Prakata, gue mau ngucapin banyak terimakasih buat yg udah mau baca dan sempetin vote dan bahkan komen. Secara nggak langsung kalian kalian yg ngebuat gue pengen update lagi dan lagi :")
Thank you so f*cking much :*****"Bian?"
"Bian?"
Hening. Matcha tidak bersuara lagi. Suara perempuan yang terdengar di seberang panggilan melenyapkan suaranya. Menenggelamkan kata-kata yang sudah ia pelajari sejak berusia dua tahun. Menghapuskan segala kalimat-kalimat yang sudah ia susun sedemikian rupa kalau-kalau suatu hari nanti Bian menjawab teleponnya.
Dan hari itu tiba.
Setelah kurang lebih seminggu menghilang tanpa kabar, kini nomor telepon Bian sudah bisa dihubungi. Akan tetapi saat ini rasanya Matcha ingin menenggelamkan dirinya ke Samudera Pasifik. Tenggelam dan dimakan oleh ikan hiu yang baru berusia tiga bulan.
"Halo?" panggil orang diseberang lagi. Tapi sepertinya itu belum cukup untuk mengembalikan suaranya.
Dengan begitu sambungan terputus. Diamnya Matcha membuat seseorang yang diseberang sana mengakhiri panggilan begitu saja. Meninggalkan Matcha dengan ribuan─jutaan pikiran yang berkelebat dikepalanya.
Dan setelah tenggelam dengan pikiran-pikirannya, menyusunnya satu-persatu sehingga terangkum. Mengurutkan semuanya dari urutan pertama hingga urutan kesekian juta.
Dan pertanyaan yang berada di urutan pertama adalah;
Siapa yang menjawab telepon Bian tadi?
Apa perempuan itu pacarnya?
Kalau bukan pacarnya mana mungkin lancang angkat telpon orang lain?
Atau jangan-jangan hanya adik perempuannya?
Tapi apa yang mereka lakukan di jam seperti ini? Di luar pula.
Dan yang terpenting, memangnya Bian memiliki seorang adik perempuan?
Setelahnya, untuk pertama kali Matcha menyesal menjadi seseorang yang tidak terlalu ingin tahu. Menjadi orang yang tidak kepo memberikan kerugian yang secara tidak langsung menghantui pikirannya.
Ketidaktahuannya akan segala sesuatu tentang Bian membuatnya tertekan, memberatkannya dengan pertanyaan tanpa jawaban.
Kalaupun Matcha tahu hari ini akan tiba, hari di mana Bian akan menghilang bagai di telan bumi. Tentu saja Matcha akan memanfaatkan waktu yang diberikan kepadanya untuk mengenal Bian lebih jauh. Sehingga ia tidak perlu terlihat seperti orang buta arah─buta Bian lebih tepatnya.
***
Malam minggu, dan sebentar lagi hari akan berganti karena jam yang sudah menunjuk ke angka dua belas. Tiba-tiba saja istri Rizal ngidam ingin martabak mesir, dan disinilah kini mereka. Di salah satu warung kaki lima yang menyediakan martabak mesir. Untung saja warung ini buka hingga dini hari mengingat sekarang adalah malam minggu. Rizal kembali ke meja dimana istrinya berada setelah memesan dua porsi martabak mesir. Ia mendapati Kayla─istrinya─tengah memegang I-phone yang baru saja ia pinjam kepada Hitam.
"Kenapa?" tanyanya.
Kayla mengangkat bahunya. "Tau, tadi ada cewek yang nelpon."
"Cewek?" ulang Rizal, ia segera mengambil I-phone itu dan mengecek log panggilan. Ia menemukan satu nomor di panggilan masuk, hanya nomor tanpa identitas. "Dia bilang apa?" tanyanya lagi. Menginterupsi Kayla yang sedang mengusap memutar perutnya yang sudah membuncit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha Black Coffee
Teen FictionTHIS STORY CREATED AND WRITTEN BY ME ARE NOW ON 'PRIVATE'. TO READ AND ACCESS THIS STORY PLEASE FOLLOW ME FIRST OR MAYBE YOU SHOULD TO READ THE "PLEASE READ!" TO KNOW HOW TO READ THIS STORY. THANK YOU. SYNOPSIS ON FIRST CHAPTER. 28 FEBRUARI 2016