Bab 19: I Need to See You

1K 181 55
                                    

Para polisi masih mencari jejak-jejak Tedi di sekitaran rumah tua. Pak Panji memimpin rapat koordinasi untuk tim lapangan, yang juga diikuti oleh Renner dan Paul, meski keduanya sudah tak fokus.

Ponsel Renner bergetar tanda panggilan masuk, ia pun memisahkan diri dari rombongan untuk menerima panggilan itu.

Rapat singkat itu telah selesai ketika Renner kembali. Masing-masing regu telah diberi tugas sesuai arahan dan membubarkan diri. Sementara Renner, ia memasang sarung tangan putih dan mengobrak-abrik tumpukan pakaian, mencari sesuatu. Ia lalu mengambil sebuah celana cokelat dan merogoh kantongnya.

Sebuah sobekan kertas bercap seperti logo, tetapi dengan kartun bergambar setan.

“LSD?” tanya Renner ke Paul, menunjukkan temuannya.

“Kemungkinan besar. Tapi ini bisa banget dicari sumbernya.” jawab Paul yang lalu memotret kertas itu, ia kirim ke Adityo untuk mencari penjualnya.

Tak lama, ting!!

Paul membaca pesan di ponselnya, akhirnya ia tersenyum.

We got a lead. Adityo baru ngirim lokasi penjual barang ini.” sahut Paul bersemangat, sambil beranjak menuju mobil.

⏳⏳⏳

“Lo tadi nelpon siapa sih?” tanya Paul di mobil.

“Biasa.” jawab Renner pendek.

“Om Dedi?”

Renner mengangguk, “Iya gue cuma konsul aja. Nyari perspektif baru. Dia bilang Pak Beno pasti ninggalin petunjuk. Apapun itu, sekecil apapun, pasti ada. Makanya gue cari-cari di kantong celana.”

Paul mengangguk-angguk, “Senior emang beda, ya.”

“Eh tapi, dia jadi mau dibawa cek jantung?” tanya Paul.

“Anjing! Lupa lagi…!” umpat Renner, terlalu fokus pada kasusnya.

“Yeh…nggak bosen diomelin istri.”

“Ya, siap salah gua.” jawabnya pasrah.

Renner mencatat di pikirannya untuk menelpon Om Dedi kembali nanti, untuk tujuan yang berbeda.

⏳⏳⏳

Mereka tiba di sebuah gang sempit di dalam kota Surabaya. Paul dan Renner juga ditemani oleh Adityo, yang sudah kenal dengan daerah sana dan sangat tahu siapa yang mereka cari.

Tok tok!!

Adityo mengetuk salah satu pintu kontrakan di perkampungan padat penduduk. Seorang lelaki kurus jangkung membuka pintu, agak terkejut melihat Adityo meski tak berseragam polisi. Tampaknya sudah sering bertemu.

“Saya udah nggak jualan lagi kan, Mas.” sahutnya tanpa basa-basi.

Adityo memaksa masuk ke dalam, meski kamar kontrakan itu sempit, tapi ia tak mau membuat keributan di luar.

“Jadi ini apa? Barang lama?!” tanya Adityo setengah membentak, memperlihatkan sobekan kertas yang ditemukan Renner.

Si pria kurus tampak bingung, “Iya...ini barang sisa. Sebenernya buat pribadi.”

“Kamu jual ke siapa?” tanya Adityo lagi.

“Nggak jual. Ngasih aja. Orangnya maksa. Saya males berantem.” jawabnya singkat.

“Bener?? Kalo bohong, penjara kamu tiga kali lipat.” Adityo bertanya lagi.

“Bener, mas…ini tuh logo lama. Waktu masih joinan sama Gendo dulu.”

Shadows of Two Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang