Sissy

397 21 0
                                    

Kutemukan kamar itu, aku masuk perlahan seperti mengendap-ngendap dan melihat setiap sudut ruangannya. kupikir sepertinya Galang itu boros. Terlihat dari pendingin ruangan dan lampu kamarnya yg tak dimatikan. Pintu juga dibiarkan terbuka begitu saja.

Kamar yg cukup besar ini didominasi warna merah, hitam dan putih memang benar2 pas buat anak laki2. Tapi menurut pengamatanku yg baru saja mengenal Galang yg humoris dan dewasa sepertinya kamar ini kurang cocok untuknya. Ini lebih cocok untuk orang yg agak pendiam, dan suka sendiri. Mungkin aku saja yang sok tau.

Saat aku melangkang ingin membuka jendela aku melihat foto yg terpasang didinding dan membuat mataku terbelalak.

"Bukan foto Galang!!??" kataku.

Benar saja jika perkiraanku mengatakan kamar ini tak cocok untuk Galang karena sepertinya aku salah masuk kamar.

Kemudian mataku tertuju pada benda2 di atas meja belajar yg terletak dekat tempat tidur, berjejer foto2 yang tertata rapi disana. Kuraih satu frame warna putih, kupandangi sosok laki2 dalam foto itu yg seakan tersenyum manis padaku, bulu matanya yg lentik mengalahkan milikku, pandangannya yg begitu tajam menghadap kamera, ia mengenakan kemeja biru yg kontras dengan celana putihnya.

Kuraba halus gambarnya dengan jemariku, Tampan sekali, bahkan aku tak merasa bosan memandangnya.

"Kamu pasti Digo..??!!" ucapku pelan. Ya.. Gak salah lagi. aku masih ingat mata ini, senyum ini, hanya milik Digo"

Disamping jajaran foto2 itu ada satu benda yg menyita pandanganku, aku bahkan tersentak tak percaya. Kuletakkan foto Digo yg ku genggam. Lalu meraih kotak musik miliknya dengan bentuk dan warna yg masih sama seperti pertama kali aku memilihkannya.

"Digo masih nyimpen kotak musik ini, jadi.. Dia masih inget sama aku.." aku tersenyum sambil menangis. Keduanya melukiskan perasaanku saat ini. Bahagia dan terharu menjadi satu kesatuan yg sulit kuutarakan.

Kubawa dan kuputar kotak musik itu, suaranya masih sangat merdu. Aku duduk berselonjoran di sofa merah dekat jendela yg ku buka, Aku benar2 terhanyut dalam suasana hati yang ku rangkai sendiri di kamar ini, aku sudah sangat tidak sabar ingin bertemu dengan Digo. Ingin kembali memeluknya dan mengucapkan kata rindu.

_ _ _ _ _

Entah berapa jam aku terjaga dengan posisi seperti ini,aku bangun dengan kotak musik masih dipangkuanku yg terus memutarkan lagunya. Mata masih kupejamkan, karena masih ingin menikmati berada di sofa nyaman ini.

Tiba2 ada suara keras mengagetkanku hingga kotak musik Digo jatuh dari pangkuanku.

"Siapa loe.. Ngapain loe dikamar gue??" bukan suara Galang.
astaga, ini Digo. Entah sejak kapan dia masuk dan berdiri tepat disampingku.

"A.. Akuuu.." aku beranjak dari sofa dan berdiri dihadapannya.

"Keluaaar..!!" bentaknya tepat ditelingaku.

"Taa..tapiii.."

"Cepet keluaar, ayo siniii siapa yg nyuruh loe masuk kamar gue dan ngobrak-ngabrik barang2 gue?"

Suara Digo semakin meninggi,dia menarik tanganku dengan keras dan membawaku keluar dari kamarnya tanpa mendengarkan penjelasanku dia membawaku turun melewati tangga sampai aku hampir terjatuh dan nafasku terengah-engah.

Aku hanya menunduk diam menerima perlakuan Digo, aku sangat takut dan ingin menangis. Ini harus kutahan,aku tak ingin terlihat lemah. Sudah tak ada lagi keberanian di diriku untuk menjelaskan padanya bahkan tak satu katapun bisa keluar dari mulutku.

Simbok yg mungkin mendengar teriakan Digo berlari keluar dari dapur dengan tergesa.

"Ono opo to mas kok teriak2??" (ada apa sih mas kok teriak2)
Simbok bertanya dengan cemas dan melihatku yg hampir menangis berdiri dibelakang tubuh Digo.

"Cewek ini masuk kamar Digo mbok, dan mbok kan harusnya tau gak ada satupun orang yg boleh masuk kecuali Digo yg minta.."

"Tapi ini kan mbaaak..."

"Wis mbok, Digo ndak mau ada orang asing masuk kamar Digo lagi"

"Aku minta maaf.." ucapku lirih dengan jantung dan nafas yg masih tak beraturan.

"Gue gak butuh maaf dari loe.." Digo pun menjawab pelan namun membuat sakit di ulu hatiku.

Akhirnya Galang pun muncul dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi karena melihat wajah Digo,aku dan simbok yg serba tegang. Digo seperti tak bisa dikendalikan, bahkan dia tak mau mendengar penjelasan dari mbok Sumi sedikitpun.

"Ada apa nih kok mukanya pada aneh semua?"

Pertahananku runtuh juga, air mata yg kutahan sejak tadi akhirnya meluap dan membasahi kedua pipiku. Aku menangis sesenggukan. Sudah tak peduli lagi bagaimana wajahku saat ini, kecewa, takut, tapi tak ada yg bisa kulakukan.

"Sissy, ada apa? Kenapa kamu nangis??" aku masih membisu.

Digo yang mendengar Galang menyebut namaku, seperti terheran-heran. Mungkin dia kaget, sehingga dia langsung membalikkan badan menghadapku yg terus menunduk kaku berdiri dibelakangnya sejak tadi. Tangisku semakin gencar mengalir. aku memberanikan diri memandang Digo,Mungkin hidungku sudah merah seperti badut sekarang. Digo masih dengan wajah geramnya memandangku.

"Maaf.." kataku kedua kalinya.

Digo tak menjawab dan kembali memandang Galang,
"Diaaa..??" Digo bertanya pada Galang dengan penuh kebingungan.

"Iya,, dia Sissy.. loe apain dia sampe dia nangis?" tanya Galang tapi Digo tak menjawab.

"Tadi simbok sudah mau menjelaskan ke mas Digo, tapi ndak di gubris.."
Mbok Sumi menghampiriku mendekap dan menenangkanku.

"Kamarnya udah siap kan mbok? Ayo mbok bawa Sissy ke kamarnya,, Galang ikut menunjukan kamar yg akan kutempati.
Digo, tetep disitu gue mau ngomong sama loe.." katanya kemudian pada Digo

_ _ _ _

Sampai dikamarku,aku menjelaskan semua pada Galang.

"Kakak ngerti kok, ya udah kamu tenang aja istirahat disini biar kakak jelaskan semua kesalah pahaman ini ke Digo,.."

"Tunggu kak, jangan marah sama Digo.. Aku yg salah.. Sampaikan maafku juga ke Digo.."

"Iya.."

Kedewasaan Galang membuatku sedikit merasa lega, semoga dengan penjelasan Galang nanti Digo bisa mengerti dan mau memaafkanku yg telah lancang masuk ke kamarnya.

_ _ _ _ _

Kembali UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang