9. Matcha

1.8K 178 5
                                    

Taylor Hill in mulmed as Kiran

Happy reading :****

Satu minggu kemudian.

Jam sebelas malam, Matcha masih sibuk berkutat dengan handphone di tangannya. Padahal besok pagi ia harus berangkat ke sekolah, tapi sepertinya itu tidak cukup menjadi alasan baginya tidur cepat.


Jarinya dengan cepat membalas chat dari Athar. Ia mengakhiri balasannya dengan mengucapkan selamat malam, berpura-pura seakan dia ingin tidur. Nyatanya Matcha hanya ingin segera mengakhiri chat mereka karena dia ingin menelepon Kiran dan memulai sesi curhat tengah malam mereka.


Balasan ucapan selamat malam masuk dari Athar. Gadis itu tidak lagi membalasnya dan hanya membaca pesan itu. Dan dengan lihai jarinya mencari kontak Kiran dan meneleponnya. Panggilan langsung dijawab pada saat nada tunggu panggilan pertama.


"Masih belum ada kabar?" tembak Kiran tanpa perlu repot-repot mengucapkan salam.


"Wa'alaikumussalam." Sindir Matcha. Diseberang sana Kiran hanya terkekeh pelan sambil menggumam kata maaf. "Belum, bete gue kalo kayak gini mah." Nada suara Matcha berubah, yang awalnya terdengar sarkastik karena Kiran tidak mengucap salam kini berganti jadi menye-menye layaknya anak kecil yang sedang merajuk.


"Udah coba hubungin nomor hape nya lagi?"


Matcha menghela napas, mendudukkan diri dan bersandar ke kepala tempat tidur sambil memeluk bantal di pangkuannya. "Udah, tapi ya gitu tetep aja nggak aktif."


"Aneh." Kata Kiran di seberang telepon.


"Aneh kenapa?"


"Bian ngilang tepat setelah lo jadian sama Athar." Persepsi Kiran yang sekiranya masuk akal, semuanya kebetulan ketika Bian tiba-tiba menghilang tanpa kabar setelah Matcha memilih menerima pernyataan cinta Athar.


"Padahal gue nerima Athar supaya buat dia cemburu, biar dia lebih peka untuk nembak gue." Aku Matcha sedih, matanya sudah berkaca-kaca dan bibirnya mengerucut lucu. "Kalo tau kayak gini mending gue nggak usah terima Athar." Sesalnya.


"Yaelah jangan nangis atuh neng," bujuk Kiran. "Siapa tau Bian lagi ada urusan apa gitu dimana dan dia nggak sempet ngabarin lo."


Matcha menghela napas dramatis. "Gue kangen Bian, Ran."


"Ya mau gimana lagi, lo nggak tau rumah Bian dimana, sama nggak tau cara ngehubungin Bian selain bbm sama nomer telponnya yang gue yakin udah nggak dia pake lagi. Satu-satunya cara ya cuma menunggu."


"Ah tai!" umpat Mathca sambil menendang boneka keropi yang tak jauh dari kakinya, kini boneka lucu itu tergeletak menggenaskan diatas lantai. "Apa gue coba minta tolong agen FBI aja buat cari tau keberadaan Bian?"


"Lebay lo, dikira FBI kerjanya cuma nyariin pujaan hati cewek abege aja?"


"Ran,"


"Hmm?"


"Gue kangen Biaaaaaaan, hiks."


"Siapa suruh lo terima Athar, sekarang balesannya lo kehilangan Bian─dalam artian yang sebenernya." Tanpa melihat, Matcha tahu bahwa sahabatnya itu tengah memutar matanya diseberang sana.


"Coba aja gue dikasih kesempatan untuk ketemu Bian, gue bakal ngungkapin perasaan gue. Gue bakal bilang kalo gue sayang dia, dan gue pengen jadi pacar dia. Pengen sama-sama dia terus─"


"Jangan mulai deh Cha." Potong Kiran sebelum gadis itu benar-benar bertingkah layaknya artis sinetron kacangan yang sedang dimabuk cinta, tapi sayang, cintanya sudah hilang bahkan sebelum dimiliki.


"Kalo gue putusin Athar, kira-kira Bian bakal muncul lagi nggak ya? Kan doi ngilang pas gue jadian sama Athar." Ia menggerakkan telapak kakinya berlawanan arah. Memperhatikannya seakan kedua telapak kakinya bisa saja berubah menjadi permen tapak bewarna merah.


"Gue nggak tau kalo lo bisa jadi cewek sejahat itu," Mathca diam, sedikit tertohok dengan kata-kata Kiran. "awalnya lo terima Athar cuma demi manas-manasin Bian, dan sekarang lo mau mutusin dia gitu aja?"


"Pertahanin hubungan ini juga nggak baik kalo gue terus mikirin Bian." Ucapnya mencoba untuk membela diri. Athar adalah laki-laki yang baik, dan jauh di dalam hatinya tidak ada sedikitpun niat untuk melukai hati laki-laki itu. Semuanya sudah terlanjur, nasi sudah menjadi bubur. Dan sebentar lagi bubur itu akan membuatnya naik haji.


"Kalo Bian emang serius sama lo dia nggak bakal ngilang kayak gini, mending lo coba jalanin dulu aja sama Athar. Sebelumnya kan lo udah pernah deket juga sama dia, yah meskipun tiba-tiba Bian muncul dan stole your heart."


Matcha berdecak, separuh hatinya membenarkan nasihat Kiran, tapi separuh hatinya menolak karena dia sudah tidak ada perasaan apa-apa lagi terhadap Athar.


"Bian sih, ganteng-ganteng malah doyannnya ngilang. Apa jangan-jangan dia itu alien ganteng, trus sekarang waktunya untuk tinggal di bumi udah habis?"


"Gue tidur dulu ya Cha, selamat malam." Kiran menutup telepon sepihak, setelah mengucapkan kata selamat malam dengan aksen sok bule. Bahkan kini Matcha masih menempelkan handphone ke telinganya, tidak menduga kalau Kiran akan mengakhiri sambungan mereka begitu saja.


Ternyata mereka berbicara cukup lama karena kini jarum jam sudah menunjuk ke angka 12, Matcha mendengus beberapa kali karena bingung harus apa. Meskipun malam sudah larut, tapi rasa kantuk belum juga menghampirinya. Selalu seperti ini jika dia banyak pikiran─meskipun yang ada dipikirannya hanya satu, Bian.


Bian, ia tersenyum bagaimana laki-laki itu meminta untuk dirinya memanggilnya dengan nama tengahnya saja. Hitam. Tapi, Matcha tidak ingin sama seperti teman-teman Bian yang lain. Dia ingin berbeda, karena itulah dia memanggil laki-laki itu dengan Bian. Sesuai dengan nama yang pertama kali dikenalkan kepadanya. Setidaknya dia merasa sedikit spesial, meski pada kenyataannya dia tidaklah se-spesial itu bagi Bian.


Mencoba keberuntungannya, dengan meneguhkan hatinya Matcha kembali mencoba untuk men-dial nomor telepon Bian. Tidak tahu apakah nomor itu masih aktif atau tidak karena selama beberapa hari ini ia selalu terhubung ke operator ketika mencoba meneleponnya.


Jantungnya berpacu cepat ketika nada tunggu terdengar. Ia berkomat-kamit menyadari bahwa nomor laki-laki itu aktif. Sampai akhirnya nada tunggu itu menghilang, digantikan dengan suara bising jalanan yang tanpa sadar membuat jantungnya jatuh ke perut.


"Bian?"




18 Maret 2016

Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang