Episode 50

8 1 4
                                    

Pikiran Chava kacau setelah pertemuannya dengan Michika. Ia pikir pertemuannya dengan Michika akan berjalan lancar seperti harapannya. Kenyataannya? Nihil. Michika tidak bisa ia ajak negoisasi. Sebetulnya, sejak awal ia memang tidak pernah bisa bernegoisasi dengan Michika. Karena yang selama ini melakukan itu kan Oisin.

Sayangnya, dalam hal ini Oisin tak bisa ia andalkan. Kemarin malam, setelah meeting kemudian bicara empat mata dengan Sheila, Chava langsung menelepon Oisin. Tentu saja, ia ingin meminta bantuan Oisin. Ingin agar kali ini Oisin kembali meloloskan permintaannya.

Mempertahankan Michika.

Tapi apa yang ia dapatkan dari Oisin? Oisin bilang, "Gue pernah bilang, gue nggak bakal ngehalangin Michi kalo Michi mau pergi."

Alhasil, Chava tidak memiliki siapa pun yang bisa ia mintai bantuan untuk membuat Michika mau bertahan. Chava masih tidak terima dengan keputusan Sheila yang memperkerjakan tim lain untuk merekrut talent baru sebagai pengganti Michika. Karena nanti, kepecercayaan, sanjungan, dan bonus yang biasa Sheila berikan untuknya, otomatis akan pindah ke orang lain. Chava tidak mau kehilangan itu semua!

Di kala pikirannya yang semrawut, Chava lari ke sebuah tempat. Ya, sebuah tempat yang Oisin larang untuk ia datangi. Diskotek. Sudah pasti jika ke tempat seperti itu, Chava minum hingga mabuk.

"Hm... Baby? Oh, iya... aku di sini, baby... Ke sini... Cepet... Ehemmm... Aku tunggu. Muaaccch!" Chava sudah berbicara melantur pada orang yang baru saja meneleponnya, menanyakan keberadaannya. Yang ia kira adalah Oisin.

Tapi yang muncul adalah Gading. Setelah menutup teleponnya, laki-laki itu segera pergi ke tempat Chava. Ketika sampai, kondisi Chava sudah mabuk berat. Di sekitarnya sudah ada tiga cowok entah siapa yang ikut menemani Chava mabuk. Chava duduk dekat di samping salah satu cowok itu sambil menuang botol alkohol ke dalam mulut cowok itu. "Chava!" Gading langsung menarik tubuh gadis itu agar menjauh dari cowok random yang Chava temui di tempat itu.

Gading sungguh marah melihat Chava bermesraan seperti itu dengan cowok lain. Karena itu, tanpa tunggu apa pun ia membawanya keluar.

Gading mengantar gadis itu ke apartment gadis itu. Kini Gading sudah tidak perlu lagi bertanya pada Chava untuk bisa membuka pintu apartement-nya. Gading sudah tau kodenya karena Chava sendiri yang memberi tahu saat Gading bermalam di kamarnya.

Sampai di kamar Chava, Gading segera membaringkan gadis itu dengan pelan dan hati-hati. Setelahnya, ia perhatikan gadis yang tampak gelisah dalam mabuknya itu. Gading tau apa yang sedang Chava alami. Berita tentang Michika sudah jadi trending topic di kantor. Jujur saja, Gading merasa iba kepada Chava.

Karena itu, ia sudah merancang sebuah rencana masa depan. Ia akan menikahi Chava kemudian meminta Chava berhenti bekerja dari She-Ya. Biar dirinya saja yang bekerja, yang nantinya akan mencukupi semua kebutuhan Chava. Kemudian ia akan memboyong Chava untuk tinggal berdua dengannya di rumah yang ia tempati seorang diri saat ini.

"Gading..." cewek itu tiba-tiba bersuara. Tangannya terulur, menyimit kemeja bagian siku milik Gading.

Gading menoleh, kemudian tersenyum. "Iya, Va. Aku di sini." Laki-laki itu kemudian mengelus lembut kepala Chava.

"Aku harus gimana? Michika ninggalin aku..." gadis itu menangis.

Gading tertegun. Apakah Chava masih mabuk atau sudah terbebas dari pengaruh alkohol? Tidak mau membuat tangis Chava kian jadi, Gading pun terpaksa berbohong. "Michika nggak akan ninggalin kamu."

"Tapi Michika bilang, dia mau pergi..."

"Nggak, sayang. Michika nggak akan ke mana-mana." Gading menghapus air mata yang jatuh dari mata Chava sembari tersenyum. Kemudian untuk sekali lagi ia mengelus kepala Chava dengan lembut, diakhiri dengan kecupan di dahi. "Kamu terlalu capek. Kamu terlalu banyak pikiran. Sekarang istirahat ya?"

The Girl I Met That DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang