Abyan Hitam Mahanipuna
“Iya, gue masih di jalan. Sekitar lima menit lagi baru sampai.” Laki-laki itu mengangguk dan mematikan sambungan teleponnya. Ia membelokkan stir ke kiri dan memasuki jalanan yang lebih kecil dari sebelumnya. Tepat di depan sebuah kafe ia memarkirkan mobilnya dan turun setelah sebelumnya menyambar laptop yang ia letakkan di kursi penumpang disebelah kursi pengemudi.
Hitam, laki-laki itu berjalan dengan percaya diri, langsung menuju meja bar yang ada di dalam kafe itu. “Kopi hitam kental nggak pakai gula.” Ucapnya memesan minuman kesukaannya seperti biasa. Sekitar tiga menit dia menunggu, dan pelayan tadi kembali dengan secangkir kopi hitam pesanannya dengan uap yang mengepul diatas cangkir itu.
Saat dia hendak berbalik untuk mencari meja yang sekiranya lebih nyaman untuk di jadikan tempat rapat, handphone nya berbunyi menandakan panggilan masuk. Kembali ia meletakkan cangkir kopi hitam tadi keatas meja dan langsung menjawab panggilan yang ternyata berasal dari Rizal, rekannya untuk rapat hari ini.
“Gue telat nih, bini gue minta di beliin rujak yang di bundaran HI, jadinya gue mesti balik ke rumah dulu baru ke tempat lo.”
Pun mendengarnya Hitam menghela nafas berat, jujur saja dia tidak terlalu suka dengan yang namanya keterlambatan. Tapi mengingat bahwa isteri Rizal tengah hamil muda membuatnya mau tak mau memberikan sedikit keringanan untuk laki-laki itu kali ini saja.
“Yaudah, nggak lebih dari tiga puluh menit ya.” Ucapnya final, di seberang Rizal menyanggupi dan langsung mengakhiri panggilan itu.
Hitam kembali mengambil cangkir kopi hitamnya dan mencari meja kosong. Dia sadar bahwa beberapa pasang mata pengunjung tengah memperhatikannya, entah karena terpesona karena ketampanannya atau karena pakaiannya yang serba hitam seperti seorang teroris. Terserah saja karena Hitam tidak akan mempedulikannya. Matanya terhenti kepada seorang gadis dengan rambut bewarna hijau, hijau? Maksudnya, yang benar saja. Gadis itu sepertinya masih seorang pelajar karena seragam yang dikenakannya. Lagipula sekolah mana yang mengizinkan siswanya mewarnai rambut seperti itu, apalagi dengan warna yang mencolok dan menyakitkan mata seperti warna hijau.
Bukan, bukannya Hitam membenci warna hijau. Hanya saja untuk dijadikan sebagai warna rambut hijau bukanlah pilihan yang bersahabat. Di dalam hatinya Hitam langsung menyimpulkan bahwa gadis itu adalah seorang pecinta warna hijau. Rambut yang bewarna hijau, tas hijau, sepatu hijau, kaos kaki hijau, jam tangan hijau, dan lain-lain yang diperkirakan Hitam akan bewarna hijau.
Saat menuju meja yang akan di tempatinya, tanpa sengaja Hitam melewati meja gadis –hijau
− itu. Dia melihat bahwa gadis itu memesan makanan dan minuman yang ternyata juga bewarna hijau. Tidak salah lagi, gadis ini memang seorang maniak warna hijau.Setibanya di meja, Hitam meletakkan cangkir kopi hitamnya dan laptop ke atas meja. Ia menghirup dalam-dalam aroma kopi hitam yang sangat di sukainya sebelum menyesapnya sedikit. Bibirnya sedikit terangkat ketika rasa pahit dan manis yang sempurna menyebar keseluruh mulutnya. Menghangatkan tenggorokkannya dan menaikkan mood nya yang sebelumnya terjun bebas karena keterlambatan Rizal.
Perasaannya sedikit aneh, merasa seperti di perhatikan. Hitam mengangkat kepalanya dan menemukan sepasang mata hijau yang tengah menatapnya. Dia mengangkat sebelah alisnya ketika melihat gadis –hijau itu membuang muka dan kembali melanjutkan acara makannya. Rasanya hitam ingin tertawa, ternyata gadis itu memiliki warna mata yang juga bewarna hijau. Tapi hitam juga tidak bodoh untuk menyadari bahwa gadis itu hanya memakai kontak lens.
Lagipula yang seharusnya menjadi pertanyaan adalah, kenapa gadis –hijau itu memperhatikannya? Lalu hitam terkekeh pelan tanpa suara, tentu saja karena ketampanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha Black Coffee
Novela JuvenilTHIS STORY CREATED AND WRITTEN BY ME ARE NOW ON 'PRIVATE'. TO READ AND ACCESS THIS STORY PLEASE FOLLOW ME FIRST OR MAYBE YOU SHOULD TO READ THE "PLEASE READ!" TO KNOW HOW TO READ THIS STORY. THANK YOU. SYNOPSIS ON FIRST CHAPTER. 28 FEBRUARI 2016