Chapter 21

820 88 16
                                    

Malam itu, keluarga Natlan berkumpul di ruang makan. Suasana di meja makan begitu hangat dan penuh tawa. Gracio, Shani, Christy, dan Gita duduk dengan lahap menikmati hidangan lezat yang telah disiapkan. Mereka berbicara tentang berbagai hal, mulai dari hari-hari mereka hingga rencana ke depan. Zian, yang biasanya ikut bergabung, malam ini tidak terlihat di meja makan. Dia baru saja kembali dari sekolah dan berada di kamarnya, mungkin sedang beristirahat.

Setelah makan selesai, mereka semua beranjak ke ruang keluarga. TV sudah menyala dengan acara favorit keluarga, dan Gita, seperti biasa, langsung mengambil tempat di sofa favoritnya. Christy dengan semangat duduk di sebelahnya, sementara Gracio duduk santai di kursi besar, menikmati kebersamaan ini. Shani, yang masih berada di dapur, menyiapkan camilan ringan untuk dinikmati selama menonton.

Suasana nyaman menyelimuti ruang keluarga, hingga tiba-tiba terdengar langkah kaki dari arah tangga. Zian muncul, mengenakan setelan baju yang tidak biasa. Jaket kulit hitam yang menambah kesan cool, kaos putih yang dipadukan dengan jeans, yang membuat penampilannya terlihat gagah dan dewasa. Wajahnya tampak serius, namun ada senyum kecil yang tersembunyi di balik bibirnya. Dengan tenang, dia berjalan ke arah bundanya yang masih sibuk menyiapkan camilan.

Shani yang baru saja selesai, dikejutkan dengan pelukan dari belakang. "Bunda...," Zian berkata dengan nada lembut sambil memeluk Shani erat. Dia membenamkan wajahnya sebentar di bahu bundanya, seperti anak kecil yang mencari perhatian.

Shani tersenyum tipis, sudah sangat mengenal gelagat putra bungsunya ini. Setiap kali Zian bersikap manja seperti ini, sudah pasti ada sesuatu yang diinginkannya. “Hmm, Zian. Kalau kamu manja gini, Bunda jadi curiga. Mau minta apa sayang?” tanyanya dengan nada lembut tapi penuh rasa ingin tahu.

Zian tersenyum lebih lebar, lalu melepaskan pelukannya. Dia berdiri di depan Shani dengan tangan di saku, sedikit canggung tapi masih dengan aura cool yang sudah melekat padanya. “Bunda... Aku mau izin keluar sebentar. Ada rencana ketemu sama teman-teman lama,” ujarnya dengan nada sedikit berbisik, seolah tidak ingin mengganggu suasana keluarga yang sedang santai.

Mendengar itu, Shani menatap Zian dengan perhatian. “Mau ke mana? Dan sama siapa?” tanyanya.

Zian tahu bahwa pertanyaan ini adalah ujian. Dia harus menjawab dengan baik agar bundanya tidak khawatir. “Mau ketemu Aldo, Ollan, dan anak-anak yang lain, Bun. Kita mau nongkrong di café Aldo sebentar. Aku janji nggak akan lama.”

Namun, sebelum Shani sempat menjawab, Christy yang duduk di sofa langsung berseru dengan semangat, “Aku ikut, Bang! Aku juga kenal mereka!” Christy yang selalu bersemangat tampak siap untuk bergabung dalam acara malam itu.

Zian menghela napas, lalu berjalan mendekati adik perempuannya yang sekarang memandangnya dengan penuh harapan. “Toy, kali ini abang mau ngobrol serius sama mereka. Nggak akan seru buat kamu. Aku janji, nanti kita main bareng, oke?”

Christy cemberut, tapi akhirnya menyerah setelah melihat senyum penuh bujukan dari abangnya. “Oke, Bang. Tapi besok abang harus  beliin aku ikan cupang yang cantik!”

Zian mengangguk, kemudian kembali menatap bundanya yang masih memandangi anak bungsunya dengan tatapan penuh kasih sayang. Gracio, yang sejak tadi mendengarkan dari kursinya, ikut menimpali, “Hati-hati di jalan, Zian. Jangan bikin masalah.”

Zian tersenyum tipis. “Siap komandan. Zian nggak akan macam-macam.”

Shani akhirnya mengangguk, memberikan izin dengan sedikit keraguan. “Baiklah, tapi jangan sampai malam ya, Zian. Bunda khawatir.”

Zian memeluk bundanya sekali lagi dan mencium pipi bundanya, lalu berterima kasih dengan suara manja yang khas. “Makasih, Bunda. Aku janji nggak bakal lama.”

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang