langit itu pandanglah seperti langit, jangan pernah berfikir kamu bisa menggenggam nya.
-
-
-
-Beberapa hari menjelang lebaran, seperti pada umumnya, biasanya santri dari pesantren akan dipulangkan. Sama halnya dengan sahabat Alysha, Rahma.
Dirinya sangat tidak sabar untuk menunggu kepulangan dari sahabatnya itu, karena mereka sudah lama tidak bertemu. Dan sudah dipastikan, mereka akan bertemu di masjid untuk berbuka puasa bersama.
Alysha sedikit berlari untuk bisa duduk di sebelah Rahma. "Rahma! Gimana kabarnya?"
Rahma menyalami tangan Alysha dan Alysha berbalik menyalami tangan Rahma juga. "Alhamdulillaah bestie, kabar cukup baik!"
"Udah dapet berapa juz nih? Pasti banyak kan? Iri banget aku!"
Rahma sedikit terkekeh. "Ga banyak kok, kira-kira baru sepuluh lah,"
Alysha ternganga. "Pinjem otak kamu dulu sebentar boleh ngga? Ikut Tahfidz di sekolah dikejar target, sampe ga masuk aku karna belum hafal."
"Ya kalo ada ponsel gitu jadinya, aku juga bosen disana pengen kabur aja!" ucapnya, "tapi bohong, temen-temen disana asik jadi ya ga sepi aja, dan buat semangat."
Alysha melengkungkan bibir. "Aku disini sendiri, ngaji sendiri ga ada temen, ikut kumpulan remaja juga sendiri, pada sibuk sama di pondok semua!"
"Hamasah!"
"Syukron!"
Mereka pun lantas tertawa bersama. Hanya beberapa kata bahasa Arab Alysha dapat mengerti, berbeda dengan Rahma yang di pesantren menggunakan bahasa Arab setiap harinya.
Tawa Rahma terhenti seketika kala melihat seorang laki-laki yang sedang mengendarai motor memasuki kawasan halaman masjid.
"Al, itu Husain kan?" Tanya nya kepada Alysha.
Gadis itu menggedikkan bahunya acuh. "Mungkin, ga tah juga aku,"
Rahma melihat dengan mata berbinar. "Masya Allah, ganteng banget, udah lama ga ketemu sama Husain, terakhir waktu masih kecil lomba agustusan."
Saat Rahma mengungkit kebersamaan nya dengan Husain, hati Alysha mengapa merasa sedikit cemburu, mungkin?
Dirinya tetap bersikap seperti biasa, ia juga tidak akan menceritakan perasaannya terhadap Husain kepada Rahma. Rahma hanya tau jika dirinya bersaudara dengan Husain, tidak lebih.
"Mondok dimana sih Husain?" Tanya nya kepada Alysha.
"Aku juga kurang tau, tapi kayanya di asrama yang terkenal di kota Bogor deh." Jawab Alysha seadanya. Padahal, ia sangat tau persis dimana letak laki-laki itu menempuh pendidikan nya.
Alysha memperhatikan Rahma yang terus mencuri pandang ke arah Husain. Alysha akan berpura-pura seperti orang bodoh saja.
"Kamu suka ya sama Husain?" tanya Alysha sedikit tersenyum menggoda.
Rahma membuang muka nya dan sedikit tersenyum. "Eh, engga tuh!"
"Keliatan gitu, masih bohong?"
Saat akan dimulai nya sholat magrib, Alysha bingung akan menempatkan diri dimana. Ia melihat space yang masih kosong dan sepertinya dua orang bisa muat, dimana tempat tersebut bersebelahan dengan ibu Husain.
Dirinya ragu untuk berada disamping ibu laki-laki yang ia kagumi. Beginilah jika dirinya menyukai seseorang, dirinya akan menghindari semua orang yang dekat dengan orang yang ia sukai.
Rahma melangkahkan kaki nya terlebih dahulu untuk menempati ruang kosong tersebut dan berada disamping ibu Husain. Alysha pun ikut menyusul disamping Rahma.
Rahma membisikkan sesuatu ditelinga kiri Alysha. "Deket ibu mertua."
Alysha mengerutkan kening seolah tak mendengar dengan jelas. "Apa, ulang coba?"
Rahma menggelengkan kepalanya. "Engga, gapapa, ga jadi."
Oke, Alysha sudah mengetahui nya secara langsung. Apa yang Dara ucapkan itu benar. Sepertinya memang Rahma menyukai Husain.
Ia hanya bisa mengelus dadanya. Dirinya bisa apa jika disandingkan dengan perempuan yang lebih baik daripada dirinya.
Bisa apa?! Bisa gila!
-------
"Ra, aku overthinking deh sama ucapan Rahma semalam, aku sholat juga kepikiran." Ucap Alysha dalam telepon."Kenapa gitu? Ngomong apa dia?"
"Lha kemarin pas sholat maghrib kan dia deket ibunya Husain, nah habis itu dia nyeletuk 'deket ibu mertua' ya aku kaget dong! Tapi aku pura-pura ga denger terus tanya lagi, eh dia nya ga mau ulang dan jawab gapapa."
"Dia dulu kan pernah suka sama Husain, lo lupa?"
Alysha menarik nafasnya panjang. "Ga tau deh Ra, gimana besok."
"Duh Al, kalo dia masih suka susah ini!"
"Mungkin, bener yang kamu bilang kemarin." jawabnya sudah yakin.
"Al, sumpah ya gue kalo bersaing sama temen sendiri tuh rasanya pengen nangis!"
"Ya ga bersaing juga sih, Ra," ucapnya, "apalagi Rahma paham agama, sedangkan aku?"
"Anjir, bener lagi!"
"Ihh, tapi gapapa deh, itu kan hak Rahma yaa, aku juga ga bilang apa-apa habis itu."
"Iya sih, mending jangan kasih tau deh, takut bentrok."
"Aku tuh cuma mikir gini, apa doa seorang fakir agama ini bakal jadi pemenang nya? Sedangkan yang mengagumi dia itu perempuan sholehah semua pastinya."
"Tapi tau ga sih Al, rasanya suka sama orang yang ternyata temen kita juga suka sama dia, beuh sakit nya ga ngotak bro!"
"Iya biarin gini aja dulu Ra, nanti malah asing cuma gara-gara cowok."
"Alysha, kalo udah takdir ga akan kemana!"
"Iya tau kok, tapi aku ikhlas aja sama Allah kan semua udah ada yang atur kan?"
"Ra, jangan bilang sama Rahma ya? Sebenarnya aku ga pengen cerita sama siapa-siapa, tapi kok ga kuat aja dipendem sendiri." tambah nya.
"Iya, ga bakalan kok aman. Jangan dipendam sendiri tambah sakit, ada gue yang selalu dengerin cerita lo!"
"Makasih, Dara."
"Mumpung ini udah masuk sepuluh hari terakhir, siapa tau dapet lailatul qodar."
'pertarungan jalur langit di malam lailatul qodar sesungguhnya adalah ketika aku berdoa menyebut nama nya, tetapi dia menyebut nama untuk orang lain' batin Alysha.
"Oh iya, makasih banyak Ara udah ingetin aku! Sayang Ara banyak banyak deh!"Dara terkekeh. "Sayang kamu juga! Udah, kalo takdir ga bakal kemana."
"Aamiin, kita awali dengan bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah!"
"Bismillah!"
"Gas yok war?!"
"Otiwi bestiee!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahkoda Membawaku Melewati Badai
Ficção Adolescente[BELUM REVISI!] Jadi, Harap maklum kalau ada bagian yang belum rapi ya...🤗 Seorang laki-laki yang misterius, tersimpan di dalamnya seribu lukanya yang tersembunyi di balik lapisan prestasinya yang gemilang. Meskipun dikelilingi oleh decak kagum ora...