geng mereka yang mewah dan elegan. Sesampainya di sana, ia melihat cahaya dari dalam gedung yang megah namun terkesan angker. Motor-motor berjajar rapi di luar gedung, dan suara gemuruh mesin-mesin motor besar terdengar riuh dari dalam. Anggota Dark Wolf sudah menunggu.

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang