Sepuluh?

169 14 0
                                    

Hari ke-101 di kelas 11.

"Mai... Gue mau curhat."

"Sini sini," aku menyuruh Yosi duduk di kursi kosong sebelah kiriku.

"Oke gue cerita ya, lo makan aja."

"Okeh," kataku sambil menyuap nasi.

"Gue galau. Gue kesel sih sebenernya. Pokoknya ini gara-gara Pita."

"Gimana, gimana?" tanyaku sambil menyuap tempe.

"Dia minggu lalu ngajak gue nonton kan, ya udah gue hari ini nelfon dia-- nanya jadi apa enggak. Eh, yang ngangkat malah cowoknya," Yosi melanjutkan dengan seribu umpatan.

"Trus?" tanyaku lagi.

"Yaudah, gitu aja," jawabnya sambil menyuap nasi dan tempe milikku.

"Gitu aja??"

"Iya lah," Yosi mengunyah sebentar kemudian menelan, "emangnya gue cewek-- yang kalo curhat sampe kayak endingnya trilogy? Dibikin part 1 part 2? Saking panjangnya?"

Aku tertawa keras. "Bisa aja lo."

"Bisa lah, gue gitu lho," kata Yosi sambil menyuap nasi lagi.

Aku melihat ke papan, "btw, kok Pita brengsek banget gitu sih? Udah punya pacar tapi masih ngajak lo nonton."

"Makanya," jawab Yosi diantara kunyahannya.

"Padahal dia tau lo pasti baper."

"Ga juga sih. Kita udah biasa nonton berdua," kemudian dia menyuap lagi, "gue kehel gawa-gawa dia ngayak--"

"Telen dulu!"

Ia menelan. "Gue kesel gara-gara dia ngajaknya pas pacarnya ngajak dia pergi. Ya mana gue tau cowoknya ulang tahun minggu-nya. Dipikir gue maknya apa."

"Serius??"

"Iya. Pita yang ngawur," Yosi pun makan lagi.

"Lagian udah punya pacar kok masih jalan sama cowok lain," komenku.

"Eh," ia menunggu mulutnya kosong. "Gue itu sahabatnya! Jadi gapapa."

"Iya sih."

"Beda sama elo. Kalo elo ngawur beneran."

"Ih kok gitu??"

"Ya elo udah punya pacar masih aja jalan sama cowok lain," Yosi meletakkan tempat makanku di meja dan beranjak, "dan Evan kan bukan sahabat lo. Jadi ga boleh. Kesimpulannya, elo seling--?

"KURANG AJAR LO!"

"--KUH!" teriaknya sambil lari keluar kelas.

Aku kembali duduk untuk melanjutkan makan.

Kemudian aku sadar bekalku sudah dihabiskan bocah tadi.

.

Hari ke-109 di kelas 11.

"Napa?"

"Napa, Mai?" tanyamu lagi.

"Lo kenapa, Mai?" tanyamu, menyenggol tanganku.

Aku tidak menoleh, "jalan yuk."

"Hah? Jalan?"

"Iya."

"Mai, serius-- lo kenapa sih? Liat gue dong kalo ngomong," katamu. "Lo kok serem gini sih?"

"Ayo jalan."

"Lo beneran ngajak gue jalan??" dari ujung mataku kau terlihat kaget, "yaelah, Mai. Apa guna pacar?"

Karena aku suka melihatmu tersenyum, aku pun menoleh. Hanya untuk menatapmu menelan ejekanmu.

Pintu KayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang