Maddie's POV
"Ms. Jasmine is expecting you two to meet her in front of Music Room after school, It's about something important, she said"
Itulah yang dikatakan salah seorang siswi padaku dan Shawn pagi ini, dan itu juga yang menjadi alasan mengapa aku dan Shawn masih berkeliaraan di koridor yang sepi saat ini.
Aku melangkahkan kakiku agak cepat, mencoba menyesuaikan langkah Shawn yang besar. Dan tampaknya, ia tidak peduli dengan kesulitanku dalam menyamakan langkah kami.
Aku menatap Shawn yang memfokuskan pandangannya ke depan. Dari samping, wajahnya terlihat sangat sempurna, dengan sharp jawline, tatapan yang serius—rasanya seperti ia menatap langsung ke dalam jiwamu—lalu alisnya yang tebal dan terbentuk sempurna, dan yang terakhir bibirnya yang—
Tunggu dulu.
Kenapa aku membicarakan soal bibir?
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mencoba melupakan gambaran bibir Shawn yang baru saja aku lihat. Aku benar-benar sudah mulai gila.
Aku menghela nafasku pelan sebelum akhirnya kembali memperhatikan laki-laki di sampingku yang berjalan layaknya ia berjalan sendiri, tanpa menyadari ada seorang perempuan yang sedang kesusahan menyamakan langkah dengannya.
Karena suasana yang canggung, aku memutuskan untuk mengeluarkan suaraku.
"Menurutmu, kira-kira kenapa Ms. Jasmine meminta kita datang ke ruang musik?" tanyaku.
Ia menangkat kedua bahunya, "Entahlah," jawabnya, tanpa menatap lawan bicaranya.
Aku tidak tahu ini sudah ke berapa ratus kalinya Shawn mengatakan kata 'Entahlah' dalam seminggu terakhir. Aku sudah berhenti menghitung di hitungan ke-78.
Aku tidak tahu apa ini hanya perasaanku saja atau memang Shawn berubah menjadi lebih 'kalem' sejak seminggu yang lalu, sekitar sehari setelah hari kebahagiaanku—atau bisa disebut hari dimana aku berhenti berstatus sebagai single.
Shawn menjadi lebih aneh setelah aku bersama dengan Cam.
"Hey Shawn"
"Hmm?"
"What is wrong with you, actually? Are you sick or some—"
"Oh look, that's Ms. Jasmine, she's waiting for us. Come on"
Aku menghela nafasku. Kejadian ini sudah terjadi berulang kali selama seminggu terakhir. Ia akan selalu memotong ucapanku saat aku menanyakannya.
Menyebalkan.
Aku menatap punggung Shawn yang sudah agak jauh di depanku. Ia memotong ucapanku bersamaan dengan mempercepat langkahnya, membuatku tertinggal di belakang.
Ms. Jasmine memang sudah berdiri di depan pintu ruang musik dengan beberapa berkas di tangannya dan menyender pada pintu ruang musik yang tertutup. Okay, mungkin ia memang menunggu kami.
Shawn beruntung karna alasannya sedikit masuk akal kali ini.
Karna biasanya, ia benar-benar bodoh dalam memilih alasan, seperti yang terjadi dua hari yang lalu, saat aku menanyakan hal yang sama saat kami sedang berjalan ke rumah kami.
"Kenapa diam sekali? Apa ada yang salah? Apa kau—"
"Ah, lihat! Langitnya mendung sekali. Kita harus segera sampai di rumah sebelum hujan!"
Dan tebak apa? Dia langsung berlari pelan meninggalkanku di terik matahari.
Yeah, terik matahari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting U To Be Mine [S.M]
Fanfic[WARNING!!!] I wrote this story when I was just a kid, there are so many cringe parts that will make you want to puke. Read at your own risk. DONE editing, but still cringe. I'M WARNING YOU. Bagaimana perasaanmu jika persahabatan yang telah kau jal...