36

641 118 5
                                    

Sinar mentari pagi menembus jendela-jendela tinggi kediaman mewah keluarga Hendra. Di ruang kerja pribadinya yang elegan, Nenek Mira duduk dengan anggun di kursi kulit mahalnya, membaca sebuah pesan di ponselnya dengan senyum puas tersungging di bibirnya. Pesan itu dari Pak Dharma, berisi laporan detail tentang kinerja Juan selama ujian kemarin.

"Nyonya Mira yang terhormat," begitu pesan itu dimulai, "Saya ingin menyampaikan hasil evaluasi kami terhadap Juan. Sungguh, saya belum pernah melihat bakat dan dedikasi seperti ini sebelumnya. Kecerdasannya dalam memahami mesin, ketelitiannya dalam mendiagnosa masalah, dan dedikasinya untuk menyelesaikan tantangan yang kami berikan... semuanya luar biasa."

Nenek Mira mengangguk pelan, seolah membenarkan penilaiannya sendiri terhadap Juan. Matanya terus menelusuri kata demi kata dalam pesan tersebut.

"Yang paling mengagumkan," lanjut pesan itu, "adalah bagaimana ia mampu memecahkan masalah pada prototipe mobil kami yang bahkan tim ahli kami pun kesulitan menanganinya. Juan tidak hanya memperbaiki masalah, tapi juga memberikan solusi inovatif yang membuka peluang baru dalam pengembangan teknologi kami."

Senyum Nenek Mira semakin lebar. Ia tahu instingnya tidak pernah salah tentang Juan.

"Oleh karena itu," pesan itu mencapai klimaksnya, "kami ingin menawarkan Juan posisi sebagai Kepala Divisi Pengembangan Teknologi di perusahaan kami. Kami yakin dengan bakat dan dedikasi Juan, ia akan membawa perubahan besar bagi industri otomotif di negeri ini."

Nenek Mira meletakkan ponselnya, matanya menerawang ke luar jendela. Ia telah melihat potensi itu sejak awal, potensi yang tersembunyi di balik penampilan sederhana seorang montir bisu. Kini, tinggal menunggu bagaimana Juan akan menyikapi tawaran ini.

Sementara itu, di gerbang utama kediaman Hendra, sebuah mobil memasuki halaman. Juan turun dari mobil dengan wajah lelah namun ada kilatan kepuasan di matanya. Alby, yang sejak tadi menunggu dengan cemas di teras, langsung berlari dan memeluknya erat.

"Juan! Akhirnya kamu pulang," bisik Alby, suaranya bergetar menahan tangis lega. "Bagaimana? Apa yang terjadi?"

Juan tersenyum lembut, mengelus rambut Alby dengan penuh kasih sayang. Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik.

"Semuanya baik-baik saja, sayang. Aku sudah melakukan yang terbaik."

Alby menatap mata Juan, mencari kepastian di sana. "Benarkah? Kamu tidak apa-apa? Mereka tidak memperlakukanmu dengan buruk, kan?"

Juan menggeleng, senyumnya semakin lebar. Ia kembali mengetik, "Mereka sangat profesional. Dan... ada sesuatu yang ingin kusampaikan pada semuanya."

Mendengar itu, Alby langsung menarik tangan Juan, membawanya masuk ke dalam rumah. Di ruang keluarga, Kakek Hendra, Nenek Mira, Jonatan, dan Gebby sudah menunggu dengan wajah penuh tanya.

"Juan sudah pulang," Alby mengumumkan, suaranya campuran antara lega dan tegang. "Dia bilang ada yang ingin disampaikan pada kita semua."

Semua mata tertuju pada Juan yang kini berdiri di tengah ruangan. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia mulai mengetik di ponselnya. Suara robotik memecah keheningan ruangan.

"Terima kasih sudah memberi saya kesempatan ini," Juan memulai. "Saya telah menjalani serangkaian tes yang sangat menantang. Dan..."

Juan berhenti sejenak, matanya menatap satu per satu anggota keluarga Hendra. Ia bisa melihat ketegangan di wajah Alby, harapan di mata Gebby, dan bahkan sedikit keingintahuan di wajah Kakek Hendra yang biasanya keras.

"...mereka menawarkan saya posisi sebagai Kepala Divisi Pengembangan Teknologi di perusahaan mereka."

Ruangan itu seketika dipenuhi dengan berbagai reaksi. Alby memekik kaget sekaligus gembira, Gebby dan Jonatan saling berpandangan dengan takjub, sementara Kakek Hendra... untuk pertama kalinya, ekspresi terkejut tergambar jelas di wajahnya yang biasa stoik.

Voiceless Ties [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang