Setelah makan siang, Karina mengantarkan Iqbal ke motornya yang di parkir di portal. Tadinya Iqbal ingin menggenggam tangan Karina tapi urung karena hari masih siang, tidak mau Karina jadi pergunjingan tetangganya.
Iqbal menatap Karina. Ia awalnya terlihat ragu, tapi tak bisa memendam rasa penasarannya lagi. Ia pun bertanya, “jadi, Deva siapa?”
Karena terkekeh, “Penasaran ya?”
“Iyalah habis lu ngeliatinnya kayak penuh cinta gitu.”
“Ih, mana ada! Apaan, deh…Deva itu ya, tetangga, dari kecil. We grew up together. Tetangga-tetanggaku tuh deket satu sama lain.” jawab Karina.
“Ooh. Bukan mantan?” tanya Iqbal lagi. Frontal, tapi ia tidak peduli. Gengsi tak ada gunanya dalam kamus Iqbal.
“Banyak nanya lu kayak wartawan!” Karina menggelengkan kepalanya, “Bukan, mana ada mantan yang masih akrab sama keluarganya.”
“Iya, percaya.” balas Iqbal, menaiki motornya. Tak tahu harus merasa apa.
“Bal.”
“Ya?”
Kali ini Karina yang terlihat setengah ragu ketika menatap Iqbal. Setelah menimbang, ia mengeluarkan ponselnya.
“Lo beneran nggak nanganin kasusnya Sierra, kan?” tanya Karina. Tatapan Karina penuh harap—tapi entah harapan apa yang ada di balik sorot matanya.
Iqbal memandang manik mata itu, tak tega berbohong lagi, “Gue nggak bisa kasih tau lo, Kar.”
“I know. Gue juga nggak pengen nanya sebenernya. Tapi…lihat ini deh.” ucap Karina sambil menunjukkan ponselnya.
Irfan Kantor
Kar, ada desas-desus kalo dalang penculikan Siera itu Pratikno.
Org-org pada ngmg kyk yg lo bilang, buat apa Acho bersaudara nyulik anak Kapolri?
Lu gabisa cari info?
Iqbal ga kenal ordal Buser atau Reskrim?“Mungkin…ada baiknya kita jaga jarak. Seenggaknya, di depan anak-anak kantor gue.” suara Karina parau, dan sorot matanya berubah sedih.
Sialan. Irfan manfaatin gue. Dan Karina pun dipake sebagai alatnya. Batin Iqbal.
“Hmm-mm.” jawab Iqbal sekenanya. Ia tak ingin mengiyakan, tapi juga tak ingin mendebat.
“Ati-ati ya, Bal.” ucap Karina, menatap Iqbal nanar sambil menepuk pelan lengannya.
“Lo jangan say bye seakan kayak yang terakhir gitu dong. Ini portal masih nunggu kedatangan gue kali..” balas Iqbal bercanda, berusaha menghibur.
Tapi Karina tak tersenyum, “Ya nggak tahu…kerjaan kita tuh Bal…ah, nggak taulah.” ia menyudahi kalimatnya sendiri. Entah kenapa, Karina terlihat emosi, matanya penuh kekhawatiran. Ini kali kedua Iqbal melihatnya rapuh, tapi bedanya, sekarang Karina tidak menyembunyikan itu.
“Hey, we’ll deal with it. Oke? Nggak usah overthinking dulu.” balas Iqbal sambil mengelus tangan Karina, padahal sejatinya juga Iqbal overthinking.
“Hm.” balas Karina pendek.
Sebelum tancap gas, Iqbal memeriksa ponselnya yang bergetar.
Grup chat Bismillah Motor Baru
(Tim Shadow tanpa Syarla).Danil Jose
Ren, lu masih di rumah?Renner Angkasa
Iya. Disuruh bersih2 sm Sabila,
ntar mlm mertua mau dateng.Danil Jose
Gua kesana skrg. SuntukIqbal Ramadan
Ikut Bang. Otw
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadows of Two Hearts [END]
ActionSekuel dari "Two Worlds Colliding": Ketika dua dunia yang berbeda pada akhirnya bersatu, rintangan apa yang akan ada di depan mereka? Dan apakah mereka bisa melewatinya? 🍣