Karina dilarikan ke IGD terdekat, RS Cipto, dan langsung ditangani oleh tim dokter. Untungnya, tak ada yang serius selain lebam besar di sekitar pelipisnya. Meski begitu, Karina diminta untuk tinggal beberapa jam untuk diobservasi lebih lanjut dan menunggu hasil CT Scan. Ia juga diberi obat pereda rasa sakit.
Iqbal masih setia menunggu Karina, duduk di sebelah brankarnya. Ia telah menghubungi Andin untuk segera datang ke RS Cipto.
"Bal...maaf ya." sahut Karina setengah sadar.
"Kenapa minta maaf sih, salah apa coba. Maaf aku lama datengnya.." lirih Iqbal. Ia tak bisa membayangkan bila ia dan timnya tak datang tepat waktu. Entah apa yang terjadi.
"Makasih udah dateng..Aku- ng- nggak tau mau nelfon siapa..." sahut Karina terbata, air matanya lolos sekarang. Iqbal menggenggam tangannya erat.
"Apa sih- ya pasti dateng, lah. Udah jangan banyak ngomong, tidur aja." ucap Iqbal seraya mengelus kepala Karina.
Karina tidak pernah setakut itu sebelumnya, meski ia orang yang nekat, tapi ia selalu mengukur kenekatannya. Kejadian tadi, benar-benar di luar dugaannya.
Bukannya tidur, Karina malah menegakkan duduknya. "Bal, mau minum.." sahutnya sambil menunjuk sebuah gelas bersedotan di meja sebelah Iqbal. Iqbal mengambil gelas itu dan memeganginya sampai Karina selesai minum. Setelah selesai, ia meletakkan di meja lagi.
"Aku ngga tau itu tempat apa..kupikir Bu Heni nyimpen uang aja disana. Nggak taunya- terus- gerombolan orang dateng- teriak-teriak, pintunya kebuka- aku lari..." jelas Karina, terputus-putus.
"Karina, udah ya..." Iqbal menatapnya nanar, ia hanya bisa membayangkan betapa takutnya Karina di gudang kecil tadi. Ia memeluknya kali ini, "Udah ya, you're okay now."
Dalam dekapan Iqbal, Karina malah terisak. Bayangan dirinya ditarik, dipukul, dan ditendang, lalu meronta sekuat tenaga, berteriak sampai suara serak, kemudian dipukul kepalanya dengan pantat pistol terekam jelas di memorinya.
Iqbal mengelus punggung Karina, hanya itu yang bisa ia berikan. Sebab Iqbal tak tahu kata-kata apa yang bisa membuat Karina bisa merasa lebih baik. "It's over, Kar. Kamu selamat. Itu yang penting." sahutnya.
Ia lalu melonggarkan dekapannya, menatap netra Karina yang penuh air, akhirnya Iqbal berkata, "Kamu kuat, sayang." sambil menghapus air mata Karina yang bercucuran. Karina mengangguk, mencoba menghentikan isakannya.
"Tidur dulu. Aku disini sampe Andin dateng. Abis itu, aku mesti balik kerja." jelas Iqbal, ia lalu membantu Karina berbaring lagi di brankar IGD. Karina lantas tertidur, obat pereda nyeri akhirnya memberikan efek kantuk.
Iqbal menatap Karina yang terlelap, segala perasaan dan emosi bercampur aduk jadi satu. Ia masih terus mengelus surai Karina dengan lembut, berpikir apa yang harus ia lakukan. Tapi akhirnya, ia memutuskan untuk membuka ponsel dan menghubungi satu nomor kontak.
Caller ID.
Devandra Arlan.⏳⏳⏳
Sementara itu, Renner menelpon Sabila yang masih di Medika. Mengesampingkan kekesalannya, ia memberi update atas apa yang terjadi dan informasi apa yang ia butuh untuk melanjutkan investigasi.
"Astagfirullah...! Karina di RS mana? Ya ampun dia nekat banget padahal udah kubilang kesananya sama Irfan aja." ucap Sabila.
"Di Cipto, Ca. Jadi, sebenernya Bu Heni tuh punya perkara apa sih? File-file kalian ada dimana?" tanya Renner.
"Iya sejauh ini, korupsi, Mas. Dia nilep uang dari posko emergensi di banyak kota. Nah, rumah yang Karina datengin itu, kata Karina rumahnya Bu Heni, tapi bukan atas nama dia." jelas Sabila, "File-file Karina ada di emailku, Mas. Nanti aku kirim ke kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadows of Two Hearts [END]
ActionSekuel dari "Two Worlds Colliding": Ketika dua dunia yang berbeda pada akhirnya bersatu, rintangan apa yang akan ada di depan mereka? Dan apakah mereka bisa melewatinya? 🍣