Bab 50: Tujuan

937 190 156
                                    

Sementara itu, Sabila mampir ke kamar pamannya, memastikan kondisinya baik-baik saja sekaligus memberi update mengenai situasi Medika secara umum. Meski tadi sudah disampaikan lewat loud speaker dan para suster yang bergerak cepat, Sabila ingin menjelaskan sendiri.

"Om..? Baik aja kan?" tanya Sabila.

Pamannya mengangguk, "Baik kok. Untung juga ada Karina di sini. Nggak nyangka Renner bener-bener dapet jackpot hari ini."

Pamannya memang butuh dibantu untuk sekedar makan dan minum atau mobilitas lainnya, yang seharusnya Renner hadir untuk ini, tapi takdir berkata lain.

"Aduh...iya. Ada-ada aja deh. Pasienku itu buron! Si Rony The Ghost. Jadi Renner ngelarang aku ikut operasi." gerutu Sabila.

"Oalah pantes tadi Iqbal juga ngelarang aku keluar kamar." balas Karina sekarang. Walaupun sudah jadi berita, Karina belum mengecek ponselnya yang sudah penuh notifikasi dari kantor. Ia tahu semua orang akan heboh. Tapi kini ia jadi penasaran soal The Ghost, dan berniat untuk riset di laptopnya nanti.

Sabila lalu menjelaskan sedikit tentang prosedur Code Grey yang saat ini sedang mereka jalani. Intinya, mereka di bawah instruksi kepolisian sampai Rony dipindah ke tahanan Polda. Tapi keadaannya sangat terkendali, sebab Rony terisolasi di ICU dan dijaga ketat.

"Pokoknya, jangan panik. Ikutin aja instruksinya ya. Paling besok pagi udah balik lagi kayak normal." jelas Sabila, "Kar, kalo mau pulang nggak apa-apa, shiftku selesai jam 9 nanti. Maaf banget jadi repotin kamu ya."

Karena keadaan seperti ini, ayah Karina tak bisa kembali lagi ke rumah sakit. Jadi Karina yang harus menjaga Om Dedi seorang diri.

"Nggak apa-apa, Kak. malahan kalo pulang aku kan nggak bisa ke sini lagi." jawab Karina. Dan lagi, ia setengah khawatir mengenai Iqbal.

Ceklek!!

Pintu terbuka, Renner memasuki ruangan dengan wajah tegang.

"Caca. Aku perlu ngomong." sahutnya serius. Mereka lantas bergeser ke bilik ruangan.

Renner menjelaskan mengenai permintaan Rony yang jelas ia tolak mentah. Tapi Pak Dewa memohon ke Renner untuk bertanya kepada Sabila terlebih dahulu, jika Sabila menolak, maka pihak kepolisian akan pasrah saja perihal dokumen itu. Yang terpenting kedua adalah mereka menangkap Rony.

"Ya nggak apa-apa aku sih. Toh kalo bukan aku, yang ngelakuin post-op dokter lain juga kan?" tanya Sabila.

"Ca...! Apa sih! Nggak ada ya. Aku nanya ini ke kamu tuh formalitas. Rony itu pembunuh. Nggak ada kamu deket-deket dia."

"Mas, plis deh. Profesional dikit. Aku tadi udah nggak ikut operasi menuhin permintaan kamu. Sekarang nggak boleh post-op? Lagian paling aku cuma cek yang standar aja. Tensi, infus, luka operasinya." jelas Sabila.

"Ca, dia itu minta kamu secara spesifik...pasti ada maunya." nada Renner lirih, frustasi akan keadaan ini.

"Tapi, Mas, kan aku bakal pake bulletproof vest dan ditemenin sama kamu? Aku janji nggak bakal jauh-jauh dari kamu. Kalo bisa nempel terus." jawab Sabila.

Renner tahu ia sudah memojokkan istrinya tadi ketika sebelum operasi. Jadi ia akhirnya menyerah, "Janji kamu nurut sama aku selama di ICU ya? Nggak ada sok ngide apapun?"

"Ngide apa sih, orang aku cuma jalanin tugas sebagai dokter." balas Sabila.

"Yaudah, pamit Om Dedi dulu gih. Minta doa restu."

Sabila beranjak ke tempat tidur Om Dedi lalu menjelaskan singkat apa yang akan dia lakukan bersama Renner. Karina hanya bisa mengerjapkan mata, sungguh pasangan yang di luar nalarnya.

Shadows of Two Hearts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang