Bab 35: Emosi

1K 173 91
                                    

“Bal!! Stop!!” teriak Clara, “Dia udah luka!!”

Tapi,

Bugh, bugh, bugh,

Iqbal tetap melayangkan pukulannya secara membabi-buta kepada seorang pria yang sudah tersungkur.

“Bal! Udah!! Bentar lagi banyak orang!” ujar Clara lagi, sembari menarik Iqbal dari pergumulan yang sudah berubah jadi penyiksaan.

Iqbal acuh, emosi mengambil alih dirinya, hingga akhirnya tangannya menghempaskan Clara, ia terdorong jatuh di sudut ruang tamu. Iqbal seakan baru tersadar akan perbuatannya.

“Clar..” ia mencoba membangunkan Clara, tapi Clara malah melonjak duluan dan menghampiri si lelaki yang telah lebam dan berlumuran darah.

“Bal, cabut ke mobil lewat belakang! Cepet! Sebelum pada dateng. Polres udah di jalan. Nanti gue nyusul kalo ini udah beres.” perintah Clara. Iqbal mengangguk dan bergegas lalu.

Clara lalu membantu pria yang sudah setengah sekarat itu untuk duduk, meski muak juga melihat wajahnya, tapi ia hanya memastikan si pria tidak pingsan ketika tim polres datang. Ia kira malam ini akan berjalan lancar, tapi yang terjadi malah jauh dari perkiraannya.

⏳⏳⏳

Malam sebelumnya.

Renner terpaksa dirawat di RS Medika, sementara investigasi kasus masih harus terus berjalan. Tim Shadow menginterogasi Alfa tanpa Renner di Polda dan kembali lagi ke Medika untuk memberi Renner update. Sang kapten tak mau menunggu sampai esok hari.

Danil jadi yang terakhir masuk ke ruangan VIP, ketika langkahnya dihentikan oleh Sabila yang hendak beranjak ke luar ruangan.

“Setengah jam aja ya. Udah mau jam 12 malem ini.” sahut Sabila. Meski Renner tidak terluka parah, dan sejauh ini menunjukkan recovery yang baik, ia tak ingin suaminya kekurangan waktu istirahat.

“Siap Bu Dokter.” balas Danil.

“Overprotektifnya keluar.” sahut Paul yang sudah duduk di sofa.

“Padahal kemaren bilang gue nggak pulang juga nggak apa-apa.” timpal Renner. Sabila menoleh kesal ke suaminya itu, “Heh!!”

“Mau aku suruh keluar ni, mereka semua?!” ancamnya.

“Ampun, sayang. Iya, 30 menit aja. Mereka juga udah pada capek.” ucap Renner. Sabila mengangguk dan kembali ke IGD.

Sepeninggalan Sabila, Danil menjelaskan hasil interogasi mereka. Alfa bersikeras tidak tahu-menahu mengenai kematian Bu Tami. Ia menggarisbawahi bahwa ia pengedar, bukan pembunuh. Dan lagi, kematian dokter justru berpengaruh buruk terhadap bisnisnya.

Tapi ia juga mengaku bahwa nama Bu Tami cukup familiar. Setelah mengingat-ingat, ia mendengar nama Bu Tami dari seorang dokter yang bekerja sama dengannya. Namun ia lupa siapa, jadi ia menuliskan semua nama-nama dokter yang telah bekerja sama menjual obat ilegal.

“Cuma ada lima. Ini list-nya. Iqbal udah cari yang mana yang ada kaitannya sama Bu Tami. Yang ini, sama ini, Ren.” jelas Danil. Ia menunjuk dua nama.

Bambang Surapati, RSIA
Tri Hartini, RS Husada

“Besok gue sama Danil bakal ke RSIA. Iqbal ke Husada.” tambah Paul.

“Syarla?” tanya Renner.

“Syarla besok nggak bisa, Bang. Kecuali urgent banget? Ada tes…sama tim Buser.” jelas Syarla. Renner mengangguk, menoleh ke Danil yang berekspresi masam.

“Yang ikhlas, Nil. Lu gak rela tar malah Syarla kenapa-napa.” ucap Renner.

“Gila, itu mulut pernah nyobain kerupuk pasir nggak?” tanya Danil. Renner hanya terkekeh.

Shadows of Two Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang