25. Matcha

1K 143 5
                                    

Kerbell is back 😎
Jumat baroqah bareng matcha dan babang hitam semakin varoqah
Hari ini gue bakalan double update yeay 😁
Tapi nanti jam sepuluhan ya, karna gue butuh feedback kalian dulu di bab ini.
Gampang kok, tinggal VOMMENT aja, gue nggak mintak di transferin uang heuheu :"3

Xoxo
Youngkerbell





Sebelumnya tidak ada niatan Matcha untuk mendatangi rumah sakit ini. Tapi karena harus mengikuti prosedur mendaftar di sekolah barunya nanti, mau tidak mau dia harus melakukan cek kesehatan. Yang mana bukti berbadan sehat menjadi salah satu syarat untuk mendaftar di sekolahnya yang baru.



Dia pergi seorang diri, tentu saja karena Papanya sibuk mengurusi perusahaannya dan Kiran tidak mungkin menemaninya mengingat kini masih jam sekolah. Jadi, disinilah dirinya kini, mendatangi rumah sakit seorang diri.


Aura rumah sakit selalu saja terasa sama. Begitu dingin dan tidak bersahabat. Untung saja tidak memerlukan waktu lama baginya untuk melakukan cek kesehatan, sehingga ia bisa secepat mungkin meninggalkan rumah sakit ini.


Ia menggunakan lift untuk turun ke lantai dasar. Masih ada kira-kira 6 lantai lagi yang harus ia lewati sebelum tiba di lantai dasar. Keadaan lift kosong, hanya dirinya sendiri dan itu cukup membuat Matcha merinding. Seorang diri di dalam lift rumah sakit bukanlah hal yang menyenangkan. Tapi mau bagaimana lagi, sekarang belum memasuki jam besuk, jadi wajar saja jika keadaan rumah sakit terbilang cukup sepi.


Lift yang ia naiki berhenti di lantai 4, tanda seseorang akan ikut naik lift bersamanya. Tentu saja Matcha bisa bernapas lega karena dirinya tidak perlu sendiri lagi di dalam lift.


Pintu lift terbuka, beriringan dengan suara denting khas. Seorang laki-laki dengan jaket kulit hitam memasuki lift. Tidak menyadari Matcha yang membeku ditempatnya karena sejak awal laki-laki itu sibuk dengan handphone ditangannya.


Matcha menahan napasnya ketika pintu lift tertutup.


Bian.


Laki-laki yang baru saja masuk ke lift itu adalah Hitam. Orang nomor satu yang paling tidak ingin ditemuinya. Tapi kenapa dari sekian banyak orang dan tempat mengapa dirinya harus bertemu dengan laki-laki itu di sini?


Tapi sepertinya Hitam tidak menyadari bahwa seseorang yang berada di lift yang sama dengannya adalah Matcha. Gadis yang sudah coba ia lupakan, namun tidak membuahkan hasil apapun.


Hitam berdiri, sejajar dengan Matcha yang membeku di belakang laki-laki itu. Hanya Matcha yang menyadari kehadiran Hitam. Laki-laki itu masih sibuk dengan handphonenya sebelum tiba-tiba lift yang mereka naiki bergetar dan berhenti bergerak.


Insting Matcha yang mendeteksi keadaan berbahaya seperti ini otomatis membuat gadis itu berteriak. Goncangan yang cukup kuat sebelum lift benar-benar berhenti melemparkan tubuh gadis itu ke dinding lift. Membuat ia meringis dengan rasa sakit yang menjalar ke bagian belakang tubuhnya.


Sedangkan Hitam yang sedikit syok dan mendengar teriakan dibelakangnya itu pun berbalik. Mendapati Matcha yang sudah terduduk di sudut lift sambil meringis pelan. Matanya membulat sempurna menyadari bahwa sedari tadi orang yang bersama dengannya di dalam lift adalah Matcha. Kebetulan macam apa lagi ini.


Ia mendekati gadis itu dan berjongkok dihadapannya. Memegang kedua bahu Matcha.


"Kamu nggak apa-apa?" tanya Hitam beriringan dengan lampu lift yang berkedip beberapa kali sebelum benar-benar mati. Meninggalkan mereka berdua dalam keadaan gelap gulita.


Dan saat itu juga Hitam sadar, dia panik karena menyadari tidak ada yang baik-baik saja jika keadaannya gelap seperti ini.


Hitam phobia gelap.


Tubuhnya luruh begitu saja, tepat di depan gadis itu. Matcha dapat merasakan pegangan Hitam dibahunya melemah dan merasakan tangan laki-laki itu perlahan jatuh disisinya.


"Bian?" bisik Matcha pelan, keadaan yang benar-benar gelap membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa.


Gadis itu meraba-raba ke depan sebelum tangannya menangkap tubuh Hitam. Ia menyentuh kedua bahu laki-laki itu sebelum tangannya naik dan menangkup wajah Hitam.


Saat itu Matcha bisa merasakan wajah Hitam menegang. Berulang kali dia memanggil nama laki-laki itu tapi sekalipun tidak mendapatkan respon.


Matcha mulai panik, takut kalau Hitam kenapa-kenapa.


Tubuh Matcha bergerak gelisah karena tidak tahu harus bagaimana. Dan tiba-tiba saja sesuatu yang basah terasa ditangannya yang masih menangkup wajah Hitam. Gadis itu berhenti bergerak ketika menyadari basah itu berasal dari air mata Hitam.


Laki-laki itu menangis, dan tubuhnya gemetar.


Kepanikan Matcha melambung ke level paling tinggi ketika mendengar isakkan yang berasal dari Hitam. Dengan inisiatifnya Matcha bertumbu di kedua lutut, ia membawa Hitam ke dalam dekapannya dan membisikkan kata-kata penenang. Sedikit banyaknya berharap bisa menenangkan Hitam yang tidak ia mengerti kenapa bisa jadi seperti ini.


Lift kembali berguncang, secara refleks Matcha mengeratkan pelukannya kepada Hitam. Laki-laki itu masih saja menangis dipelukannya.


"Aku bukan anak haram." Kata Hitam tiba-tiba. Giginya bergemeletuk seakan menahan emosinya. Bahkan Matcha hampir kehabisan oksigen ketika Hitam balas memeluknya begitu erat. Menenggelamkan wajahnya yang sudah basah karena air mata ke dada gadis itu. "Aku bukan anak haram."


Terus seperti itu, Hitam mengulang kata-kata itu beberapa kali.


"Iya, aku percaya sama kamu." Hanya itu yang bisa Matcha katakan.


Keadaan yang kini terjadi sama sekali tidak ia mengerti. Kenapa Hitam mengucapkan kata-kata itu berulang kali? Melafalkannya seolah itu adalah satu-satunya mantra yang bisa menguatkannya. Satu-satunya mantra yang bisa membuatnya bertahan hidup selama ini.


"Kamu percaya sama aku?" Hitam mengangkat kepalanya, meskipun dalam keadaan gelap Matcha dapat merasakan bahwa laki-laki itu tengah mendongak menatapnya.


"Iya, aku percaya sama kamu." Jawab Matcha begitu menenangkan. Tangannya kini beralih mengusap rambut Hitam, mengusapnya perlahan dengan sayang.


"Kamu bohong," tuduh Hitam begitu saja, membuat Matcha bisu karena tidak tahu harus bagaimana lagi. "nggak ada yang mau deket sama aku, termasuk Arumi."


Arumi.


Arumi.


Apa Arumi adalah nama gadis yang mana mengangkat teleponnya saat itu?


"Aku janji nggak akan ninggalin kamu." Matcha menjawab, meskipun tahu janji itu tidak akan pernah bisa ia tepati.


"Aku nggak mau kehilangan orang yang aku sayang lagi, dan kalo kamu pergi, aku bakalan hancur secara perlahan."


Lampu lift kembali berkedip, dan beberapa detik kemudian lampu kembali menyala. Namun lift masih diam di tempat, belum ada tanda-tanda akan kembali bergerak.


Kini Matcha dapat melihat wajah Hitam yang basah karena air matanya sendiri. Laki-laki itu sepertinya masih belum mau beranjak dari posisinya. Matanya terpejam begitu erat, seolah kata-katanya barusan terucap begitu saja tanpa ia sadari.




15 April 2016

Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang