Chapter 20

923 80 21
                                    

Pagi hari di kediaman Natlan terasa cerah dan segar. Matahari bersinar lembut melalui jendela dapur, menciptakan suasana hangat saat keluarga Natlan berkumpul di meja makan. Sarapan pagi siap dan aroma makanan mengundang selera. Namun, satu kursi di meja makan masih kosong-kursi Zian, yang belum terisi karena dia masih sibuk menyiapkan dirinya di lantai atas.

Sementara itu, di meja makan, Shani, Gracio, Gita, dan Christy sudah duduk dengan sabar. Mereka berbincang-bincang ringan sambil menunggu Zian. Christy, dengan mata cerianya, sesekali melirik ke arah tangga dengan penuh harapan agar abangnya segera turun.

Setelah beberapa waktu, akhirnya Zian turun dari tangga dengan penampilan yang mencolok dan sangat berbeda dari biasanya. Ia mengenakan seragam sekolah dengan potongan yang tampak kurang pas: dasi yang terlalu lebar dan terpasang sembarangan, serta celana yang sedikit kedodoran di bagian pinggang dan kaki.

Di atas matanya, dia memakai kacamata bulat besar dengan bingkai hitam tebal yang semakin mempertegas kesan culun. Kacamata itu sedikit melorot ke bawah hidungnya, seolah tidak cocok dengan wajahnya yang biasanya maskulin dan berkarisma. Rambutnya dibelah tengah dengan gaya yang kaku dan tidak beraturan, seolah baru saja dikerjai oleh tangan yang kurang terampil. Gaya rambut ini mengarah pada kesan ketinggalan zaman, membuatnya terlihat seperti siswa baru yang baru belajar bagaimana cara merawat penampilan.

Zian juga mengenakan sepatu hitam yang sudah agak kusam dan terlihat kurang terawat, semakin menambah kesan culun pada penampilannya. Di bahunya, tas sekolah yang tampak berat menggantung dengan tali yang sedikit miring. Setiap langkahnya terdengar tidak bersemangat, seolah-olah dia sangat tidak nyaman dengan penampilan barunya.Keluarga Natlan langsung terkejut melihat penampilan Zian. Shani, yang sedang mengangkat secangkir kopi, hampir menumpahkan isinya. Gracio membuka mulutnya lebar-lebar, terlihat bingung sekaligus terkesima. Gita dan Christy pun tidak bisa menahan tawa mereka.

Christy yang sudah duduk di meja makan langsung melongo, kemudian tidak bisa menahan tawa. "Hahaha! Abang, kenapa sih tampilannya kayak gini? Kocak banget!" Christy terbahak-bahak, suaranya mengisi ruangan.

Gita menatap Zian dengan tatapan heran, sedangkan Shani dan Gracio saling bertukar pandang dengan ekspresi kaget. Gracio akhirnya bertanya, "Zian, kenapa kamu pakai seragam kayak gini?"

Zian menggaruk kepala sambil tersenyum canggung. "Aku kan udah bilang kemarin mau nyembunyiin kalau aku dari natlan yah, ya ini biar makin meyakinkan, supaya gak ketahuan siapa aku di sekolah nanti," jawabnya dengan nada santai.

Shani melirik Zian dengan mata penuh rasa ingin tahu. "Penyamaran? Maksud kamu?"

"Jadi, aku mau menghindari perhatian berlebihan, terus kalau aku dapat masalah ga akan berimbas keluarga aku bun." jelas Zian sambil mengambil kunci motor Vespa butut milik ayahnya dari meja. "Aku minta kunci Vespa itu, biar bisa lebih menyamar. Vespa itu tua dan keliatan nggak banget, jadi aku pikir ini cara yang bagus biar nggak dikenali."

Gracio menggeleng-gelengkan kepala, tampak semakin kagum dan sedikit bingung. "Gila, anak kamu yang. Nyembunyiinnya terlalu niat. Tapi ya sudah lah, kalau itu mau kamu, silakan aja."
"Anak kamu kamu juga ya"Balas Shani dengan sinis. Gracio yang ditatap seperti itu langsung ciut seketika.

Dengan kunci Vespa di tangan, Zian siap berangkat. Sebelum pergi, ia sempat melirik ke arah keluarganya yang masih terkesima dengan penampilannya. "Yuk, aku jalan dulu. Sampai nanti!" ucapnya sambil mencium satu persatu keluarganya.

Sementara itu, Gita masih terlihat menahan tawa, sedangkan Christy terus menggoda dengan senyum lebar. "Hati-hati di jalan, Abang! Jangan sampai ketahuan siapa kamu yaaa!"

Zian keluar dari rumah dengan Vespa bututnya, meninggalkan keluarganya yang masih geleng-geleng kepala dan tertawa.

Zianpun berangkat dengan Vespa bututnya yang bergerak sangat lambat. Meskipun ia berusaha untuk tetap fokus dan menikmati perjalanan, rasanya seperti dia sedang melawan arus waktu. Motor tua itu memang punya ritme sendiri sangat lambat dan agak rewel.

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang