40. Hitam (END)

1.7K 132 24
                                    

LIAT JUDULNYA, JUDUL!

😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
NGGAK NYANGKA UDAH NYAMPE DI BAB AKHIR!
INI AKHIR LOH, AKHIR!

UNTUK SEPATAH DUA KATA/? GUE BUAT DI BAB KHUSUS AJA. DISINI GUE MAU UPDATE AJA.

SALAM CINTA DARI KERBELL DI JUMAT VAROQAH 😗

13 Mei 2016



Kalau dari awal Hitam tahu proyek 300 juta itu akan berakhir seperti ini, berakhir dengan begitu menyakitkan, tentunya Hitam tidak akan pernah setuju untuk menerima proyek itu. Seandainya Hitam tahu kalau rencananya dengan Rizal akan berbuah penyesalan seperti ini tentu saja Hitam akan lebih dulu memenggal kepala sahabatnya itu sebelum menyetujuinya.

Dan sayangnya itu semua sudah terjadi.

"Akhirnya dia pergi setelah tau siapa gue sebenernya." Hitam berkata kepada dirinya sendiri. Setelah mendengar penjelasan dari Rizal bahwa laki-laki itu sudah menceritakan segalanya kepada Matcha. "Cuman karna gue ini anak haram yang nggak jelas asal-usulnya. Lagian mana ada sih cewek yang mau sama cowok yang nggak jelas bapaknya siapa. Apalagi ibunya bekas pelacur."

Athar menggeleng prihatin, lalu memberikan isyarat kepada Kiran agar gadis itu menunggu dimobil supaya mereka bertiga bisa berbicara lebih bebas. Setidaknya sebagai sesama lelaki mereka bisa saling mengerti.

"Lo masih belum ngerti dengan apa yang sebenernya terjadi." Ucap Athar setelah Kiran berlalu dari sana. Meninggalkan mereka bertiga dalam atmosfer yang sedikit aneh. "Matcha bukan tipikal orang yang suka menilai orang lain cuman karna masa lalu dan latar belakangnya. Dia nggak serendah itu."

"Tapi buktinya dia tetep ninggalin gue setelah dia tau yang sebenernya." Hitam nyaris saja berteriak kalau Rizal tidak lebih dulu mengusap bahunya, memberikan ketenangan layaknya seorang sahabat.

"Itulah salahnya lo, seharusnya lo bisa berpikir lebih luas dari itu. Matcha pergi bukan karna masa lalu ataupun asal-usul lo, tapi itu karna diri lo sendiri. Karna lo yang sama sekali nggak pernah mencoba untuk percaya sama dia. Katanya lo cinta sama dia, tapi kenyataannya lo seolah-olah krisis kepercayaan sama dia." Napas Hitam terdengar kencang karna tiba-tiba saja hatinya berteriak dengan apa yang diucapkan Athar, terdengar seperti membenarkan. "Coba dari awal lo percaya sama dia, kalian berdua nggak akan berada disituasi kayak gini. Mungkin kalian berdua udah bahagia. Apa sih yang nggak Matcha terima dari lo? Dia terima-terima aja setelah tau ternyata lo awalnya deketin dia karna proyek 300 juta, dia juga mau maafin lo karna udah narik ulur dia. Disetiap waktunya dia ngasih lo kesempatan, kesempatan yang sayangnya lo hancurin lagi dengan kesalahan yang sama."

Buku-buku jari Hitam memutih, laki-laki itu menggenggam tangannya begitu kuat. Mencoba menahan diri untuk tidak menghancurkan benda-benda yang ada disekitarnya. Atau paling tidak, mencegah dirinya untuk melayangkan pukulan ke wajah Athar yang membicarakan itu dengan tenang. Seolah kata-katanya tidak memberikan efek apapun kepada Hitam, tapi nyatanya kata-kata itu begitu benar dan hati kecilnya pun setuju.

"Gue rasa lo nggak seharusnya mojokin Hitam."

"Ada baiknya lo diem aja, karna sebelumnya lo yang mojokin Matcha gue nggak ikut campur." Dan Rizal pun benar-benar diam. Athar menarik napasnya, ia meneliti Hitam beberapa saat sebelum berkata, "Dia selalu kasih lo kesempatan untuk jelasin semuanya, tapi yang lo lakuin cuman diam dan ngebiarin dia larut dengan spekulasi-spekulasinya sendiri. Lo terlalu takut untuk percaya dengan Matcha, harusnya lo udah bisa nilai kalo Matcha itu pantas untuk lo percaya. Dan itulah kenapa Matcha menyerah, dia merasa semuanya bakalan sia-sia. Dia nggak pernah bener-bener kenal siapa lo, tapi dia tetap berani untuk jatuh cinta sama lo. Dan dia selalu menunggu dan kasih kesempatan buat lo ngizinin dia mengenal lo lebih jauh. Supaya hubungan kalian itu bisa berhasil."

Kepala Hitam tertunduk, meresapi tiap kata-kata Athar yang perlahan merasuk ke tulangnya. Mengalir disetiap pembuluh darahnya dan berakhir dengan menghantam hatinya. Menimbulkan sakit yang bukan berasal dari luka, bahkan sama sekali tidak terlihat darah. Padahal hatinya sedang terluka parah hingga nyaris tidak berbentuk dan tidak layak pakai.

"Gue—gue minta maaf." Cicit Hitam, tidak lagi berani mengangkat kepalanya.

"Gue rasa ada seseorang yang jauh lebih pantes untuk nerima permintaan maaf lo." Akhirnya setelah memilih berdiam cukup lama, Rizal kembali membuka suaranya. Karena sesungguhnya Rizal bukanlah tipikal orang yang bisa berdiam diri tanpa berbicara.

"Tapi dia udah pergi."

"Ya udah, kalo gitu lo nyerah aja. Dan pasrah untuk hidup dalam penyesalan lo sendiri. Lagian gue liat-liat lo juga nggak berpikir kalo cinta Matcha itu sesuatu yang harus diperjuangkan. Jadi daripada lo buang-buang waktu mending semuanya sampai di sini aja." Ucap Athar dengan santai, seolah kata-katanya barusan tidak sengaja menyulut api di hati Hitam.

"Diam lo bangsat." Dan semua mata pun kini mengarah kepada mereka. Sedikit penasaran dengan apa yang tengah terjadi dimeja mereka, apalagi barusan Hitam mengumpat kata-kata kasar dengan begitu keras.

Tanpa perlu merasa terancam, Athar hanya terkekeh pelan. Disusul dengan Rizal yang kini ikut tertawa. "Lo marah karna apa yang gue omongin itu bener."

Gigi Hitam beradu satu sama lain, menahan hasratnya untuk menyentuh wajah Athar dengan kepalan tangannya. "Gue mau nyusul Matcha."

Dengan cepat Rizal menahan Hitam yang sudah berdiri dari duduknya. Tidak ada satupun dari mereka berdua yang mendengar kata-kata Hitam barusan. Jadi melihat Hitam yang tiba-tiba berdiri dari duduknya sedikit membuat mereka terkejut.

"Mau kemana lo?"

"Nyusulin Matcha lah bego!"

Hitam menarik tangannya yang dicengkeram oleh Rizal, dan melanjutkan niatnya untuk meninggalkan tempat itu. Ia mendorong kursi yang ia duduki sebelumnya dan berbalik melangkah. Tapi sayangnya karena gerakannya yang tiba-tiba, tubuhnya menabrak seseorang yang tengah membawa nampan dengan secangkir kopi diatasnya. Dan kini isi cangkir itu berpindah membasahi bajunya. Membuat Hitam mendesis karena rasa panas yang menyengat perut.

"Bangsat! Lo jalan nggak pake mata a—Arumi?"

THE END

Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang