Bab 49: Code Grey

904 181 98
                                    

"Masa sih, lo nggak tau apa yang gue mau?" tajam Rony ke Renner.

Meski badannya terbaring di ruang ICU, dengan tangannya yang terborgol ke pagar tempat tidur, tapi matanya penuh determinasi. Bahkan setelah operasi, Rony terlihat bugar, seakan beberapa jam ke belakang tak terjadi.

Renner balas menatapnya, tak kalah tajam. Rony memang secara spesifik meminta untuk bicara dengan Renner untuk bernegosiasi perkara dokumen A1 yang ia curi. Hanya Renner seorang, tak boleh yang lain. Maka disitulah Renner, di pojok area ICU yang kini kosong, hanya ada Rony. Pintu ICU juga dibiarkan terbuka, lalu beberapa meter di luarnya, barikade polisi. Permintaan Rony agar mereka tak terlalu dekat.

"Nggak tahu. Dan nggak mau tahu." balas Renner.

"Yakin? Dokumen itu udah gue timer buat dikirim ke Eropa. Pemerintah Uni Eropa pasti seneng. Gue bisa stop timernya kalo lo kasih apa yang gue mau."

Renner menelan ludahnya. Ia memang ditugaskan untuk bernegosiasi dengan Rony. Apapun yang terjadi, mereka harus menghentikan peredaran dokumen A1 itu. Dan kalau bisa, mengambilnya kembali.

Pak Dewa dan Pak Binsar, yang berada di koridor rumah sakit yang kini steril, percaya bahwa Renner akan menyelesaikan misi ini dengan baik. Mereka mendengarkan semua percakapan antara keduanya.

"Yaudah apa."

Rony mendudukkan dirinya-meski terbatas-dan menggerakkan tangannya agar Renner mendekat. Dengan malas Renner menurutinya. Lalu Rony berbisik, "Sabila. Gue mau Sabila di sini. Ngurus post-op care gue."

Renner mengepalkan tangannya. Hampir ia layangkan bogemnya ke Rony, tapi ia ingat seluruh atasannya meyaksikan pemandangan ini.

⏳⏳⏳

2 jam sebelumnya.

Setelah mengetahui bahwa Ellian adalah Rony, Tim Shadow berhambur ke luar ruangan, menuju brankar lima.

Iqbal menyempatkan diri untuk bicara singkat ke Karina sambil berjalan keluar, "Kamu di sini aja. JANGAN kemana-mana. Jagain Om Dedi."

Karina dan Om Dedi berpandangan, sama-sama menduga bahwa ada situasi gawat di Medika saat ini. Karina lantas berlari ke pintu sebelum Iqbal keluar, "Sayang, ati-ati." Iqbal mengangguk, tak pernah tahu bahwa dua kata itu bisa begitu menguatkannya.

Sampai di bawah, Sabila, Ega, dan Dokter Henri sudah setengah jalan ke ruang operasi ketika Tim Shadow menghadang mereka.

"Stop stop!!" seru Renner, "Siapa in charge?"

"Aku." sahut Sabila, bingung melihat kehebohan suaminya dan tim.

Renner mengumpat dalam hati. Lagi-lagi mereka bertabrakan.

"Stop, bawa balik. Ellian alias Rony ini buron internasional yang nyuri dokumen negara." ujar Renner.

Danil sudah sibuk mengontak Pak Dewa, sementara ketiga lainnya stand by di belakang Renner.

Mata Sabila membulat. Ia melihat ke arah Ellian yang terkapar, baru sadar bahwa wajahnya mirip dengan sosok yang ada di layar Renner tadi siang.

"Yaudah. Code Grey. Nanti bisa dibawa ke kantor abis operasi." sahut Sabila, hendak mendorong kembali tempat tidur Rony ke ruang operasi.

"Ya enggak, lah!!" seru Renner kali ini, nadanya tinggi.

"Ren, ini pasiennya crashing dan sekarang Dokter Henri udah ada. Kalo nggak operasi, dia bisa meninggal!" nada Sabila tak kalah tinggi, menoleh ke Dokter Henri meminta bantuan.

"Iya, Mas. Ini kita harus gerak sekarang...!!" sahutnya.

Renner kini mencengkram lengan Sabila, "Yaudah silakan. Tapi kamu nggak usah ikut, Ca."

"Ren, apa sih!!" teriak Sabila. Ia benci suaminya yang sangat tak profesional. Di situasi genting seperti ini, Renner melihatnya sebagai istri dan bukan dokter IGD. Padahal setiap detik sangat berarti untuk keselamatan pasiennya.

Dokter Bayu yang mendengar semua keributan ini bergegas menghampiri. Paul sudah inisiatif memborgol tangan Rony ke pagar tempat tidur, biarpun ia menggeliat kesakitan.

"Dok. Pasien kita buron tapi butuh op secepatnya. Internal bleeding di perut." jelas Sabila.

Dokter Bayu mengangguk, dan melihat Renner yang masih memegang tangan istrinya.

"Yaudah, jalan. Sabila, kamu saya gantiin." sahut Dokter Bayu akhirnya, tak ingin debat panjang lebar dengan suami Sabila yang terlihat tak mau berubah pikiran.

Sabila merutuki Renner dalam hati. Imej-nya di depan atasannya sirna sudah. Tapi ia juga tidak bisa membantah dan memperlama proses ini.

"Code Grey, Sabila. Ambil alih IGD. Koordinasi sama Dokter Feri." perintah Dokter Bayu tanpa jeda sebelum masuk ke ruang operasi.

"Baik, Dok."

⏳⏳⏳

Dalam lima belas menit, Rumah Sakit Medika berubah jadi markas polisi. Tiga unit Brimob dikerahkan, lima unit tim Buser stand by, dan semua Kanit hadir pada sore menjelang malam itu.

Pak Dewa dan Pak Binsar juga datang bersama tim mereka. Renner otomatis jadi koordinator lapangan saat ini. Bersama dengan Pak Jeffry, mereka memimpin sekitar 50an anggota polisi dii dalam rumah sakit.

Sementara Sabila, ia bersama Dokter Feri, kepala Rumah Sakit, mengambil alih operasional rumah sakit. IGD mereka tutup, semua pasien yang memang harus dirawat lebih lama, dipindahkan ke ruang rawat inap, sedangkan pasien non emergensi dipulangkan. Semua poli ditutup. Ruang ICU dikosongkan, para pasien dipindahkan ke ICCU di Wing berbeda.

Alarm Code Grey dikumandangkan, semua pasien diinstruksikan untuk tetap di dalam kamar. Ruang tunggu harus kosong, para keluarga dan kerabat diharuskan pulang atau menunggu di dalam kamar dengan satu penunggu.

Awak media yang jelas mendengar kehebohan ini dari banyaknya anggota polisi yang standby di sekitar area Medika, dihalau, mereka hanya boleh mengambil gambar dari luar parkiran. Mobil-mobil Brimob juga terparkir untuk mengontrol crowd. Juga staff security kini fokus mengamankan bagian luar rumah sakit.

Intinya, RS Medika terlihat heboh dari luar, begitu juga di koridor ICU dan ruang operasi. Meski di wing lain, rumah sakit medika mendadak senyap akibat tak ada orang yang diperbolehkan berlalu lalang.

Selang satu jam, Rony keluar dari ruang operasi. Ia belum sadar, dan ditempatkan di ICU untuk post-op care. Dokter Henri mengeluarkan lima serpihan logam tajam, yang sedang dikirim ke forensik. Sekilas, memang tampak seperti peluru. Benda-benda itu mengoyak ususnya, menyebabkan pendarahan internal yang hampir membuatnya sepsis.

Renner menempatkan dua tim buser dan Tim X di sekitar ICU. Biarpun Rony terborgol ke pagar tempat tidur di kedua tangannya, Renner tak mau ambil resiko. Dokter Bayu kini ditunjuk sebagai dokter untuk Rony, dan tidak boleh mendekat jika tidak didampingi langsung oleh Ari dan Renner.

Beberapa meter dari ICU, Renner membangun markas kecil tempat para atasan dan timnya bisa memonitor segala pergerakan Rony. Mereka bisa memantau semua CCTV, pod camera, juga body cam tim inti secara live.

"Renner, Jeffry, kita harus hati-hati. Tetep kita harus gali informasi dari Rony soal dokumen A1 itu." sahut Pak Dewa kepada kedua anak buahnya.

"Mau nggak mau, kita tunggu dia bangun dan denger maunya apa." ucap Pak Jeffry. Renner mengangguk.

Shadows of Two Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang