Chapter 40

632 60 2
                                    

[A/N: As I promised, here's the new chapter! Happy reading!!]

Author's POV

Ia hanya duduk di atas kasurnya, terdiam sambil menatap lurus ke depan, padahal tak ada apapun di depannya. Suara TV menghiasi kamarnya, namun ia sama sekali tidak menonton apa yang disiarkan di Televisi malang itu.

Tadi pagi, gadis itu hanya mengirim pesan singkat untuk kakak laki-lakinya dan berkata bahwa ia tidak enak badan dan tidak ikut ke sekolah bersamanya.

Kenapa harus pesan? Karena tidak mungkin ia membuka pintu kamarnya dan membiarkan kakak laki-lakinya—yang dengan kata lain adalah kembarannya juga—melihat bagaimana keadaan dirinya sekarang. Jadi, pilihannya jatuh pada pesan singkat.

Di dalam hatinya, Nick—yang bernotabene sebagai kakak laki-lakinya—bersyukur sekali kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah sejak seminggu yang lalu karena ada urusan di New York dan baru akan pulang 2 minggu lagi. Jadi ia tidak perlu mengarang cerita untuk menghindar dari pertanyaan-pertanyaan orang tuanya.

Walaupun begitu, Nick tetap masih punya Jacob untuk dihindari. Lagi-lagi, ia bersyukur Jacob tidak banyak bertanya tentang absennya Maddie saat mereka makan malam kemarin. Nick hanya berkata bahwa Maddie mungkin lelah dan sudah tertidur, walaupun faktanya gadis itu mengunci diri di kamar.

Knock Knock Knock

Suara ketukan pintu membuat Maddie—si gadis yang sejak tadi kita bicarakan—tersadar dari lamunannya. Dalam hatinya, ia ngutuk siapapun yang mengetuk pintu kamarnya. Namun setelah beberapa saat, ia baru tersadar bahwa hanya ada dirinya dan maid nya di rumahnya, yang berarti sang pengetuk pintu adalah maid di rumahnya.

"Aku bawakan sarapan"

"Wait a second" jawab Maddie.

Ia segera menguncir rambut panjangnya menjadi satu dan membukakan pintu, membiarkan seorang wanita yang telah menjadi maid di rumahnya sejak ia kecil masuk ke kamarnya dan meletakkan nampan yang membawa sarapannya hari ini di salah satu meja.

"Apa kau mau aku membersihkan kamar ini sekarang?" tanyanya saat melihat kamar Maddie yang tidak bisa lagi dikatakan rapih.

Maddie menggeleng dan memaksakan sebuah senyum, "Tidak usah, nanti saja"

"Apa kau sakit? Perlu kubawakan obat?" tanyanya.

"Tidak, aku hanya kelelahan. Tolong jangan katakan apapun pada Nick jika ia bertanya. Katakan aku baik-baik saja"

Mengerti akan kondisi Maddie yang sedang tidak ingin diganggu, wanita itu menangguk, "Baiklah, katakan padaku jika kau membutuhkan apapun"

Maddie lagi-lagi memaksakan senyum, "Tentu saja. Kau bisa keluar, terima kasih"

Setelah maid itu keluar, ia menutup pintunya dan melirik sarapan di atas mejanya.

Ia tidak bodoh, ia sedikit lapar karena semalam ia tidak makan malam. Sankin lelahnya menangis, ia melewatkan makan malamnya.

Ia tahu ia sedang sakit hati, marah, kesal, dan merasa dikhianati. Tapi ia tidak bodoh dan tidak mau menyakiti dirinya sendiri dengan mengabaikan sarapannya. Walaupun tidak terlalu lapar, ia tetap membutuhkan asupan agar tidak sakit. Jika ia sampai jatuh sakit, urusannya pasti akan lebih rumit.

Perlahan ia berjalan ke meja, mengambil nampan sarapannya dan membawanya ke kasur, lalu memakannya, tentu saja. Walaupun ia tidak berselera, ia tetap berusaha menghabiskan makanan yang ada di depannya.

Setelah menghabiskan sarapannya, ia menempatkan piring dan gelas di atas nampan dan meletakkannya kembali ke meja.

Maddie pun kembali duduk di kasurnya, memikirkan semua yang terjadi padanya dan lagi-lagi berharap bahwa semuanya hanya mimpi. Namun, harapan tidak selalu menjadi nyata. Kenyataannya, semuanya benar-benar terjadi padanya, bukan sekedar mimpi.

Waiting U To Be Mine [S.M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang