Chapter 31

912 92 19
                                    

Di perjalanan pulang, suasana di antara Ferrel dan Freya terasa hening. Langit sudah gelap, dan angin malam berhembus pelan di sekitar mereka. Freya, yang dari tadi memikirkan apa yang baru saja terjadi, akhirnya memecah keheningan.

"Rel," Freya memanggil pelan, menoleh pada adiknya yang berjalan di sebelahnya. "Kenapa kamu bisa join geng Dark Wolf? Aku nggak pernah nanya, tapi sekarang aku penasaran. Apa yang bikin kamu masuk geng mereka?"

Ferrel terdiam sejenak, menatap trotoar di depannya. Pertanyaan Freya membawanya kembali pada ingatan di masa lalu, ketika hidupnya terasa begitu berat dan suram. Dia menarik napas dalam sebelum mulai bercerita.

"Waktu itu, aku masih di SMP Garuda Kak, sebelum pindah ke SMP Natlan" Ferrel memulai dengan suara rendah. "Aku kelas satu, dan kelas tiga di sana sering banget ngebully anak-anak yang lebih muda. Awalnya, aku pikir bisa sabar aja dan nggak usah peduli, tapi makin lama mereka makin kasar. Aku terus-terusan dihina, dijatuhin, bahkan kadang dipukul."

Freya menoleh tajam ke arah adiknya. Matanya dipenuhi kekhawatiran yang dalam. "Kenapa kamu nggak pernah cerita ke aku soal ini?" tanyanya lirih, suaranya terdengar gemetar.

Ferrel tersenyum tipis, meski hatinya terasa sesak mengingat kejadian itu. "Aku nggak mau kamu khawatir, Kak. Lagipula, aku waktu itu nggak tau harus cerita ke siapa. Aku ngerasa sendirian."

Ia menarik napas, memandang jauh ke depan seakan mencoba menenangkan pikirannya. "Sampai akhirnya, hari itu... aku merasa udah nggak kuat lagi. Aku bener-bener tertekan, Kak. Jadi aku naik ke rooftop sekolah. Aku pikir... mungkin kalau aku lompat, semuanya bakal selesai."

Freya langsung berhenti berjalan. Tangannya gemetar, dan wajahnya pucat mendengar kata-kata Ferrel. "Kamu... kamu mau bunuh diri?" suaranya terdengar hampir tak percaya.

Ferrel mengangguk pelan, tapi kemudian lanjut bercerita. "Tapi sebelum aku sempat lompat, ada yang menarik tanganku. Waktu itu aku nggak sadar siapa, tapi ternyata itu Bang Floran."

Freya tetap memandang adiknya, air matanya mulai menggenang di sudut mata. "Floran?"

"Ya," Ferrel melanjutkan dengan senyum kecil di wajahnya. "Bang Floran sering nongkrong di rooftop bareng Bang Zian, Bang Aldo, Bang Ollan, Bang Daniel, dan Bang Gitan. Mereka biasanya nyantai di sana, ngobrol, atau cuma sekedar duduk-duduk. Waktu aku mau lompat, mereka semua ada di situ."

Dia berhenti sejenak, mengingat momen itu. "Floran langsung narik aku ke belakang yang ada di rooftop, terus Zian ngomong ke Floran untuk bawa aku duduk. Semua anggota Dark Wolf ngelihat aku dengan serius, tapi mereka nggak ngehakimi."

"Lalu?" tanya Freya, suaranya bergetar menahan emosi.

"Zian, waktu itu, bilang ke aku kalau hidup itu terlalu berharga buat dipasrahkan begitu aja," Ferrel melanjutkan, matanya mulai berkaca-kaca. "Dia bilang, kalau kita ditindas, kita harus melawan, bukan menyerah. Setiap orang punya kekuatan, cuma kadang kita nggak nyadar sampai kita benar-benar terpojok. Mereka semua nasihatin aku, ngomong dari hati ke hati."

Freya menghapus air matanya yang mulai jatuh. Dia tak pernah tahu adiknya melalui masa-masa seberat itu. "Kenapa kamu nggak cerita sama aku?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut, penuh kesedihan.

"Aku nggak mau bikin kamu sedih, Kak," jawab Ferrel lirih. "Aku ngerasa malu waktu itu. Tapi setelah ketemu mereka, aku jadi paham kalau nggak ada yang salah dengan minta bantuan."

Ferrel melanjutkan, "Setelah ngobrol panjang di rooftop, Floran minta Zian untuk masukin aku ke geng mereka. Zian setuju, dan sejak saat itu aku mulai sering latihan di sasana keluarganya, Sasana Ryuji. Mereka bantu aku jadi lebih kuat, bukan cuma fisik, tapi juga mental."

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang