22

587 78 4
                                    

Sarapan pagi itu berlangsung dalam keheningan yang canggung. Alby fokus pada mangkuk soto di hadapannya, berusaha mengabaikan tatapan Juan yang sesekali tertuju padanya. Bu Ita dan Manuel sibuk membicarakan rencana mereka hari ini, sementara Alby hanyut dalam lamunannya sendiri.

"Alby," suara Bu Ita membuyarkan lamunannya. "Hari ini ada jadwal kuliah?"

Alby tersentak, hampir tersedak kuah soto yang sedang ia telan. "Ah, iya Bu," jawabnya cepat, meski ia tahu itu adalah kebohongan.

"Kalau begitu, semangat kuliahnya ya," ujar Bu Ita dengan senyum hangat.

Alby hanya mengangguk, rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya. Namun, ia cepat-cepat mengenyahkan perasaan itu. Ia tidak boleh lembek. Ia harus tetap menjadi Alby yang dulu.

Setelah sarapan, satu per satu anggota keluarga mulai beranjak untuk memulai aktivitas mereka. Juan, dengan senyum lembutnya yang biasa, mengetik sesuatu di ponselnya sebelum berangkat ke bengkel: "Hati-hati di jalan, Alby. Semoga kuliahmu lancar."

Alby hanya mengangguk kaku, tidak yakin harus merespon bagaimana. Ia melihat Juan pergi, perasaan aneh kembali menggelitik dadanya.

Kini tinggal Alby sendirian di rumah. Ia berdiri di depan cermin di kamarnya, menatap refleksi dirinya yang hanya menampilkan setengah badannya. Alby mengenakan pakaian yang ia tahu pasti akan membuat ayah dan ibunya menggeleng tidak setuju - crop top ketat berwarna hitam yang memamerkan perutnya yang rata, dipadukan dengan celana jeans super ketat dan sepatu boots setinggi lutut.

"Inilah aku," gumam Alby pada bayangannya di cermin. "Alby yang bebas, yang hidup untuk hari ini."

Namun, entah mengapa, ada keraguan yang tersirat di matanya. Apakah ini benar-benar dirinya? Atau hanya topeng yang ia kenakan untuk menutupi kebingungannya?

Alby menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha mengusir pikiran-pikiran itu. Ia meraih tas tangannya, memastikan ponsel dan dompetnya ada di dalam. Dengan langkah mantap, ia berjalan keluar rumah.

Saat membuka pintu mobil miliknya, Alby merasakan sensasi familiar yang selalu ia rasakan setiap kali akan memulai petualangannya. Adrenalin mulai mengalir dalam darahnya, membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

"Hari ini, aku akan membuktikan bahwa aku masih Alby yang dulu," tekadnya dalam hati sambil menyalakan mesin mobil. "Alby yang hidup hanya untuk hari ini, bersenang-senang tanpa takut memikirkan masa depan."

Mobil melaju meninggalkan halaman rumah Juan. Alby melirik sekilas ke arah rumah melalui kaca spion, sebelum akhirnya menginjak gas dalam-dalam. Ia siap menyambut hari yang penuh petualangan, tanpa tahu bahwa takdir mungkin memiliki rencana lain untuknya.

~TBC

Voiceless Ties [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang