HAPPY READING 🐳
Berhasil keluar dari goa gelap yang sangat menyeramkan, Sea dan ke enam temannya menyusuri kembali hutan melewati aliran sungai kecil. Mereka saling berpegangan tangan erat, menjaga satu sama lain dengan senter dari empat ponsel yang masih menyala.
Lelah, letih, lesu dan kelaparan, itulah yang sekarang sedang mereka rasakan. Persediaan makanan yang sudah habis, serta air minum yang tinggal tersisa sedikit.
‘‘Kita istirahat dulu aja’’ ucap Sagara yang memimpin di depan.
Mereka berhenti dan duduk di tepi sungai.
Terlihat, Fanan dan Jay langsung merebahkan tubuhnya, tanpa peduli baju mereka akan kotor. ‘‘Mamih, Fanan pengin pulang. Hiksss’’ lirih Fanan.Jay di sampingnya menoleh terkejut, ‘‘Busett, lo nangis cil? ’’ tanya Jay.
Sea refleks mengusap lengan Fanan, mencoba menyalurkan kekuatan dan menenangkan adik kelasnya itu.
‘‘Demi kolornya si bos, gue takut banget sumpah. Hutan ini serem banyak hantunya’’ celetuk Jono membuat Sagara menatapnya tajam.
Jono yang tidak sengaja menoleh ke ketuanya itu hanya menyengir polos.
‘‘ampun bos, anak baik nggak boleh marah’’ ucapnya cengengesan.‘‘Lo mau kemana Le? ’’ tanya Jay saat melihat Leon berdiri dan turun ke sungai.
‘‘Ikan, makan’’ jawabnya singkat, padat dan halal untuk di umpat.
Semua hanya melongo dan saling tukar pandang.‘‘Dia ngomong apa?’’ gumam Sea menatap Leon bingung.
‘‘Lo mau kasih makan ikan Le? ’’sahut Jono.
Leon menoleh ke arah teman-temannya, pria itu berdecak kasar.‘‘cari ikan, buat kita makan’’ jelasnya, membuat teman yang lain ber'oh ria.
Pertolongan Allah memang datang di saat yang tepat. Entah sebuah kebetulan atau memang sungai tempat mereka berada merupakan habitat para ikan. Leon bersama yang lain dengan mudahnya menangkap beberapa ikan berukuran sedang di sela-sela bebatuan.
‘‘Dahlah gue nyerah’’ pasrah Jono yang sedari tadi berusaha menghidupkan api dengan cara menggesekan batu.
Sedari tadi mereka sudah bergantian melakukan hal yang sama, namun tidak membuahkan hasil. Semakin batu di gesek, bukannya menghasilkan percikan api, tetapi justru menyulut emosi.
Semua terlihat mendesah berat, menatap nanar ke arah ikan yang sudah di bersihkan. Tidak ada api, itu berarti mereka harus menelan pil pait dan kembali menahan lapar.
‘‘pakai ini’’ Sea menyodorkan sebuah korek api yang dia ambil dari balik saku jaketnya.
Hal itu sukses membuat teman-temannya melebarkan mata dan menganga tidak percaya. Hening beberapa detik, sampai Jay dan Fanan berdiri dari duduknya.
‘‘Lo punya korek Se? ’’ tanya Jay mengerjapkan matanya.‘‘Kenapa nggak bilang dari tadi kak? Allahuakbar, baru aja gue mau ceburin ikannya lagi ke sungai’’ ungkap Fanan dan kembali duduk.
Sea menatap polos mereka, dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
‘‘Y–ya Kalian juga nggak nanya gue’’ kilahnya dan memberikan korek itu pada Leon.‘‘Njirlah, terserah lo Se. Terserah’’ sahut Jay.
Api berhasil di nyalakan dan membuat mereka memekik senang. Akhirnya, perut mereka akan terisi dan tidak kosong lagi.
Sagara bangkit berdiri dan merapatkan jaket yang dia kenakan, ‘‘Jono, Jay ikut gue cari kayu bakar lagi’’ perintahnya, kemudian mereka berlalu dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEANDARA
Teen FictionKembali hanya untuk menuntut balas dendam atas kematian ibu dan saudara kembarnya, SEANDARA harus rela meninggalkan pekerjaannya di dunia bawah tanah dan menutup jati dirinya. Dia harus mencari dan membunuh iblis yang sudah membuatnya kehilangan keb...