Bab 48: Operasi pt 2

1K 203 127
                                    

Sabila menuju kamar Om Dedi di jam makan siangnya. Ia sekarang bersyukur Renner memaksa untuk menjadikan bilik VVIP menjadi kantor sementara, sebab ia jadi banyak waktu dengan suaminya.

Anggota Tim Shadow lain dan Clara sedang makan siang di kantin, sementara Renner harus menyusun laporan untuk Pak Dewa perkara Rony The Ghost yang muncul di radar Interpol. Entah mengapa, ia merasa pergerakan Rony sangat mencurigakan.

“Mas, makan dulu.” sahut Sabila seraya memberikan sekotak nasi ayam teriyaki dari kantin bawah. Ia mengambil duduk di sebelah Renner yang terduduk di sofa memangku laptopnya.

“He-em. Bentar.” sahutnya.

“Sibuk ya? Yaudah sambil kerja aja. Makan bareng aku.” ucap Sabila.

Sabila mulai makan dari kotak miliknya, menatap layar laptop Renner yang penuh analisa, termasuk analisa visual. Harus Sabila akui, Rony ini memang mirip Rian, tapi juga mirip Renner, juga mirip laki-laki dengan alis tebal dan rahang kotak lainnya. Intinya, mukanya memang bisa terasa sangat familiar.

Renner masih mengetik panjang. Sambil makan, Sabila akhirnya juga menyuapi suaminya bak anak kecil. Biasanya Renner akan protes karena tak suka terlalu dimanja, tapi kali ini, ia menurut saja karena saking fokusnya.

Setelah lima suap, Renner menyelesaikan pekerjaannya, dan menutup laptopnya.

“Lah kok kamu nyuapin aku sih?!” tanya Renner.

“Ih, kocak. Nggak sadar daritadi? Kamu nggak makan-makan, nanti udah dingin makanannya kamu males makan, terus ujungnya nggak dimakan. Mubazir..!” omel Sabila, hafal dengan kebiasaan suaminya.

“Lebay. Yaudah sini sekarang aku makan sendiri.” ucap Renner mengambil kotak yang belum dibuka.

“Sibuk banget, ya, Mas?”

“Semua lagi sibuk, sayang. Ini anak-anak lain juga sambil makan sambil meeting pasti. Belom ada leads sama sekali dari tim lain juga. Nggak tahu deh, kasus ini bener-bener bikin bingung…kita pikir itu dokumen A1 udah ada yang jual, atau bocorin, atau negara lain ada yang denger desas-desus. Tapi enggak. Kayak ngilang aja.” keluh Renner.

“Hmm…” Sabila hanya mengangguk-angguk, “Aneh ya..”

Mereka fokus menyantap makan siang masing-masing sekarang.

“Oh, bicara soal aneh, aku ada pertanyaan. Bisa nggak sih, Mas, orang ketembak tanpa luka tembak?” tanya Sabila.

Renner menaikkan alisnya, “Hah gimana? Ya nggak mungkin lah. Bukan ketembak dong namanya.” jawab Renner.

“Iya..aneh juga sih ini pasienku. Entah kenapa, aku cukup yakin yang ada di perut dia itu serpihan peluru. Tapi dia nggak punya luka tembak sama sekali. Badannya bersih.” jelas Sabila.

Alis Renner kini berubah menukik, “Badannya bersih??”

“Ya ampun, Mas..! Ega yang ngecek. Lagian aku dokter ya..banyak badan pasien laki-laki yang aku periksa. Kalo kamu cemburu, aku garuk ni pake garpu…!” ujar Sabila tanpa jeda.

Renner hanya tersenyum meringis, “Iyaa, enggak. Galak banget sih!”

“Tapi kalo serpihan peluru sih ya, harusnya ada entry wound, Ca. Atau bisa jadi itu sisa peluru dari luka lama yang udah sembuh. Terus entah gimana pecah? Bisa aja sih kalo tipe peluru yang tipis bahannya.” jelas Renner serius, memberikan pendapatnya.

“Yah…bisa jadi ya. Tapi orangnya nggak bilang apa-apa soal luka tembak. Nggak tau ah, bisa jadi bukan peluru…nanti aku mau operasi buat liat. Kalo bener peluru, aku kasih ke siapa laporannya? Pak Jeffry kayak biasa?” tanya Sabila.

Shadows of Two Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang