Chapter 40

840 97 9
                                    

Floran membuka laptopnya, memperlihatkan rekaman CCTV yang berhasil ia akses. Pada layar, terlihat jelas beberapa motor dengan pengendara berpakaian serba hitam melaju menuju markas Black Ants. Puluhan motor, tak terhitung jumlahnya, mengisi jalanan yang gelap.

Ollan, yang berdiri di samping Floran, menyeringai kagum. "Gila, lo keren banget, Flo. Lo bener-bener kayak hacker sekarang."

Floran hanya tersenyum tipis dan menjawab dengan santai, "Gue belajar ngehack demi Dark Wolf. Lo tahu kita nggak bisa ngandelin teknologi biasa buat dapetin jawaban yang kita butuhin."

Zian menepuk pundak Floran dengan bangga, "Syukurlah kita punya lo di sini, Flo. Lo bikin semuanya jadi lebih gampang."

Anggota inti Dark Wolf menyimak rekaman itu dengan serius. Di layar, puluhan motor tampak bergerak dalam formasi, seperti serigala yang memburu mangsanya. Mata mereka terfokus pada setiap gerakan yang terekam, mencari petunjuk atau tanda yang dapat mengidentifikasi siapa pelaku di balik serangan brutal itu.

Daniel yang juga menonton dengan serius, tiba-tiba berkomentar, "Perhatiin jaket mereka."

Floran memperbesar bagian rekaman yang menampilkan lebih detail. Mereka bisa melihat ada warna merah di jaket para penyerang.

"Jaket merah? Ini nggak asing..." gumam Daniel, lalu ia menoleh ke Floran. "Lo mikir yang sama nggak, Flo?"

Floran mengangguk pelan, wajahnya serius. "Gue rasa ini anak-anak Ghost Blade. Jaket merah itu ciri khas mereka."

Zian mendengar hal itu dan menatap layar dengan lebih tajam. Ghost Blade adalah geng yang terkenal kejam dan tidak segan-segan menghancurkan siapa saja yang mereka anggap musuh. Jika benar ini ulah mereka, Dark Wolf harus bergerak cepat dan penuh perhitungan.

Namun tiba-tiba, terdengar suara batuk pelan dari ranjang di belakang mereka. Jecal, yang sebelumnya tak sadarkan diri, mulai bergerak pelan. Ollan, yang berada paling dekat, langsung berlari keluar untuk memanggil dokter.

Zian mengangkat tangan, memberi isyarat agar fokus mereka kembali sejenak.

"Simpen dulu rekamannya, Flo." perintah Zian dengan nada tegas namun tenang. "Besok malam kita kumpul di markas. Kita tanya lebih lanjut ke Jecal dan anak-anak lainnya begitu mereka udah stabil. Setelah itu, kita putuskan langkah berikutnya."

Floran segera menutup laptopnya, sementara Aldo mengangguk setuju. "Gue setuju, Kita nggak bisa buru-buru. Kita harus pastiin dulu siapa yang kita hadapi."

Zian menatap ke arah Jecal yang kini mulai sadar. Tatapannya dingin, penuh dengan tekad, tapi juga hati-hati. Mereka tidak bisa gegabah dalam menghadapi ancaman ini. Gitan dan Floran berdiri di belakangnya, merasakan beban yang sama.

"Siapapun mereka," ujar Zian pelan tapi jelas, "kita bakal buat mereka nyesel."

Saat dokter datang memeriksa kondisi Jecal, Zian dan anggota Dark Wolf meninggalkan ruangan dengan pikiran yang penuh dengan rencana balas dendam. Kini semua fokus tertuju pada malam esok, ketika mereka akan berkumpul di markas dan menyusun strategi untuk menghadapi musuh yang telah menyulut perang.

Setelah dokter selesai memeriksa kondisi Jecal, ia memanggil Zian dan Gitan untuk berbicara lebih lanjut. Mereka berdua berjalan mengikuti dokter keluar dari kamar rawat, meninggalkan anggota Dark Wolf lainnya di dalam kamar bersama Jecal yang masih berbaring lemah.

Di depan pintu kamar rumah sakit, dokter menghela napas, tatapannya serius tapi tenang. "Saya butuh berbicara dengan perwakilan keluarga," katanya.

Zian dan Gitan saling pandang. Karena keluarga Jecal belum diberi kabar apa pun soal kejadian ini. Semuanya sepakat untuk tidak menambah kekhawatiran keluarga Jecal, terutama orang tuanya yang sudah berumur. Zian mengambil inisiatif. "Kami yang tanggung jawab, Dok. Orang tuanya belum tahu. Kalau ada yang perlu disampaikan, bilang ke kami aja."

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang