tanggung jawab

15 3 0
                                    

Halo teman-teman ketemu lagi dengan aliyaakollll 👋

Insya Allah bakal sering sering update untuk 2 minggu kedepan karena sekolah nya lagi santai bangett nih. Gapapa lah ya dikit dikit 😁😁

Mungkin bakal 2 hari up 2 chapter kali ya.. Doakan saja semoga author ide nya mengalir terus yaa 💐💐

Tidak perlu basa-basi, Happy Reading guys 💗💗

-
-
-

Di ruang tamu yang sunyi, Fadly duduk bersila, kepalanya tertunduk dalam. Di sekitarnya, empat sahabatnya Arsenio, Javas, Raffael, dan Husain serta Alysha, menatapnya dengan ekspresi penuh rasa kecewa dan bingung. Tidak ada yang langsung bicara, menunggu Fadly memberi penjelasan. Namun, keheningan itu semakin membuat Fadly merasa terpojok.

“Kalian ngapain diem liatin gue? Mau nunggu penjelasan dari gue sampe kapan? Bukannya udah jelas dari Yudha?” Fadly mendongak sedikit, nada suaranya terdengar defensif.

Keempat sahabatnya hanya menghela napas berat. Tidak ada kata yang bisa meringankan situasi ini mereka lebih kecewa daripada marah.

Arsenio akhirnya bicara, “Fad, lo kerasukan setan apa sih? Kok lo bisa ngelakuin hal serendah itu sampai jadi anak segala?”

Fadly mengepalkan tangannya, menahan emosi yang bergemuruh. “Karena gue suka sama Azura,” jawabnya lirih.

Semua orang di ruangan itu terdiam, tercengang oleh pengakuan Fadly. Tapi keterkejutan itu segera berubah menjadi kekecewaan mendalam.

“Kalau lo suka, kenapa lo lari dari tanggung jawab?” tanya Javas, suaranya dingin dan tegas. “Kenapa lo malah mau bunuh darah daging lo sendiri?”

“Fad, lo tau ini dosa besar, kan?” tambah Raffael. “Ngelakuin zina udah parah, tapi lo malah mau tambah dosa lagi dengan aborsi? Lo pikir itu solusi?”

Fadly menunduk lebih dalam, seolah berusaha menyembunyikan rasa bersalahnya. “Gue nggak sengaja bikin dia hamil. Gue cuma takut orang tua gue tau. Kalau mereka tau, gue habis...Mereka bakal buang gue, Raff. Mereka nggak bakal maafin gue.”

"Mau dia bakal hamil atau engga, seharusnya lo bisa mikir Fad, lo punya otak kan? Lo berani sentuh perempuan aja udah dosa, apalagi sampai berhubungan badan kayak gitu. Astagfirullah!" Raffael menggelengkan kepalanya.

Husain, yang biasanya lebih tenang, ikut angkat bicara. “Lo tahu, Fad, takut sama orang tua itu manusiawi. Tapi ngorbanin Azura dan anak lo bukan jalan keluarnya. Lo malah bikin semuanya tambah rumit.”

Fadly mendengus frustrasi. “Gue nggak siap jadi ayah, Sen! Gue nggak tau apa yang harus gue lakuin. Gue kira kalau ini beres, semuanya bakal baik-baik aja.”

Alysha, yang sejak tadi mendengarkan, akhirnya angkat bicara dengan suara lembut tapi tegas. “Kak Azura pasti ngerasa hancur, Kak Fad. kamu nggak cuma ngebiarin dia sendiri, tapi kamu nyuruh dia aborsi? kamu tahu itu nggak adil buat dia dan anak kalian?”

Fadly memejamkan matanya, merasa makin terjebak dalam rasa bersalah. Semua ucapan sahabatnya benar, tapi rasa takut pada keluarganya begitu menekan.

Javas menatap Fadly dengan sabar. “Fad, gue ngerti lo takut. Tapi lo nggak bisa terus lari. Lo nggak sendirian. Kita di sini buat bantu lo.”

Arsenio menepuk bahu Fadly dengan lembut. “Lo tau, kan? Kita bukan cuma sahabat buat senang-senang. Kita ada buat lo, apa pun masalah lo.”

Javas menambahkan, “Masalah ini nggak bakal selesai kalau lo cuma nutup-nutupin. Mau sampe kapan lo sembunyiin dari orang tua lo? Lo harus berani tanggung jawab, Fad.”

Nahkoda Membawaku Melewati BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang