Delapan Belas?

113 10 0
                                    

Minggu ke-29 di kelas 11.

"Eh, kok pada berdiri?" aku segera melepas headset. "Mau kemana semua ini?"

Aku menepuk bahu Dayat yang duduk di depanku. "Yat, ini disuruh ngapain?"

Dayat hanya menggeleng--- seolah aku adalah contoh buruk bagi siswa di Indonesia.

"Ayolah!" mohonku.

"Makanya kalo ada guru ngomong itu didengerin."

Dayat pergi sehingga aku berpaling kepada teman sebangkunya--- Yosi. "Eh, ini disuruh ngapain?"

"Gabung kelompok masing-masing, lah," jawabnya. "Lo sama siapa?"

"Mana gue tau!" keluhku. "Lo sama siapa?"

"Lupa. Ada Ika pokoknya."

Ika.

Nama orang yang tidak akan mengecewakanku kalau kuberi pertanyaan. Aku segera berjalan ke mejanya.

"Kak!" panggilku.

"Apa?"

"Gue sama siapa?"

Ika berpikir sebentar. "Kelompok 3. Sama Hesti, Rafi, sama Evan."

Aku berkedip. "Serius?"

"Iya, lah. Kenapa?"

Aku berkedip lagi. "Gapapa."

Semua sudah berkumpul dengan kelompok masing-masing saat aku mengambil hape dan headset di mejaku.

Kursi di sebelah Hesti kosong. Aku pun duduk di sebelahnya, (harusnya) berhadapan denganmu.

Rafi yang duduk di depanku dan Hesti, sudah memutar kursinya agar berhadapan dengan Hesti. Kau tak melakukan hal yang sama.

"Van, sini," suruh Hesti.

"Iya, ntar."

Aku tahu betul alasanmu tak memutar kursi kearahku. Sudah sebulan lebih kita tak melempar tatap.

Aku tahu betul keadaannya akan canggung bila kau memutuskan untuk hadap belakang. Sudah sebulan lebih kita tak saling bicara.

"Ayo, Mai," ajak Hesti.

Aku tidak diam saja memperhatikan Hesti dan Rafi bekerja. Kau diam saja sambil mengamati hapemu.

Inginnya sih kembali dalam lamunan, diiringi musik dari playlist baruku. Apadaya Hesti memilih bangku depan meja guru.

"Dasar anak rajin," umpatku.

Aku ikut menyalin jawaban, mengeluh dalam hati. Kau tak ikut mengerjakan tugas ini, Hesti mengeluh keras-keras.

"Dasar anak males," sindirnya.

Kau menoleh, "kok gue ngerasa dipanggil ya?"

"Nggak ih," Hesti bilang. "Aku ga ada urusan sama kamu."

"Ya udah."

"Sana balik ke kelompok kamu."

Kau bingung, "lah, kan kelompok gue ini!"

"Apanya," sahut Rafi. "Liat aja, ada nggak nama elo di lembar jawabannya?"

Kau merebut lembar jawaban yang kupegang. Jari kita bersentuhan. Selama 0,26 detik lah. Membuat kita sama-sama tersentak. Menelan canggung mentah-mentah.

"Eh, iya lho," katamu. "Kok ga ada sih!"

Hesti bilang, "emang kamu ikut ngerjain?"

"Enggak."

Pintu KayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang