Suara tangisan yang menyayat hati terdengar sampai ke luar, menyambut langkah-langkah berat Evelyn yang terasa beku. Setiap derap kakinya seperti menggiringnya menuju kepedihan yang tak terhindarkan.
Rumah itu, yang dulu menjadi tempat Owen menyambutnya dengan senyum dan tawa, kini dipenuhi dengan aura duka. Orang-orang terdekat Owen berkumpul di dalam, wajah-wajah mereka penuh kesedihan, menciptakan suasana yang begitu menggetarkan hati.
Evelyn berhenti sejenak di depan pintu, napasnya bergetar, matanya terpejam. Rasanya berat sekali menapakkan kaki ke dalam, seakan rumah itu penuh kenangan yang siap menghantamnya tanpa ampun. Joshua, yang berdiri di sampingnya, memandang Evelyn dengan penuh perhatian, ekspresi wajahnya teduh namun dalam hatinya bahagia melihat rumah Owen di hiasi dengan kesedihan.
"Kalau belum siap, kita bisa nunggu di mobil dulu," bisik Joshua pelan, nada suaranya rendah namun penuh kepedulian.
Evelyn menggeleng pelan, menolak dengan gelengan yang lemah. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantung yang berdegup cepat. Dengan sisa kekuatan yang dia miliki, Evelyn akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, tangannya tetap menggenggam erat tangan Joshua.
Setiap langkah terasa bagai seribu beban, tapi keberadaan Joshua di sisinya memberi sedikit rasa aman, sebuah pengingat bahwa dia tidak menghadapi kesedihan ini sendirian.
Di dalam rumah, Evelyn disambut dengan tatapan penuh simpati dari keluarga dan teman-teman Owen. Beberapa orang mengenalinya sebagai kekasih pria itu, dan tatapan mereka yang penuh belas kasihan semakin menghimpit hati Evelyn.
Dengan langkah perlahan, dia dan Joshua bergerak menuju ruang utama, di mana Owen terbaring diam dalam peti berwarna putih, wajahnya tampak tenang seolah hanya tertidur. Tubuhnya terbungkus setelan pakaian berwarna putih dengan bunga di tangannya.
Tubuh Evelyn kian bergetar saat melihat sosok Owen yang terbujur kaku dalam peti itu. Kenangan demi kenangan seperti badai yang datang tak terkendali, senyum lembut Owen, tatapan hangatnya, hingga tawa yang dulu terasa begitu nyata di telinganya.
Kini, semuanya hanya menjadi serpihan memori yang menyisakan luka mendalam. Evelyn menggigit bibirnya, menahan tangis yang mengalir deras, tapi nyatanya, rasa sakit itu terlalu besar untuk dia pendam.
Seorang wanita paruh baya dengan mata bengkak karena terlalu banyak menangis perlahan mendekatinya. Itu Marshanda. Wajahnya yang dipenuhi kelelahan dan kesedihan memperlihatkan luka yang tak kalah dalamnya.
"Sayang..." suara Marshanda terdengar serak, bergetar di setiap kata yang dia ucapkan. Dia menatap Evelyn dengan pandangan penuh kasih dan duka, lalu mendekapnya dengan erat, seakan mencoba menyalurkan kekuatan terakhir yang tersisa.
"Maafin anak Mama ya, sayang... Maafin Owen..." bisikan Marshanda mengguncang hati Evelyn, membuatnya terisak tak tertahankan. Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk lebih dalam, mengingatkan Evelyn pada perpisahan yang begitu mendadak, pada cinta yang kini tersisa dalam kepingan-kepingan kenangan.
Dadanya terasa sesak, begitu sulit untuk bernapas. Evelyn hanya bisa menangis, tubuhnya lemah, tak mampu membalas pelukan Marshanda. Tangannya terkulai, tak ada daya untuk menghapus air mata yang terus mengalir. Marshanda akhirnya melepaskan pelukannya perlahan, memberi ruang pada Evelyn yang kini terdiam, menatap tubuh kaku Owen dengan tatapan kosong.
Evelyn menelan tangisnya, suaranya serak bergetar, "Owen..." Dia bergerak maju, mendekati peti Owen, lututnya terasa lemah, seakan bisa rubuh kapan saja. Tangan Evelyn yang gemetar menggapai jemari Owen yang terbungkus sarung tangan putih, dingin tanpa kehidupan. Satu per satu air matanya jatuh di atas sarung tangan itu. "Owen... please... bangun..." ucapnya dengan suara yang pecah, penuh permohonan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side
RomanceBerawal dari saat Evelyn membantu Joshua saat Masa Orientasi Siswa (MOS), dia tak menyadari bahwa kebaikannya telah menyalakan api obsesi dalam diri Joshua. ------------------------------ "Siapa pemilik kamu?" Evelyn menelan ludah, matanya berkaca-k...