29

935 103 8
                                    

Mentari pagi mengintip malu-malu dari balik tirai, membelai lembut wajah Alby yang masih terlelap dalam dekapan Juan. Perlahan, Alby membuka mata, mengerjap pelan menyesuaikan dengan cahaya yang merembes masuk. Ia merasakan kehangatan tubuh Juan di sekelilingnya, dan untuk sesaat, Alby hanya terdiam, menikmati momen intim ini.

Dengan hati-hati, Alby melepaskan diri dari pelukan Juan, berusaha untuk tidak membangunkannya. Ia bangkit perlahan, meregangkan tubuhnya yang masih kaku. Langkah pertamanya menuju jendela, mematikan AC yang sejak semalam menyala. Alby membuka jendela tanpa menyibak tirainya, membiarkan udara pagi yang segar menyeruak masuk.

Alby melangkah ke kamar mandi, bersiap memulai harinya. Air dingin yang membasahi tubuhnya membuat Alby sepenuhnya terjaga. Ia mandi dengan cepat namun teliti, memastikan dirinya tampil segar dan wangi. Selesai mandi dan berpakaian, Alby kembali ke kamar. Matanya tertuju pada sosok Juan yang masih terlelap. Dengan lembut, Alby memilih pakaian untuk Juan, memastikan pilihannya akan membuat suaminya nyaman sepanjang hari.

Sebuah totebag menjadi pilihan Alby untuk membawa pakaian cadangan mereka. Ia memasukkan beberapa potong pakaian, berjaga-jaga jika diperlukan nanti. Setelah semuanya siap, Alby mendekati tempat tidur, berniat membangunkan Juan.

"Juan, bangun," bisik Alby lembut, mengusap pipi Juan. Namun, Juan hanya menggeliat pelan tanpa membuka mata. Alby tersenyum geli melihat tingkah suaminya itu. Dengan jahil, ia mulai menciumi wajah Juan, dari kening, pipi, hingga ujung hidungnya. Juan masih belum bergeming.

Akhirnya, dengan gemas Alby menggigit pipi Juan pelan. Tindakan ini berhasil membangunkan Juan. Mata Juan terbuka lebar, terkejut oleh sensasi gigitan lembut di pipinya. Ia menatap Alby yang kini duduk di sampingnya, tersenyum lebar tanpa rasa bersalah.

Juan, masih setengah mengantuk, membalas dengan menggigit tangan Alby. Alby berteriak kaget, lalu tertawa keras. Suara tawa dan pekikan Alby memecah keheningan pagi di rumah mereka. Juan ikut tertawa, meski tanpa suara, matanya berkilat jenaka.

"Cukup, cukup! Aku menyerah!" seru Alby di sela-sela tawanya, menghapus air mata yang keluar karena tertawa terlalu keras. Setelah tawa mereka mereda, Alby mengelus pipi Juan dengan lembut. "Ayo, cepat mandi. Kita akan berangkat sebentar lagi."

Juan mengangguk dan beranjak dari tempat tidur. Sementara Juan mandi, Alby pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan sederhana. Ia memanggang roti di atas teflon dan mengolesnya dengan selai cokelat kesukaan mereka berdua.

Selesai membuat sarapan, Alby kembali ke kamar untuk mengambil totebag yang telah ia siapkan. Ia membawanya ke mobil, memastikan tidak ada yang tertinggal. Kembali ke dalam rumah, Alby mengecek ulang barang bawaan mereka: ponsel, powerbank, dompet, dan isinya. Semuanya lengkap.

Juan keluar dari kamar, sudah rapi dengan pakaian yang Alby pilihkan. Mereka sarapan bersama, menikmati roti panggang dalam keheningan yang nyaman. Selesai makan, Alby membersihkan alat makan yang mereka gunakan.

"Sudah siap?" tanya Alby, mengulurkan tangannya pada Juan. Juan mengangguk, menggenggam tangan Alby erat. Mereka berjalan beriringan menuju mobil.

Alby duduk di kursi pengemudi, sementara Juan di sampingnya. "Besok, kalau ada waktu, ayo kita belajar mengendarai mobil ini," ujar Alby sambil menyalakan mesin. "Mobil ini milikmu juga."

Juan mengangguk, tersenyum hangat. Ia mengambil ponselnya dan mulai mengetik. Suara robotik dari aplikasi text-to-speech memecah keheningan: "Aku ingin menjadi suami yang bisa kau andalkan dalam segala hal."

Alby tersenyum lembut mendengar kalimat itu. "Kau sudah menjadi suami yang luar biasa," balasnya, menggenggam tangan Juan sejenak sebelum mulai mengemudi.

Voiceless Ties [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang