Dua Puluh

144 12 1
                                    

"Gimana kemaren?"

"Apanya?"

"Ya kamu sama Faris," kau bilang, menjatuhkan diri ke kursi. "Ngapain aja?"

"Ya... Gitu," aku mengabaikan matamu yang menunggu balasan. Tulisan-tulisan di mejaku lucu juga. Ini lebih menarik daripada kedua matamu. "Gue males ngomongin itu."

Ada rumus fisika, lirik lagu, ada juga aksara jawa yang tak bisa kubaca.

Tunggu. Aksara Jawa? Bahkan di kelas ini ada siswa asli Jawa saja aku tak tahu.

"Ini siapa yang nulis, coba?" tanyaku, menunjuk ke meja.

"Mai, gue tau elo males kalo gue nanya tentang Faris, dan elo bakal langsung ngalihin perhatian, tapi---"

"Gue gak ngalihin perhatian!" protesku. "Liat deh!"

"Itu ngalihin perhatian, Sayaaang," kau bilang. Aku bersyukur wajahku sedang menghadap ke meja saat itu. Kalau tidak kau akan menggodaku karena menjadi semerah tomat.

"Aku hafal gerak-gerik kamu, udalah," kau meletakkan telapakmu diatas aksara jawa yang kutunjuk. Menutupi semuanya. "Liat aku. Masa cowok ganteng gini kalah sama huruf alien sih."

Aku menoleh dengan kasar, "apaan?"

"Kemaren ngapain aja?"

"Ga ngapa-ngapain."

"Lo diajak kemana?"

"Rumah."

"Rumah dia?"

"Rumah gue, bego. Gue dianter pulang."

"Oh, gue kira ngapain."

"Ngapain?" tantangku.

"Enggak."

"Ngapain!"

"Enggak, gapapa," akumu. "Ayo lanjutin ceritanya."

"Gue ga mau cerita, kok."

"Harus," paksamu. "Demi gue."

Aku diam menatapmu melepas jaket dan meletakkannya di meja. Aku tahu jaket itu takkan digantung di kursi. Aku tahu, aku hafal.

Aku diam menatapmu mengeluarkan isi tasmu yang untuk pertama kalinya terisi buku. Ajaib sekali.

Sekarang di depanmu ada buku tulis. Kau membuka bukumu persis ditengah-tengah, lalu mengambil bolpen dari tempat pensilku.

"Pinjem."

Kau mulai menggambar.

Sebuah lingkaran.

Lalu kau menarik garis kebawah, juga kesamping kanan-kiri, dan di bawah lingkaran lagi ke kanan dan kiri.

Ini gambar klise untuk orang yang tidak bisa menggambar.

Sebuah stickman.

Kau lalu menambah rambut yang diikat kuda, juga ekspresi wajah yang memberitahuku bahwa stickmanmu bahagia.

"Ini gambar apa?" kau tanya.

"Orang."

"Cewek, tau."

"Cewek emang bukan orang?"

Setelah menatapku sinis kau mengalah, "iya-in aja deh."

Kau menggambar bentuk hati--- besar sekali. Sehingga yang kau sebut cewek ini berada didalamnya.

Di atasnya, kau menulis dengan huruf besar dan tebal: HATI EVAN.

"Kalo ini gambar apa?"

Aku menatap buku tulismu yang untuk pertama kalinya berhias tinta. Kemudian menatapmu dengan datar, "crepes."

Pintu KayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang