"Master, saya kembali"terdengar suara dari Ara balkon yang terbuka.
Terlihat seorang gadis berambut hitam dengan mata emas berdiri di balkon.
Dia memakai sebuah baju dengan bawahan celana panjang.
Terlihat 2 sayap gelap dari punggung Emily terbentang lebar. Dan perlahan menyusut seperti kembali tersembunyi di balik kulitnys.
"Bagaimana dengan tugasmu, Emily"tanyaku
"Saya sudah selesai melakukannya, besok semuanya akan terbongkar sesuai permintaan anda"ucap Emily sembari berlutut di hadapanku.
"Begitukah. Kerja bagus"ucapku tersenyum tipis.
"Istirahat lah, karna besok kau harus bangun pagi untuk ikut bersama kami"ucapku.
"Baik, master"ucap Emily berbalik keara balkonSrrang
Emily terjun bebas dari lantai 3 itu.
"Selangkah demi selangkah, aku pasti akan menghancurkan kekaisaran ini"ucapku memainkan gelas yang berisi wine berwarna merah pekat itu."Tapi sebelum itu, sepertinya aku harus memberitahunya untuk menggunakan pintu depan. Karna bisa saja Orkan membunuhnya tanpa sengaja karna mengira Emily seorang pembunuh yang menyelinap melalui jendela"ucapku sedikit menghela nafas.
Tak tak
Telingaku mendengar suara dari luar kamar.
"Pembunuh?"gumamku mengambil pedang yang masih bersarung di atas meja.
"Tidak, ini bukanlah langka seorang pembunuh. Meskipun langkahnya pelan seperti sedang menyelinap, langkahnya masih terlalu sembrono "gumamku
"Kalau begitu, hanya 1 orang yang bisa ku tebak"ucapku membuka pintu kamar.
"Mona, hendak kemana kau tengah malah seperti ini"ucapku sembari mengarahkan mataku ke lorong sebelah kanan.
Dan terlihat seorang gadis berambut perak yang sedang menggunakan Piyaman merah mudah serta sandal merah mudah dengan telinga kelinci di sandal itu.
"A-ayah?"ucap Mona terkejut hampir menjatuhkan tempat lilin di tangannya.
Srrrt
Aku melipat tanganku.
"Jawab aku, kemana kau tengah malam begini?"ucapku"Itu... Saya hanya khawatir dengan gadis yang ayah bawah siang tadi. Karna saya langsung pingsan jadi saya tak sempat memastikan keadaannya, apa sudah membaik atau belum. Dan itu membuat saya tak bisa tertidur"ucap Mona.
"Apa temanmu berbibaca ke orang tua nya dengan bahasa formal?"ucapku memegang kepalaku.
"Apa saya melakukan kesalahan pada anda ayah?"ucap Mona kebingungan."Kenapa kau bicara formal pada ayahmu sendiri?"tanyaku
"Itu, karna tutur bahasa yang sopan dan formal akan menunjukan kalau kita benar benar terdidik oleh orang tua "ucap Mona masih dengan bahasa formal.
"Sopan dan formal itu berbeda Mona, kau harus bisa membedakan kedua hal itu"ucapku berjalan.
Perlahan aku mengambil tempat lilin itu dari tangan Mona dan melangka lebih jauh
"Maafkan saya ayah, apa saya melakukan kesalahan lagi?"tanya Mona sedikit menggenggam tangannya.Aku tak menjawab dan terus berjalan.
Srrrt
Perlahan aku menoleh dan melihat Mona yang berjarak 5 meter dariku. Dia masih terdiam disana dengan wajah gusar.
"Apa yang kau tunggu, bukankah kau ingin melihat gadis itu"ucapku pada Mona.
"Ba-baik "ucap Mona perlahan berjalan kearaku.
Mona terus mengikuti langkahku.
Terkadang dia akan tertinggal karna langkaku yang besar. Namun dia akan terus berusaha agar tidak perna tertinggal lebih dari 5 langkah dariku.
Aku bahkan bisa mendengar langka kakinya yang keras karna mencoba berlari saat mengejar langkaku.
Namun ketika aku merasa dia tak mampu mengejar langkahku, aku akan sedikit memperkecil langkaku. Dan membuat kami beriringan kembali.Lantai 2.
Sebuah kamar yang berada di ujung.
Aku membuka pintu ruangan itu, terlihat seorang gadis berambut hitam sebahunya sedang tertidur pulas di atas kasur.
"Sepertinya dia sudah tertidur"ucapku
"Syukurlah kalau tubuhnya sudah baik baik saja"ucap Mona tersenyum sembari bersyukur.
"Kalau sudah selesai mari kembali ke kamarmu "ucapku mengarahkan lilin keara Mona.
"Ba-baik ay—Kruyuuuk.
Tiba tiba suara keras berasal dari perut kecil Mona.
Wajah Mona langsung memerah seperti sebuah tomat. Meskipun hanya lilin menjadi penerang dimalam itu, namun pantulan cahaya lilin bisa memperlihatkan jelas berapa merahnya wajah Mona."I-ini, a-anu" Mona mencoba berbicara dengan terbata bata.
"Pffft~hahaha" tanpa sadar aku tertawa cukup kencang.
"A-ayah?"ucap Mona.
Lalu pumph
Aku mampu melihat asap keluar dari kepala gadis ini."Ma-maafkan saya ayah"ucap Mona semakin memerah sembari menundukan kepalanya karna malu.
Aku menghentikan suara tawaku.
"Ehem, karna kita sudah ada di lantai 2. Bagaimana jika kita menyelinap ke dapur "ucapku menepuk rambut Mona.
"Tapi..., bukankah itu tidak sopan. Pergi ke dapur pada malam hari salah tindakan tak terpuji yang di lakukan oleh orang tak beradap kata guru saya"ucap Mona mengangkat wajahnya.
"Itu mungkin terjadi kalau kita berada di kediaman orang lain, namun kita berada di kediaman kita sendiri. Rumah kita"ucapku tersenyum."Ba-baik, ayah"ucap Mona mengangguk.
Kami berjalan menuruni lantai pertama.
Dapur orang orang eropa pada umunya akan terpisa dari mansion yang di tinggali pemiliknya.
Jadi kami harus keluar dari pintu belakang mansion dan berjalan melewati lorong yang tak memiliki dinding.
"Bukankah langit malam ini sangat indah, Mona"ucapku melihat 3 bulan yang bersinar di langit malam.
"Ya ayah, langitnya begitu indah"ucap Mona.
Setelah berjalan sekitar 15 menit kami akhirnya sampai di sebuah bangunan lain.
Bangunan yang terbuat dari beton yang cukup kecil.
Aku membuka pintu kayu yang cukup berat itu
"Silahkan"ucapku kepada Mona yang berjalan di belakangku
"Terima kasih"ucap Mona.Terdapat sebuah meja sepanjang 3 meter dengan lebar 1 meter di tengah dapur dan juga kursi yang terbuat dari tong tong kayu.
"Sepertinya koki meninggalkan beberapa sup di dalam panci"ucapku mendekat keara panci yang terbuat dari besi berwarna navi yang tergantung di perapian dengan arang yang masih menyalah.
Aku mengambil 2 pirang yang terbuat dari keramik berwarna putih.
"Ayah biarkan saya saja yang mengambilnya"ucap Mona hendak mendekat.
"Tidak perlu, kau duduk saya. Panci ini cukup panas. Kau bisa terbakar kalau mendekat"ucapku mengambil sebuah centong sayur yang terbuat dari besi.
"Baik ayah"ucap Mona menurut.Setelah menuangkan sup kedalam 2 piring, aku membawanya ke hadapan Mona yang sudah duduk.
"Makanlah"ucapku tersenyum.
"Terima kasih ayah"jawab Mona.
Perlahan ia menyedok sup berwarna coklat mudah itu dengan bagian atas sendok.
Lalu dengan anggun mulai melahap makanan itu.
Dia benar benar menunjukan etika sopan santun yang seharusnya di miliki oleh seorang bangsawan.Posisi duduk, gerakan tangan serta langkah kaki yang anggun bahkan saat memakai sepatu high heels.
Dia mahir dalam menyulam, dia juga begitu ahli dalam bidang studynya dan wajah nya yang rupawan dengan rambut perak bercahaya. dia adalah gadis yang sangat sempurna dalam banyak hal.
Ketika semua lelaki begitu iri kepada putra mahkota yang menjadi tunangan Leamona.
Si bajingan itu malah
" lebih memilih jalang barbar yang hanya bisa melakukan kekacauan nya sendiri bahkan tak bisa ia pertanggungjawabkan sendiri"gumamku"Ayah..."ucap Leamona
"Yah ada apa?"tanyaku melihat gadis di hadapanku.
"Apa makanannya tidak sesuai dengan selera anda, anda belum menyentuh 1 sendok pun dari sup anda"ucap Mona dengan wajah khawatir.
"Sepertinya aku terlalu berfikir berlebihan lagi!"Aku hanya sedikit tersenyum dan mulai memakan sup di piringku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pembalasanku (Harem BL)
Mystery / Thriller"aku memutuskan pertunangan denganmu" teriak pria berambut pirang yang tak lain adalah pangeran. dan seorang gadis yang menangis di tengah tengah aula yang merupakan seorang Villainess itu. gadis itu di permalukan oleh pangeran dan hanya mampu menan...