Joshua melangkah masuk dengan hati-hati ke kamar Evelyn, memastikan tidak ada suara yang memecah keheningan malam. Setelah pintu terkunci, dia berjalan mendekat, menyelinap naik ke kasur dengan gerakan perlahan, seolah takut membangunkan gadis yang terlelap di sampingnya.
Joshua berbaring di samping Evleyn, matanya tertuju pada wajah Evelyn yang damai, napasnya lembut, dan bibirnya terkatup rapat, seolah dunia di luar tidak pernah menyentuh ketenangan ini. Jari-jarinya bergerak pelan, mengusap pipinya dengan sentuhan ringan. Dalam hati, Joshua mengulang-ulang betapa sempurnanya Evelyn, seperti mantra rahasia yang hanya dia dan malam yang kelam ini mengerti.
Evelyn menggeliat, merasa terganggu oleh sentuhan halus itu. Perlahan dia membuka mata, menatap Joshua dengan kebingungan yang masih melekat dalam kantuknya.
"Josh? Habis dari mana?" Tanya Evelyn.
Joshua hanya tersenyum, menyibakkan helai rambut yang jatuh menutupi mata Evelyn. Ah, bahkan suaranya pun sangat indah. Evelyn benar-benar manusia sempurna.
"Ada urusan di kantor tadi," jawabnya pelan.
"Tengah malam gini?" Evelyn mengerutkan dahi. Joshua mengangguk, tanpa menjawab lebih jauh. Dia mendekat, menggeser bantal guling yang selama ini menjadi pembatas antara mereka, dan memeluk Evelyn dengan lembut. Evelyn mengerutkan hidung, "Lo bau alkohol."
"Iya, tadi diajak minum sama yang lain." Balasnya. Evelyn hanya mendesah, tapi membiarkan Joshua memeluknya, merasakan kehangatan aneh yang hadir di antara mereka.
Setelah hening beberapa saat, Joshua berbisik, "Eve..."
"Hm?"
"Jadi pacar gue, ya?"
Seperti tersengat, Evelyn menegang di pelukannya. Kata-kata Joshua seakan menembus kesadarannya, membuat jantungnya berdetak begitu keras hingga dia yakin Joshua pasti bisa mendengarnya. Tubuhnya serasa dilanda badai panas dingin, tidak pernah dia menduga perasaan Joshua akan diucapkan sejelas ini.
"Lo mabuk, ya?" Gumamnya, mencoba menyembunyikan debar di hatinya.
Joshua menggeleng pelan, pandangannya tidak lepas dari wajah Evelyn yang kini bersemu merah. "Gue nggak mabuk, Eve. Gue serius, gue cinta sama lo. Gue mau hubungan kita lebih dari sahabatan."
"Josh..." Evelyn mencoba menelan keraguan di dadanya. Tak bisa dia pungkiri, ada perasaan senang yang terselip di hatinya, perasaan yang sudah lama dia abaikan, takut untuk diakui. Tapi saat ini, di bawah tatapan Joshua yang begitu intens, dia tak bisa menyangkal perasaan itu lagi.
"Nggak papa, lo nggak harus jawab sekarang," Joshua tersenyum kecil, suaranya terdengar serak. "Yang penting gue udah jujur."
Evelyn tersenyum kecil, melepas kacamata Joshua lalu memakainya di atas kepala, membuatnya tampak begitu alami dalam kebahagiaan sederhana. "Yakin nggak mau tahu jawabannya sekarang?"
"Eve?"
Evelyn menggoda." Kalau gue jawab mau, dapet apa gue?"
Joshua menahan napas, matanya menatap Evelyn dengan intensitas yang lebih dalam. Tangannya sedikit bergetar, namun nadanya mantap saat dia menjawab, "Gue bakal kasih seluruh hidup gue buat lo. Setiap detik, setiap hembusan napas. Lo nggak akan pernah sendirian."
Evelyn tertawa kecil, menganggapnya berlebihan, tapi ada sesuatu di tatapan Joshua yang membuatnya yakin, sesuatu yang terlalu serius untuk hanya dianggap main-main. Dia menatap Joshua, merasa seluruh tubuhnya merinding di bawah tatapan tajam itu.
"Jadi?" Joshua mengulangi, nadanya lebih rendah, hampir seperti bisikan.
Evelyn menelan ludah, mengangguk perlahan. "Iya... gue mau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side
Lãng mạnBerawal dari saat Evelyn membantu Joshua saat Masa Orientasi Siswa (MOS), dia tak menyadari bahwa kebaikannya telah menyalakan api obsesi dalam diri Joshua. ------------------------------ "Siapa pemilik kamu?" Evelyn menelan ludah, matanya berkaca-k...