Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
⊱┊꒰ ᴅɪᴀɢᴏɴ ᴀʟʟᴇʏ ᴅᴀɴ sᴇᴋᴇʟᴏᴍᴘᴏᴋ ᴘᴇʟᴀʜᴀᴘ ᴍᴀᴜᴛ ꒱
𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐓𝐀𝐊 𝐀𝐃𝐀 𝐋𝐀𝐆𝐈 Diagon Alley yang terasa hangat dan familiar bagi semua orang yang pernah datang dan berbelanja kebutuhan mereka di sini. Hanya ada beberapa toko-toko sihir yang tersisa, sementara sebagian besarnya sudah hancur lebur tak berbentuk. Pecahan-pecahan kaca tersebar dimana-mana, reruntuhan dari dinding bangunan yang hancur terbagi menjadi buah-buah bongkahan besar yang menghalangi jalanan berbata itu, dan banyak sekali poster-poster berdebu yang tertempel di setiap bagian dinding yang masih tersisa, poster dengan wajah-wajah bergerak tahanan Azkaban yang dipenuhi dengan kekejaman dan kebencian.
“Hancurkan segalanya,” perintah dingin dari seseorang, dibalik sebuah topeng Pelahap Maut-nya. “Jangan ada yang tersisa.”
Salah satu dari banyaknya Pelahap Maut yang bergabung pagi ini di bawah perintah sang pemimpin, berjalan mendekat dan berdiri tepat membelakangi punggung besar dan atletis milik sang pemimpin. Dia tampak sangat berhati-hati dan telaten, berusaha untuk menghindari kemarahan atau kemurkaan yang dapat ditimbulkan oleh kecerobohannya dalam memilih kosa kata atau kesalahan kecil dalam gesturnya. Dia berdehem pelan, berusaha untuk menarik perhatian sang pemimpin seperti yang dia harapkan.
“Tak ada lagi yang tersisa, Malfoy.” kata orang itu.
Sang pemimpin, yang dipanggil dengan “Malfoy”, berbalik. Matanya berkilat dingin dan tak berbelas kasih tepat dibalik topeng wajah yang menutupi wajah tampan yang pucat itu. Meskipun tertutupi oleh jubah besar, setiap orang dapat menyimpulkan betapa terdefinisi dan kekar tubuh itu, otot-ototnya yang gagah perkasa berdenyut puas akan berita yang dibawakan oleh Selwyn. Malfoy, berdecih terhibur, suaranya dingin dan terdengar lebih berat dari seseorang seusianya, tujuh belas tahun. Ada seringai kecil yang dingin terbentuk dibawah topeng itu.
“Bagus, Selwyn.”
Pelahap Maut bernama Selwyn itu tak bergeming, hanya terdiam dan menatap sepatu bootsnya yang napak dijalanan berbata yang diinjaknya itu. Para Pelahap Maut yang tersebar, kembali berkumpul tepat membelakangi sang pemimpin. Draco Malfoy, netra dinginnya menyusuri setiap inci tempat perbelanjaan besar warga sihir Inggris yang sudah tak lagi dapat dikenali ini, memastikan semuanya hancur dan tak lagi berbentuk. Tentu saja, ini hanyalah salah satu dari peringatan yang diberikan oleh Lord Voldemort kepada orang-orang yang berani untuk menentangnya dan menolaknya.
“Aku sudah sering bertanya-tanya akhir-akhir ini,” ujar seorang Pelahap Maut lain, dan semua orang tahu kalau dia sedang terhibur, seringai merendahkan yang mengejek terbentuk dengan lihai disudut bibirnya. “Darimana-kah datangnya ambisi besarmu itu, Malfoy?”
Draco Malfoy menoleh, netra kelabunya tak bisa lebih dingin lagi saat dia berjalan mendekat, menatap tepat kepada wajah yang diketahui adalah Walden Macnair yang tersembunyi di belakang topeng wajahnya. Dia melepaskan paksa topeng itu dengan gerakan sederhana tongkat sihirnya, dan tangan kanannya mengepal dengan erat dan kuat saat dia meninju tepat di sudut bibir Macnair, cincin berbentuk ular yang melingkar dan terikat tepat dijari manisnya menambah kejamnya siksaan dari tinjuan itu, membiarkan darah segar mengalir dari sudut bibirnya yang robek dan terluka.