Part 14

480 24 1
                                    

Evelyn menatap saldo ATM-nya dengan tatapan kosong, 20 juta. Jumlah yang tak seberapa dibandingkan dengan beban yang harus dia pikul, uang kuliah 15 juta, biaya pembangunan setiap semester, uang sewa kontrakan, dan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dia mencoba menenangkan diri, menarik napas panjang, tapi rasa cemas itu tetap menyelimuti.

Sudah sebulan sejak terakhir kali dia menerima gaji dari cafe tempatnya bekerja, tiba-tiba cafe itu tutup setelah kematian Owen. Manager cafe tampak ketakutan sejak insiden itu, dan tidak ada kejelasan kapan tempat itu akan buka kembali. Dia sudah mencoba melamar pekerjaan di beberapa tempat, namun semuanya penuh. Rasanya seperti jalan buntu.

Evelyn memandangi ruangan sempit kontrakannya yang terasa semakin menyesakkan. Apakah dia harus menjual barang-barang yang tak lagi terpakai? Atau mungkin pindah ke tempat yang lebih kecil?

Di benaknya, kenangan masa kecil bersama kedua orang tuanya muncul, masa ketika hidup terasa lebih ringan, tanpa kekhawatiran tentang uang atau masa depan. Tapi sekarang, semuanya sudah berbeda.

"Mom... Dad... Evelyn kangen..." gumamnya pelan sambil menatap foto keluarganya yang tersimpan rapi di bingkai tua. Dia menunduk, menggigit bibirnya, seolah ingin menangis namun menahannya.

"Apa Evelyn harus balik ke sana?" Dia tertawa kecil, hambar. "But I know they won't take me back."

Mengandalkan bantuan dari nenek, kakek, atau kerabat lainnya di negara asalnya pun tampak seperti mimpi yang jauh. Evelyn tahu, keluarga besarnya sudah menganggapnya tidak ada.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia meraih ponselnya, membuka aplikasi Instagram dan mencari nama-nama yang dulu akrab di kehidupannya. Butuh beberapa menit, namun akhirnya dia memberanikan diri untuk mengirim pesan ke beberapa teman lama yang sudah bertahun-tahun tidak dia hubungi. Saat ponselnya berdering tak lama setelah itu, senyuman kecil muncul di wajahnya.

"Hal-"

"BITCH!"

Suara yang langsung membahana di telinganya membuat Evelyn terperanjat namun tertawa kecil, terdengar familiar dan menghangatkan hati. Ada beberapa suara lain di latar belakang, ramai, seperti mereka sedang berkumpul.

"Where have you been?! Damn! Tujuh tahun nggak pernah ngabarin kita semua di sini!" Suara itu terdengar kesal, namun Evelyn hanya tertawa kecil. "And you're laughing?! Gila banget nih orang, ayo cepat ganti ke video call!"

Ponselnya bergetar lagi, kali ini meminta perubahan dari panggilan suara ke panggilan video. Setelah menekan ikon terima, wajah-wajah yang dulu sangat dikenalnya kini muncul di layar. Ada yang menatapnya dengan senyum, ada yang terlihat marah, dan ada juga yang menatap datar, seolah menyimpan segudang pertanyaan.

"Evelyn! Oh my god, is that really you?" Salah seorang temannya berteriak kegirangan.

"Hi Lily! Yes, it's me!" Jawab Evelyn, dengan mata yang mulai berair. Tujuh tahun berlalu begitu saja, dan kini dia melihat teman-temannya seolah waktu tak pernah memisahkan mereka.

"Where the hell have you been, huh? You think you could just disappear and come back like nothing happened?" Ucap temannya yang lain sambil tersenyum, Emma, menyembunyikan rasa rindu yang jelas terlihat.

Evelyn tertawa, kali ini dengan perasaan yang lebih lega. "I'm so sorry, guys. Life just... happened, you know? It got complicated."

"Aduh, lo nggak ada perubahan, tetep aja bikin kita semua khawatir." Salah satu temannya menghela napas, Logan, namun tersenyum hangat. "And, damn! You look even more beautiful, as hell!" Lanjutnya, membuat Evelyn tertawa kecil sambil mengusap rambutnya yang agak berantakan.

Another SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang