SD_34 BERKORBAN

4 0 0
                                    

HAPPY READING🐳

Hantaman keras yang membuat tubuhnya serasa remuk, tak membuat Sea pingsan dan menutup matanya. Gadis itu berusaha untuk keluar dari mobil sebelum mobil ini meledak menghanguskannya.

Yang lainnya, sudah terkapar bersimpah darah tak sadarkan diri,mungkin mereka sudah tewas. Termasuk pria bertatto dengan kepala plontos pemimpin mereka yang juga berakhir mengenaskan.

Semerbak bau bensin dan kepulan asap, membuat Sea bergegas semakin brutal menendang pintu mobil yang macet. ‘‘Sial. Gue nggak boleh mati sekarang’’ umpatnya keras. Badan hampir mati rasa dan darah di mana-mana, tetapi Sea masih menggila—dan berusaha keras keluar dari mobil.

Berhasil melompat keluar, bebarengan dengan meledaknya mobil jeep hitam itu, tubuh Sea terpental dan hampir jatuh ke sungai deras di bawahnya. Tangannya meraih batang pohon dengan erat, menopang tubuhnya yang sudah lemas. Darah yang bercucuran dari kepalanya tak Sea hiraukan.

Sedangkan di tempat lain, tepatnya sebuah rumah sakit besar, Enriko membawa tubuh tuan Sadam Bramasta di bantu perawat di sana. Berjalan dan memasuki ruang UGD.

‘‘Loh ketos, lo ngapain disini? ’’ itu suara Fanan yang bertanya.

Para inti Black Eagle sedang menemani sang ketua yang juga tengah menjalani perawatan karena diare. Mereka menemukan Sagara yang tergeletak lemas tak berdaya di apartemennya.

‘‘Bukan urusan lo’’ balas Enriko malas.

‘‘idihh sok-sokan jamet. Gue tanya baik-baik ya’’ cibir Fanan tak terima.

Suara derap langkah kaki menggema menyusuri lorong, dengan suara isakan.
‘‘Dimana suami saya? ’’ tanya seorang wanita dengan wajah paniknya.

‘‘Lah, mana saya tau, saya kan ikan’’
Jawab Jay dengan kurang ajarnya. Genta langsung menoyor kepala temannya itu.

‘‘Beliau di dalam sedang di tangani’’ beritahu Enriko, ‘‘duduk tan, tante tenangin diri dulu’’ lanjutnya membantu wanita tadi duduk.

Hal itu tak luput dari pandangan Fanan, Jay dan Genta. Mereka semua cengo melihat betapa lembut dan sopannya si ketos yang menyebalkan itu.

Pintu ruangan UGD terbuka, menampilkan dokter dengan wajah tegangnya.
‘‘Dengan keluarga tuan Bramasta? ’’ tanya dokter paruh baya itu.

Fanan dan yang lainnya kian tercengang mendengar nama yang baru saja di sebutkan, terkecuali Enriko. Ternyata  yang di dalam sana adalah pemilik sekolah mereka.

‘‘Bagaimana keadaan suami saya dok? ’’

‘‘Maaf nyonya, luka tembak di perut tuan Sadam Bramasta cukup dalam. Beliau kekurangan banyak darah’’ jeda sang dokter, membuat nyonya Bramasta lemas dan menangis kencang.

‘‘Golongan darahnya yang AB- tergolong sangat langka. Rumah sakit kami tidak memilikinya, jadi adakah keluarga yang memiliki golongan darah yang sama? ’’

‘‘Kami harus cepat mendapatkannya nyonya, jika tidak nyawa tuan Bramasta dalam bahaya’’ tandasnya membuat semua yang disana ikut cemas.

Selepas kepergian dokter itu, tangis wanita dengan hijab simple yang menutupi kepalanya.

‘‘Tante,kami akan bantu carikan donor darah untuk Pak Sadam’’ ucap Jay di angguki yang lain.

Wanita cantik itu mendongak dan tersenyum tulus, ‘‘ terimakasih banyak nak’’

Hingga malam harinya, belum ada kabar baik juga. Sedangkan kondisi tuan Sadam semakin kritis. Bahkan Sagara yang keadaannya sudah membaik, ikut menunggu dan duduk di kursi depan ruang UGD menemani ibu dari mantan kekasihnya.

SEANDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang