Intro Matcha

3.9K 320 15
                                    

Marissa Farensa Adhyastha


Matcha Mint Iced Tea-nya satu sama Matcha Green Tea Chiffon Cake-nya satu juga ya mbak.” Gadis itu mengucapkan pesanannya tanpa membaca buku menu yang di berikan oleh pelayan.

As usual, ya Cha.” Di sebelahnya, Kiran mesem-mesem karena temannya yang satu ini masih sama. Tetap menjadi Green Tea Holic seperti pertama kali mereka kenal dan menjadi dekat selama lima tahun. Pelayan tadi segera pergi setelah mencatat pesanan Kiran, sepotong Red Velvet’s Cake  dan segelas Oreo Milkshake.

Marissa atau biasa dipanggil Matcha tersenyum, ia melipat kedua tangannya keatas meja. Menunggu pesanan kesukaannya datang seperti seorang murid sekolah dasar mendengar penjelasan dari guru kesayangannya. Rambut hijaunya yang menggantung diatas bahu menjadi ciri khas gadis itu, dengan mata bewarna hijau –yang tentu saja hanya softlens –dan segala atribut sekolahnya yang juga bewarna hijau, kecuali seragamnya tentu saja.

Tak lama pelayan tadi kembali dengan membawa pesanan Matcha dan Karin. Setelah mengucapkan terimakasih dengan bonus senyuman ginsul nya, Matcha menghirup khidmat aroma khas itu dan langsung meminum Matcha Mint Iced Tea milikknya, tenggorokkannya berasa seperti di aliri oleh teh hijau asli dari surga. Rasanya terasa begitu nikmat di cuaca siang terik seperti ini.

“Masih aja di endus dulu baru diminum Cha,” seloroh Kiran sambil memakan suapan kedua Red Velvet’s Cake pesanannya.

Sekali lagi Matcha menyesap minumannya sebelum membalas ucapan Kiran. “Menghirup aroma khas teh hijau sebelum di minum itu hal wajib buat aku.” Untuk kesekian kalinya, Matcha menghirup dalam-dalam aroma Matcha Green Tea Chiffon Cake dihadapannya, namun ia mengernyit ketika aroma asing juga ikut terhirup oleh penciumannya.

“Kenapa? Cakenya udah basi ya?” Tanya gadis itu menyadari ekspresi Matcha.

Matcha menggeleng, ia menyusuri setiap sudut kafe untuk mencari asal aroma yang sudah sejak lama tidak ia sukai itu. Di arah utara, hanya berjarak satu meja darinya. Ia menemukan seorang laki-laki yang baru saja mendudukkan dirinya disana. Dengan sebuah cangkir di tangan kanannya dan sebuah laptop di tangan kirinya. Dia tahu betul, aroma tidak enak ini pasti berasal dari laki-laki itu, dan Matcha yakin, cangkir yang di pegang laki-laki itu berisi kopi hitam yang sangat di bencinya.

Aroma kental dan pahit dari kopi hitam itu sendiri selalu saja bisa merusak selera Matcha, dia juga tidak tahu kenapa, yang pasti dia langsung membenci jenis minuman itu sejak pertama kali dia mencoba kopi hitam disaat dia masih berumur 6 tahun. Dan sampai saat ini tidak sekalipun lagi Matcha berniat untuk mencoba minuman menyebalkan itu kembali. Aromanya yang pahit membuat Matcha mem
--blacklist kopi hitam meskipun kata orang-orang rasanya tidak sepahit aromanya. Tapi tetap saja Matcha tidak suka.

Tiba-tiba saja Matcha tersentak ketika iris hitam pekat itu juga menatap kearahnya. Mata hijau –softlens miliknya beradu dengan iris hitam malam laki-laki itu. Matcha mendengus sebelum memutus kontak mata mereka dan memasukkan sepotong besar cake pesananannya. Meskipun laki-laki itu terlihat luar biasa tampan dengan setelan serba hitam namun tetap saja Matcha tidak akan tertarik, seperti yang dia katakan sebelumnya, kopi hitam membuatnya kehilangan selera.

Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang