Sepuluh

147 17 1
                                    

"Ga mungkin."

"Iya, ngga mungkin."

"Ga percaya gue."

"Lho, sumpah gue ga suka siapa-siapaaa," Yosi meyakinkan.

Dan tidak berhasil meyakinkan siapa-siapa.

"Bro, lo itu anak SMA. Lo itu udah puber. Lo itu remaja! Lo gak normal kalo gak lagi ngejar cewek, Yos!" kau menimpali.

"Ayolah, rahasia lo ga bakal nyebar kok," bujuk Ika, "tenang!"

Dayat bertopang dagu mendengar sahabatnya terus beralasan.

"Jujur aja, Yos," Julia memaksa. Sedikit mengancam-- dengan gaya cewek preman khas dia.

"Gue mau jujur apa cobak? Masa gue harus nyebut nama orang kalo nyatanya gue ga lagi nggebet dia?"

Aku memutar mata. "Yos, yos. Lo pikir disini ga ada yang pernah dicurhatin apa sama elo? Lo pikir disini ga ada yang tau?"

Mata Yosi melebar sampai aku takut bola matanya copot. "Hah?! Siapa??"

Mataku menyipit sampai hal yang aku lihat hanya wajah kaget Yosi. Jariku menunjuk diriku sendiri, memberi tahu Yosi bahwa aku lah yang punya segala jenis rahasia miliknya.

Yosi berpikir sebentar. Kemudian ia tersentak, "YA AMPUN MAI! BUKAN CEWEK ITU KAN YANG ELO MAKSUD?!"

Yang lain langsung semangat mendengar respon Yosi. Ika dan Julia tidak bisa menahan suara mereka, "hayo siapaaaaaaa???"

Kau sendiri sudah menembaknya dengan selusin nama cewek.

"Siapa Yoooss??"

"Ayo Yos ceritaaa!!"

Aku tertawa sementara Dayat menyembunyikan senyum dibalik tangannya.

"Haduh iya deh iya, gue cerita," sambil memasang muka pasrah, Yosi melanjutkan, "tapi gue beneran ga suka sama cewek ini. Jadi gue tadi ga boong."

"Eh? Apanya," bantahku.

"Oke fine-- gue SEMPET suka. Sempet. Jangan lupa kata itu."

"Sempetnya dua tahun tapi," celetuk Dayat.

Yang lain tertawa kaget karena jawaban Dayat. Setengah karena ternyata Yosi sempat mengejar cewek selama itu-- setengah karena Dayat mau membuka mulut sekalian membuka rahasia temannya.

"Gue mulai ya, ehem," setelah berdeham ia menunggu semua diam, "oke. Jadi gini. Gue emang dulu ngejar dia. Lama lagi. Dia temen gue dari kecil. Dan gue juga udah suka sama dia ya dari kecil itu. Namanya Pita.

"Gue ngejarnya sih baru 2 tahunan, dan entah kenapa gue ngerasa kayak udah seumur hidup ngejar dia. Wetseh. Gue gatau kenapa gue ditolak. Padahal kita udah deket banget-- ah gue ga tau deskripsiinnya gimana. Hahahah," Yosi tertawa kosong, "udah ah ntar gue baper."

Dayat merangkul dan menepuk bahunya. Which makes their friendship cute as hell.

"Yat, gue juga mau lho digituin," goda Ika sambil menepuk bahunya sendiri.

Yang lain tertawa.

"Eh, tadi siapa namanya? Apa-- gebetan lo?" tanyamu.

"Pita," Yosi menjawab.

"Ah kok gue ga kenal... Pita siapa?"

"Dyah Pitaloka."

Kau berpikir sebentar, "gak kenal."

Memang kebiasaanmu untuk tahu semua orang dan diketahui semua orang. Memang keharusan bagimu untuk kenal semua orang dan dikenal semua orang.

"Eh, bentar..." ucap Ika pelan seperti mengingat sesuatu, "itu bukannya nama-- Anu-- Eh, apaya..."

"Nama tokoh sejarah?" tebak Dayat.

"Iyaaa!"

Dayat memang luar biasa pintar.

"Masa sih Yos?" tanya Julia. Julia memang luar biasa malas membaca buku sejarah.

"Iya, setahu gue," kata Yosi, "tapi gue lupa Dyah Pitaloka itu siapa."

"Ratu Singosari," asalku.

"Nah ya itu!" Yosi setuju dengan semangat.

Aku, Ika dan Dayat tertawa lepas. Kau tak mengerti, "apaan sih?"

"Dyah Pitaloka itu istrinya Hayam Wuruk dan bukan ratu Singosari," Dayat menanggapi-- tetap tertawa.

Sekarang kamu dan Julia ikut ngakak. "Gitu di iya-in, Yos! Hahahahaha!!"

Dayat mengacak-acak rambut sohibnya-- yang membuat anak itu terlihat luar biasa konyol.

.

"Yah, Yosi lagi," kataku setelah mulut botol berhenti di Yosi.

"Truth," kata anak itu.

"Gue tau," Julia pun mengajukan, "lo kan udah move on ya, nah itu gara-gara siapa?"

"Yeee itu mah sama kayak pertanyaan tadi, Jul!" bantah Yosi, "lagian, gue move on gara-gara gue sendiri kok. Kan gue cowok perkasa. Aseeek."

"Ha, masa sih? Pasti ada cewek lain lah. Gue ini masih keganjel kalo belom tau lo lagi deket sama siapa."

"Ga deket sama siapa-siapa!"

"Yah... Padahal kata Acha..."

"Kata Acha apa??" Yosi hampir lompat dari kursinya. Dia belum mendengar gosip tentang dirinya yang keluar dari mulut cewek cantik ini.

"Kata Acha, lo lagi deket sama..."

Semua diam.

"Sama..." Julia sengaja mengulur waktu.

"Sama siapa ah baji--"

"Sama Maidi!!" potong Julia-- membungkam Yosi. Semua kaget.

"HAAAAHHH???"

Tiga orang melongo. Dua orang melotot, yang satunya membantah, "GAK MUNGKIN."

Yang membantah ternyata kamu. Yosi malah tertawa.

"Boong itu," aku membenarkan, "ya gue emang deket ama Yosi tapi bukan deket yang kayak gitu kaleee!"

Julia beroh-oh ria tapi Ika hanya memandangku tanpa berkomentar.

Suasananya berubah.

Saat ia memutar botol dan melihat tutupnya menghadap ke kamu, wajahnya masih serius.

"ToD?" dengan kaku Ika bertanya.

"Truth."

Tetap pada raut itu, Ika berkata, "oke, sebenernya gue pengen tanya ini ke elo-- dari lama banget."

Ika ingin bertanya padamu, tapi mengapa ia menoleh kearahku?

Jantungku melompat-lompat, tapi mengapa paru-paruku yang tidak berfungsi?

Nafasku menghalangi jalan Jantung yang sekarang dalam perjalanan keluar. Merangkak.

Ia terpaksa menunggu sebentar di tenggorokanku.

Padahal ia sangat-sangat tidak ingin menyaksikan ini.

Pintu KayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang