18

617 91 3
                                    

"Hei, apa-apaan ini? Apa yang kau lakukan di kamar adikku?" tanya Manuel dengan nada dingin pada Alby.

Sebelum situasi menjadi lebih tegang, terdengar suara Bu Ita dari belakang Manuel. "Manuel, jaga sikapmu. Juan sudah menikah sekarang, wajar kalau suaminya ada di kamarnya. Dan tolong hilangkan kebiasaanmu masuk kamar orang tanpa mengetuk."

Manuel terdiam sejenak, lalu dengan nada datar berkata, "Oh iya, maaf Juan, Alby. Aku lupa." Ia kemudian menutup pintu, meninggalkan Juan dan Alby dalam keheningan yang canggung.

Alby akhirnya bangkit, berusaha menghindari tatapan Juan. "Aku... aku mau mandi dulu," ujarnya pelan, lalu mengambil handuk yang tergantung di balik pintu dan bergegas keluar kamar.

Saat berjalan menuju kamar mandi, Alby tidak bisa menahan pikirannya yang berkecamuk. Ia merasa asing di rumah ini, dengan rutinitas dan kebiasaan yang jauh berbeda dari hidupnya selama ini. Namun di saat yang sama, ada perasaan hangat yang mulai tumbuh di hatinya. Keramahan Bu Ita, kecanggungan Juan, bahkan sikap dingin Manuel - semuanya terasa asing namun juga... menenangkan.

Alby menghela napas panjang sebelum masuk ke kamar mandi. Ia tahu, ini baru permulaan dari kehidupan barunya. Ada banyak hal yang harus ia pelajari, banyak kebiasaan yang harus ia ubah. Tapi entah mengapa, jauh di lubuk hatinya, Alby merasa ini mungkin bukan hal yang buruk.

Sementara air dari gayung membasahi tubuhnya, Alby membiarkan pikirannya melayang. Ia teringat tatapan lembut Juan tadi, sentuhan tangannya yang hangat. Mungkin, pikirnya, dari keterpaksaan ini bisa tumbuh sesuatu yang indah. Mungkin, dengan waktu dan kesabaran, ia bisa menemukan tempatnya di keluarga ini.

Ketika Alby keluar dari kamar mandi, aroma nasi goreng yang menggoda menyambutnya. Ia bisa mendengar suara obrolan dari arah ruang makan - suara Bu Ita yang renyah, suara berat Manuel, dan suara robotik yang ia yakini berasal dari aplikasi text-to-speech Juan.

Untuk sesaat, Alby berdiri diam di koridor, menyerap atmosfer hangat yang terasa asing namun menyenangkan ini. Ia menarik napas dalam-dalam, meyakinkan dirinya sendiri.

"Ayo, Alby," bisiknya pada diri sendiri. “Kamu bisa melakukan ini."

Dengan langkah yang lebih ringan, Alby berjalan menuju ruang makan, siap menghadapi hari pertamanya sebagai bagian dari keluarga Juan.

Saat Alby bergabung di meja makan, Juan menyambutnya dengan senyum hangat. Bu Ita segera menyodorkan sepiring nasi goreng yang masih mengepul, sementara Manuel hanya melirik singkat padanya - sikap dinginnya masih terasa meski tidak ditunjukkan secara terang-terangan.

"Nah, ayo kita mulai sarapan," ujar Bu Ita ceria. "Alby, ini nasi goreng spesial buatan ibu. Coba dimakan, ya."

Alby mengambil sendok dengan ragu-ragu. Ia belum pernah makan nasi goreng untuk sarapan sebelumnya dan tidak terbiasa dengan makanan berat di pagi hari. Namun, begitu suapan pertama masuk ke mulutnya, matanya melebar karena terkejut.

"Enak sekali, Bu," pujinya tulus, meski ia merasa sedikit kewalahan dengan porsinya.

Bu Ita tersenyum lebar mendengar pujian Alby. "Syukurlah kamu suka. Nanti ibu ajari cara membuatnya."

Selama sarapan, mereka mengobrol ringan. Juan bercerita tentang pekerjaannya di bengkel, Bu Ita membicarakan jadwal mengajarnya sebagai guru honor di SD dekat rumah, sementara Manuel menyebutkan beberapa tugas yang harus ia selesaikan di peternakan hari ini.

Alby merasakan kehangatan yang mulai merayap di hatinya. Meski masih canggung, ia mulai merasa diterima di keluarga ini. Saat pandangannya bertemu dengan Juan, suaminya itu tersenyum lembut, seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Selesai sarapan, semua orang mulai bersiap-siap untuk berangkat kerja. Alby, yang tidak tahu harus melakukan apa, hanya berdiri canggung di dekat meja makan.

"Alby, kamu mau ikut ke bengkel hari ini?" tanya Juan melalui aplikasi text-to-speech di ponselnya.

Alby terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. "Maaf, Juan. Aku hari ini ada jadwal kuliah, dan kemungkinan aku akan pulang malam."

Juan mengangguk paham, lalu mengetik lagi. "Tidak apa-apa, Alby. Semoga kuliahmu lancar. Maaf ya, untuk yang tadi pagi."

Alby menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Bukan salahmu."

Mereka bertatapan untuk beberapa saat, sebuah pemahaman tanpa kata mulai terbentuk di antara keduanya. Mungkin pernikahan ini dimulai dari keterpaksaan, tapi mungkin juga, dengan waktu dan usaha, mereka bisa membangun sesuatu yang berarti.

Saat semua orang sudah siap berangkat, Bu Ita mengingatkan, "Juan, jangan lupa nanti jam 10 ada jadwal terapi."

Juan mengangguk dan mengetik di ponselnya, "Iya, Bu. Aku akan pergi sendiri nanti."

Dengan itu, mereka semua berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Alby, yang bersiap untuk berangkat kuliah, merasakan campuran emosi - kecemasan akan hari-hari yang akan datang.

~TBC

Voiceless Ties [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang