Sissy

537 25 0
                                    

Aku dan Nayla segera beranjak menuju satu sudut ruangan di kamarku, tempat dimana aku menyimpan semua barang-barang yang masih ataupun yang tidak ku pakai.
Di sana terdapat lemari putih bersekat-sekat tanpa pintu berukuran besar, cukup untukku menyimpan barang-barang yang menurutku masih berharga.

"Tempat ini bagaikan museum, rapi, dan penuh dengan barang2 langka" celotehan Nayla membuatku tertawa geli.

"Apaan sih Nay, lebay.."
Nayla membalasku dengan senyum manisnya.

"Lets go.. Kita mulai dari mana Si?"

"Hmm, sini aja.. " aku dan Nayla mulai mencari di laci lemari paling bawah.

"Gimana kalo aku cari sebelah sana aja?" Nayla menunjuk sudut atas lemari dan menarik sebuah kursi untuk tumpuannya berdiri.

"Oke.."

Cukup lama Nayla memilah-milah tas di atas sana. Dan aku pun sudah mengumpulkan macam-macam buku bacaan yg pas untuk anak panti nanti.
Tiba-tiba..

"Si, ini kotak apaan?"

"Kotak? Kotak yg mana maksud kamu?" Aku mulai berdiri menghampiri Nayla karna penasaran.

Nayla menyerahkan kotak mirip koper berwarna kuning yang sudah usang itu. Aku meraihnya, dan segera kubuka.

Kedua tanganku gemetar, jantungku seakan berhenti beberapa detik setelah mengetahui isi dari kotak itu.

Kotak musik merah muda berbentuk komedi putar, dan tiga lembar foto yang sudah agak buram berada di sana.

Tubuhku melemas, tulang kakiku seperti mulai patah.
"Brukk.." seketika tubuhku terjatuh tak berdaya.
Nayla pun tersentak kaget mendengarku tersungkur di lantai.

"Sissy,, kamu kenapa?" teriak Nayla yg turun dari kursinya dan segera mendekatiku.

Pandanganku kosong, butiran-butiran kecil mulai jatuh di pipiku. Mataku hanya tertuju pada benda yang masih ku genggam .

Nayla yang kebingungan dan panik mulai mempertanyakan keadaanku dan apa yg sedang terjadi karna ucapan Nayla sudah tak ku hiraukan lagi.

"Si, ngomong dong kamu kenapa? Jangan cuma nangis gini.."
Nayla benar2 panik, sedangkan tangisku mulai menjadi-jadi.

"Ya udah, kamu terusin dulu nangisnya aku tunggu sampe kamu tenang yaa, baru kamu cerita sama aku" kata Nayla sambil menenangkanku di pelukannya.

Setelah beberapa saat kupikir aku mulai tenang dan sudah saatnya aku menceritakan semua pada Nayla.

Aku menyerahkan kotak itu pada Nayla dan menghapus air mataku.

"Kamu beneran udah tenang Si?"
Aku pun mengangguk.

"Ada apa dengan koper ini, kotak musik, dan foto2 ini?"

"Ituu.."
Belum sempat aku meneruskan kata2ku, Nayla sudah memotongnya..

"Bentar2, aku tau.. Ini foto2 masa kecil kamu kan, kotak musik ini juga punya kamu kan?"
Aku mengangguk lagi.

"Tapiii, anak laki2 di samping kamu ini siapa Si?" Nayla bertanya sambil mengerutkan dahinya dan menunjukan foto 2anak kecil berumur sekitar 4tahun yg sedang bermain ayunan.

"Itu Digo" jawabku.

"Digo, siapa Digo? "
Butiran air kembali menetes dari sudut mataku. Dadaku terasa makin sesak jika ku tahan.

"Digo sahabat kecil aku Nay,,"

"Sahabat kamu? Trus sekarang dia ada dimana? Kok kamu gak prrnah cerita sama aku?"

Ku jawab pertanyaan Nayla yg bertubi-tubi itu dengan gelengan.

"Aku sendiri gak tau Nay dia dimana,gimana kabarnya, bahkan sejak kapan aku nglupain dia aja aku gak tau,," ucapku dengan terbata-bata.
Nayla mengelus lembut pundakku agar aku kembali tenang dari tangisku.

"Kamu tau kan dulu aku lahir di Jogja, sama seperti Digo Nay. Tanggal lahir kita hanya beda seminggu. Orang tua kita juga bersahabat, dan itu menurun ke kita bersahabat sejak kecil,karna rumah kita juga bersebelahan. Bahkan tidak jarang aku dititipkan dirumah Digo kalo orangtuaku kerja diluar kota, begitupun sebaliknya, makanya kita itu susah banget buat dipisahin"

Kuambil nafas panjang untuk sejenak menenangkan diri, dan Nayla masih sabar menunggu lanjutan ceritaku dengan tetap mendekap punggungku dan sesekali ikut menyeka air mataku yg terus mengalir.

Kuteruskan kembali ceritaku.

"Kemanapun kita selalu berdua, sampai waktu itu pulang sekolah, Digo terlalu seneng karena dia dijemput sama mamanya,dari kelas sampai pintu gerbang sekolah dia lari sampe aku gak bisa ngejar, mama Digo udah nunggu di seberang jalan, Digo lari kesana tanpa liat kanan kirinya, tiba2 dari ujung jalan ada mobil kenceng banget Nay, ketika Digo sudah sampai di tengah jalan, mamanya teriak sekencang-kencangnya dan mendorong Digo dari sana, Digo selamat.. Tapii.."
Aku berhenti, hampir tak kuat lagi bercerita.

"Tapi apa Si??" Nayla penasaran.

"Tapi mamanya Digo Nay.. aku menjerit, digo hanya mematung, dan tiba2 seketika tempat itu menjadi ramai,, mama Digo sempat dibawa ke RS tapi tak tertolong, bayangkan Nay gimana hancurnya Digo saat itu, dia gak nangis, dia cuma diem,dan gak ada satu orangpun yg berhasil ngjak dia bicara. butuh waktu sangat lama untuk membuat Digo kembali seperti biasa. bahkan kita semua hampir menyerah, baru setelah dia denger aku sakit Digo akhirnya mau bicara dan menangis di depanku.. "

Aku masih tetap menangis, sampai mataku bengkak dan merah.

"Istirahat dulu Si, kita pindah ke balkon ya.." Nayla menuntunku menuju balkon.

"Kamu di sini dulu, biar aku ambilin minum.. Nanti terusin lagi" aku mengangguk lagi.

Pandanganku agak buram, Kepalaku terasa sedikit pening, saat ini otakku hanya berisi tentang Digo dan Digo.

Nayla pun kembali membawakanku segelas air putih,segera kuraih dan meminumnya.

"Kamu yakin masih kuat?"

"Ya Nay"

"Trus, gimana bisa kamu lupa sama Digo?"

"Emtahlah, waktu itu aku cuma denger kita sekeluarga harus pindah ke luar negeri karna papa dapet kerja disana, dan itu artinya aku harus pisah sama Digo,aku cuma bisa nangis Nay.. Dan Digo mendengar kabar itu dari papanya, dia malah jadi gak mau ketemu sama aku,sampai aku mau pergi pun dia masih seperti itu. Menyendiri dikamar, seperti saat mamanya pergi.."

Aku menundukan kepalaku, Nayla mendekap punggungku karena melihatku mulai menitikkan air mata lagi.

"Maafin aku Si, tadinya aku hampir marah aku pikir kamu sengaja menyembunyikan keberadaan Digo.."

"Nggak lah Nay. Kita kan harus selalu jujur, katanya kita sahabat, jadi aku gak mungkin nyembunyiin apapun dari kamu"

Nayla tersenyum lega dan memelukku sangat erat.

"Jadi, sampe sekarang kamu gak tau alamat ato minimal no.telefon rumahnya gitu?"

"Sama sekali gak tau Nay, karna Digo gak mau ngmong sama aku, aku dah coba telpon ke rumahnya berkali2 bahkan hampir tiap hari tapi cuma diangkat sama bibi nya, sampe suatu hari aku kehilangan jejaknya, no.telfon rumahnya gak bisa dhubungi lagi, bahkan nomer papanya juga, mereka seperti tiba2 menghilang dan itu sampe sekarang,,"

"Sampai adanya Tristan di kehidupanku,, " tambahku lagi.

Kusandarkan kepalaku di pundak Nayla, memandang langit sore yang agak mendung saat itu.

Ku hirup nafas panjang, tanda sedikit leganya perasaanku setelah bercerita dengan Nayla, dialah orang yang setia menjadi tong sampah semua curhatanku yang lebih dari sekedar lembaran-lembaran buku diary.

Like nya jangan lupa yaaa..

Kembali UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang