Iqbal merasa sedang disidang oleh kedua sosok kakaknya. Tapi apa boleh buat, ada yang tak beres dengan dirinya. Sejauh itu, ia sadar.
"Iqbal tadi panic attack, Ren. Abis ngegebukin suaminya Bu Tri yang tadi lagi nyakitin beliau. Emang kacau sih, kondisi rumahnya." jelas Clara.
Iqbal hanya menunduk, menghindari netra Clara maupun Renner.
"Abis kenapa?" tanya Renner ke Iqbal.
Iqbal tak menjawab, juga masih menunduk.
"Bokap lo nelfon? Dateng ke rumah?" tanya Renner. Ia cukup tahu banyak mengenai latar belakang Iqbal, dan hubungan buruknya dengan ayahnya, tapi tak pernah sampai mengganggu Iqbal seperti ini.
"Nggak." ucap Iqbal. "Nyokap ngirim WA tadi siang. Katanya bokap sakit, gue disuruh pulang."
"Parah?"
Iqbal mengangkat bahu. Jelas bukan sekedar demam atau semacamnya. Ibunya tahu Iqbal tak akan peduli. Jadi apapun penyakit ayahnya, pasti cukup serius.
"Belom nanya Nisa. Nanti gue tanya." jawab Iqbal.
"Yaudah? Pulang aja?" tanya Clara. Bukannya justru bagus jika Iqbal pulang dan menghadapi ayahnya yang sekarang sekarat?
"Nggak segampang itu, Clar." ucap Renner, "Tapi gue setuju, lo mesti pulang. Udah lama, kan? Nggak kasian sama nyokap?"
Iqbal menghembuskan nafasnya, "Ya dia aja nggak kasihan sama gue. Secinta itu sama suaminya."
Clara belum sepenuhnya paham. Tapi perlahan mulai mengerti. Ayah Iqbal tak hanya melakukan kekerasan ke ibunya, tapi juga ke Iqbal. Dan ibunya tak pernah membela Iqbal.
"Gue nggak sanggup denger ocehannya dia, Bang. Yakin, biarpun sakit tapi mulutnya tetep bangsat." ucap Iqbal lagi.
"Bal, tapi lo nggak bisa gini terus. Lo harus selesaiin. Tunjukkin kalo lo lebih kuat dari dia." ucap Renner.
Iqbal menatap netra Renner, "Bang, lo kan tau... gue udah nyoba..." ucapnya tercekat, "Tapi nggak bisa..."
Mata Iqbal menjadi berkaca-kaca, menahan tangis. Renner hanya bisa memaklumi.
"Terakhir pulang kan dua tahun lalu. Karena nyokap sakit. Dan lo tau gimana ujungnya.." lirihnya lagi.
Dua tahun lalu, ibunya terkena demam berdarah. Iqbal menjenguk ketika di RS, selalu menyocokkan jadwal agar tak bertemu ayahnya. Tapi ia tak sengaja bertemu sewaktu mengantar ibunya pulang ke rumah. Ia pikir ayahnya masih bekerja, tapi ternyata sudah pulang.
Mereka adu argumen. Sangat keras hingga kondisi ibunya drop lagi. Memang sejak Iqbal beranjak dewasa, ayahnya tak pernah lagi main fisik, tapi kata-katanya tak kalah menyakiti dari pukulan-pukulannya.
Renner lalu menepuk pundak Iqbal, "Yaudah bentar gue mikir dulu. Cuci muka dulu gih." Ia memberi Iqbal break agar bisa menata emosinya.
Selama Iqbal di kamar mandi, Renner memberi sedikit konteks untuk Clara. Ayah Iqbal tak hanya abusive secara fisik, tapi juga secara verbal. Sejak diberhentikan dari J-News, ayah Iqbal berusaha membuat perusahaan media sendiri. Namun setelah beberapa tahun, ia mengalami kebangkrutan. Sejak itu, ayahnya sering merendahkan Iqbal dan ibunya dengan kata-kata tak pantas. Lalu, hobi minumnya dimulai, dan Iqbal serta ibunya menjadi samsak tinju-pelampiasan amarahnya setiap kali ia mengalami hari yang buruk.
Iqbal baru berusia tujuh tahun ketika semua itu dimulai. Nisa lahir setahun setelahnya, dan ibunya sedikit terselamatkan karena ayahnya sangat menyayangi bayinya. Sementara Iqbal tetap menjadi bulan-bulanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadows of Two Hearts [END]
ActionSekuel dari "Two Worlds Colliding": Ketika dua dunia yang berbeda pada akhirnya bersatu, rintangan apa yang akan ada di depan mereka? Dan apakah mereka bisa melewatinya? 🍣