Chapter 2

1K 81 0
                                    

Hari itu, Christy memutuskan untuk membereskan kamarnya yang sudah lama tidak tersentuh. Ia merasa perlu mengalihkan pikirannya dari rasa sedih yang selama ini menghantuinya selama 6 bulan belakangan ini. Di antara tumpukan barang-barang lama, Christy menemukan sebuah kotak besar yang berdebu, tersembunyi di bawah tempat tidurnya.

Dengan hati-hati, ia membuka kotak itu dan menemukan berbagai benda yang membawa ingatannya kembali ke masa kecilnya—buku catatan kecil, mainan kesayangan, dan foto-foto lama. Ketika ia melihat tumpukan foto-foto itu, matanya tertuju pada dua foto yang membuat hatinya bergetar.

Foto pertama menunjukkan seorang gadis kecil dengan rambut terikat dua, tersenyum cerah ke arah kamera. Itu adalah dirinya, saat masih kecil, mengenakan baju berwarna cerah. Di bagian belakang foto itu, ada gambar ikan dengan tulisan tangan kecil yang berbunyi "Manusia kesayangan 0,75nya Zoya."

Christy terdiam, membaca tulisan itu berulang kali. Nama panggilan itu—Zoya—membawa banyak kenangan manis di pikirannya. Dulu, saat mereka masih kecil, Christy selalu memanggil abangnya, Zian, dengan sebutan Zoya. Itu adalah nama khusus yang hanya mereka berdua gunakan, simbol ikatan tak terpisahkan antara mereka.

Christy menarik napas dalam-dalam sebelum melihat foto yang kedua. Foto itu menunjukkan seorang bocah laki-laki, sedikit lebih tua, dengan senyum lebar yang penuh kehangatan. Bocah itu adalah Zian, dan di bagian belakang fotonya ada gambar dino dan tertulis "Zoya-nya Toya."

Senyum lembut muncul di wajah Christy saat ia mengingat nama panggilan khusus yang diberikan abangnya untuknya "Toya". Nama itu selalu membuatnya merasa spesial, seolah-olah dia adalah satu-satunya di dunia yang benar-benar berarti bagi abangnya.

~ Di Ruang Makan

Malam itu, Christy masih memikirkan foto-foto lama yang ia temukan. Keluarga Natlan Ryuji sedang berkumpul di meja makan, suasana terasa lebih hangat dari biasanya. Bunda Shani dan Ayah Cio mengobrol tentang keseharian mereka, sementara Gita sesekali melontarkan candaan yang membuat suasana lebih cair. Namun, perhatian mereka tertuju pada Christy, yang tampak lebih tenang dan tidak lagi terdiam seperti biasanya.

"Dedek, hari ini kenapa kok keliatan beda?" tanya Bunda Shani sambil menyendokkan makanan ke piringnya.

Christy tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Bunda... Cuma lagi ingat sesuatu aja."

Gita, yang duduk di seberang Christy, penasaran. "Ingat apa, Dek? Kayaknya kamu ada yang mau diomongin."

Christy diam sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Aku tadi nemu foto lama, foto waktu kecil... sama Zoya."

Mendengar nama itu, semua orang di meja makan terdiam sejenak. Sudah lama mereka tidak mendengar Christy memanggil Arzian dengan sebutan Zoya. Biasanya, hanya mereka berdua yang menggunakan nama itu, dan mendengar Christy mengucapkannya lagi adalah tanda bahwa perasaannya mungkin mulai melunak.

"Zoya, ya..." Gita tersenyum lembut, "Dulu kamu sering banget manggil Abang pake nama itu."

Christy mengangguk pelan. "Iya, Kak. Aku tadi nemu fotonya... Di belakang foto itu ada tulisan dari Abang, 'Zoya-nya Toya'. Aku kangen banget sama masa-masa itu."

Bunda Shani menatap anak bungsunya dengan penuh kasih. "Dedek... Kalau kamu kangen sama Abang, nggak ada salahnya buat coba ngomong lagi sama dia."

Christy menunduk, menatap piringnya yang sudah setengah kosong. "Aku... aku belum siap buat ngomong langsung, Bunda. Tapi, mungkin aku bisa mulai balas pesan-pesannya."

Mendengar itu, senyum Bunda Shani semakin lebar. "Itu sudah langkah yang bagus, Nak. Abangmu pasti bakal seneng banget kalau kamu mulai merespons."

Malam Itu, Di Kamar Christy

Dark WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang