Enam Belas

151 13 1
                                    

"Masih sakit?"

"Plis," katamu. "Teh anget ga bisa nyembuhin memar di lambung lo."

Aku tertawa sendiri mendengar nada sinismu. Aku majukan kursiku.

"Ga bisa jalan dong?"

"Nggak," katamu. Lalu setelah dua detik, "eh, kalo jalan-jalan bisa. Kenapa? Lo mau ngajak gue jalan?"

"Enggak ih!" aku merasa orang terjayus di dunia karema tertawa di setiap kalimat yang kau ucap.

"Ga bisa jalan, ga bisa lari dong?"

"Menurut lo?" kau jawab.

"Nggak."

"Pinter."

"Berarti lo ga bisa ngejar gue?"

Kau menoleh hampir mendadak sampai teh yang kau pegang berombak. Lalu kau mengabaikanku.

"Ngapain merem?"

"Gue malu."

"Haahh?"

"Gue ga mau liat lo yang liat gue malu."

Aku mencernanya sebentar. "Hahahah. Malu kenapaaa!"

"Gila ya, gue heran sama orang-orang dulu kok doyan surat-suratan. Bikin puisi gitu. Surat cinta."

"Ya kan gentle!"

"Nggak, lah! Gentle-an ngomong langsung! Surat-suratan itu konyol. Ibaratnya itu ngomong lewat line."

"Enggak, lah!"

"Iya, lah! Emang elo pernah ngerasain?"

"Ya enggak, sih."

"Gue kasih tau, ya. Soalnya gue pernah. Gue pernah nulis surat ke cewek."

Aku pasang wajah bego, "oh ya?"

"Iya. Barusan malah."

"Oh gitu?"

"Iya. Gue kasih tau lagi," kau mulai menggunakan bahasa tubuh. "Bikinnya susah."

Aku hanya tertawa.

"Serius. Gue mikirin kata-kata buat ditulis itu kira-kira... Mmm, empat bulan. Jadinya paling cuma dua paragraf."

Hah? Bukannya dua kalimat ya? "Trus trus?"

"Trus nulis sekali, rasanya kayak kurang gitu. Tulisan gue jelek, sih."

"Gue setuju, hahahahah!"

"Gue ulang lagi. Ulang lagi. Terus gitu."

"Masa sih?"

"Iya. Trus habis nulis gitu, gue bingung kan mau diapain, bayangin, Mai. Elo pengen nembak orang pake sehelai kertas lecek gitu."

"Hahahahah!"

"Kan nggak elit!"

"Iyaaa," aku gemes. Serius.

"Gue sampe nemu ide bodoh sumpah. Dan gue ngerasa gue jauh lebih bodoh setelah sadar ide itu asalnya nggak dari google tapi dari otak gue sendiri. Tau nggak apa?"

"Apa?"

"Pertama, gue pengen nyemprotin parfum ke kertasnya."

Sumpah. Aku ngakak.

"Kan keren gitu, Mai! Kayak yang di majalah-majalah itu lho, iklan parfum, asik kan! Biar sekalian cewek ini tau kalo yang nulis itu gue," kau juga tak dapat menahan tawamu ternyata. "Trus gue sadar itu konyol banget. Goblok, malah. Bayangin ada orang yang liat trus nyium bau gue di selembar kertas lecek, aduh. Gue ga bayangin, serius."

Pintu KayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang