39. Matcha

1K 152 31
                                    

Ready for this chapter? 😁
Sebelumnya gue pengen ngucapin makasih utk yg baca karna udah pecah 10k dan utk yg ngevote udh pecah 1k 😭😭😭
Gue nggak nyangka banget ya allah :")

Jadi semoga bab ini nggak mengecewakan ya, semoga yg kebingungan bisa ke jawab di bab ini heuheu

Kira-kira kalo gue adain sesi A&Q ada yg ikutan nggak? Kalo ada lgsg tanya aja di bab ini, tentang apa aja selama masih berhubungan sama buku gue bhaks
Mungkin gue juga mau ngasih fun fact sebelum buku ini tamat. Semoga ada yg minat hahah 😂



Sendiri kembali ke Aussie bukanlah permasalahan besar bagi Matcha. Yang penting saat ini dia tidak perlu bertemu dengan laki-laki itu. Tidak peduli ketika Papanya sedikit tidak setuju Matcha kembali seorang diri. Tapi Matcha tetap bersikeras untuk kembali dengan penerbangan tercepat. Lebih baik dia kembali secepatnya daripada harus bertemu dengan laki-laki itu. Bertemu hanya untuk lagi-lagi merasakan kekecewaan.


Biarkan saja kali ini Matcha melarikan diri, berlari sampai merasa sudah tidak sanggup lagi untuk menjauh. Semoga saja ketika nanti Matcha memutuskan untuk berhenti berlari, takdir dan keadaan sudah tidak mengikutinya lagi.


"Apa lo pernah tau sebelumnya Hitam pernah nerima penolakan? Penolakan yang dia dapat setelah seseorang yang dia percayai tau tentang jati diri dia yang sebenarnya?" Rizal bertanya, tidak repot-repot untuk menunggu Matcha menyelesaikan kalimat panjangnya. "Hitam bukan pengecut kayak yang lo pikir, dia cuman terlalu takut ngerasain penolakkan untuk kedua kalinya."


Matcha bungkam, mencoba mengerti maksud dari kata-kata Rizal. "Apa itu semua ada hubungannya dengan Arumi?"


Tidak mencoba turut andil dalam percakapan itu, Athar dan Kiran hanya diam sambil mendengarkan. Karena mereka cukup sadar diri untuk tidak ikut campur terlalu banyak. Bagaimanapun ini adalah masalah Matcha dan Hitam, dan mereka adalah pemeran figuran yang hanya dibutuhkan kehadirannya sesekali.


"Ibu Rani, nyokap gue, punya panti asuhan sederhana yang menampung anak-anak yang kurang beruntung. Ada yang diangkat dari jalanan, ada yang jadi korban kekerasan kedua orang tuanya, dan ada juga yang ditinggal orang tuanya dari bayi." Rizal mulai menjelaskan, dan mereka bertiga mencoba untuk mendengarkan baik-baik. "Dan Hitam adalah salah satu anak yang ditampung di panti asuhan. Dari kecil kita selalu bareng karna emang seumuran, karna saking akrabnya Ibu Rani ngasih nama belakang yang sama untuk kita, Mahanipuna. Kita terus sama-sama, bertiga juga bareng Arumi. Tapi itu nggak lama, pas awal masuk SMA kita harus pisah sama Arumi karna ada sepasang suami istri yang ngangkat Arumi jadi anaknya."


Rizal menatap ketiga orang itu bergantian, memperhatikan reaksi tiap-tiap dari mereka. Dan ketika mereka sepertinya masih menunggu kelanjutan ceritanya, Rizal kembali berbicara. "Awalnya kita bertiga masih akrab-akrab aja, sesekali Arumi juga main ke panti. Apalagi kita bertiga juga sekolah di SMA yang sama. Singkatnya nggak ada yang berubah, bedanya mungkin kita nggak bakalan ketemu Arumi di panti setiap hari.


Gue inget banget, setamatnya dari SMA mereka jadian. Selain karna mereka ngerasa udah cukup dewasa, mereka juga sadar kalo perasaan mereka lebih dari sekedar sahabat. Gue mendukung tentu aja, karna gue tau Hitam bahagia kalo bareng Arumi." Mata Rizal menerawang, mencoba mengingat masa-masa itu. Masa-masa dimana mereka masih baik-baik saja. Lalu dia melanjutkan, "Nggak lama abis itu, dateng seorang ibu-ibu yang ngaku sebagai ibu kandungnya Hitam. Kebetulan banget di sana ada Arumi dan orang tua angkatnya. Dan nggak ada yang pernah nyangka akan kedatangan ibu kandungnya Hitam. Dan yang lebih parahnya, ibu kandung Hitam itu seorang—sori—wanita malam, dan sama sekali nggak pernah tau laki-laki mana yang jadi ayahnya Hitam. Singkat kata Hitam itu terlahir tanpa ibunya tahu benih siapa yang dia kandung. Tentu aja semuanya syok, dan yang paling syok itu Hitam. Dia nggak bisa terima gitu aja tentang kenyataan itu."


Wajah Matcha yang mendengarnya terlihat benar-benar syok. Tidak pernah menyangka bahwa Hitam memiliki masa lalu yang begitu kelam. Ia berkedip, dan dengan begitu airmatanya jatuh bersamaan dengan Rizal yang kembali melanjutkan ceritanya.


"Hitam nggak pernah mau terima kalo ibu itu adalah ibu kandungnya. Dia menolak kenyataan itu. Apalagi setelah kejadian itu Arumi menghilang. Kabarnya orang tua angkatnya nyekolahin dia keluar negeri, dan itu karna orang tua angkatnya nggak mau Arumi berhubungan sama Hitam yang notabenenya nggak jelas asal-usulnya. Hitam hancur, belum selesai kekecewaan yang dia dapat mengenai ibu kandungnya, selanjutnya dia juga harus ditinggal sama cewek yang dia cinta. Dan itu karna tentang jati dirinya. Hal itu ngebuat Hitam membenci ibu kandungnya. Berpikir kalo kemunculan ibu kandungnya cuman ngerusak hidupnya."


Air mata Matcha terus saja mengalir, berlomba-lomba dengan setiap kata yang diucapkan Rizal. "Tapi—waktu itu bukannya Bundanya Hitam pernah dirawat dirumah sakit?"


Kepala Rizal mengangguk membenarkan. "Beberapa tahun kemudian Hitam ketemu lagi sama ibunya, entah karna faktor umur yang udah dewasa atau memang Hitam mulai bisa menerima tentang ibunya, Hitam mulai bersikap layaknya seorang anak. Dia berjanji bakalan nganggap ibu itu sebagai Bundanya kalau ibunya berjanji untuk berhenti dari pekerjaan haram itu. Dan Bundanya setuju. Mereka mulai hidup sebagai seorang ibu dan anak, tapi sayangnya itu nggak bertahan lama karna beberapa bulan kemudian Bundanya di vonis menderita AIDS. Ngebuat Bundanya harus dirawat dirumah sakit karna virus itu berkembang cepat di dalam tubuhnya.


Perawatan Bundanya butuh biaya banyak, awalnya Ibu Rani yang nanggung semua biaya perawatan. Tapi yang namanya Hitam, dia nggak mau lepas tangan gitu aja. Dia mulai cari kerja sana-sini untuk cari uang. Terakhir, sebelum gue ngajak dia untuk buat perusahaan kecil Hitam hampir aja jadi seorang pengedar karna saking putus asanya untuk dapat duit dari mana lagi. Untungnya gue tau dengan cepat, dan semuanya kembali berawal dengan proyek 300 juta dari bokap lo itu."


Tidak ada dari mereka yang bisa berkata-kata. Seakan kata-kata yang sudah mereka pelajari sedari kecil menguap begitu saja. Menghilang dibawa bersama dengan pemikiran mereka. Terutama sekali Matcha, sejak tadi air matanya tidak berhenti mengalir. Padahal tidak ada isakkan yang terdengar. Perasaannya begitu hampa, sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kini dia rasakan.


"Jadi karna itu alesan selama ini dia bersikap seolah-olah takut untuk menjalin hubungan sama Matcha? Takut untuk dikecewain lagi?" Untuk pertama kali setelah semenit dalam hening yang terasa begitu lama, Athar berkata. "Tapi gue rasa, berpikir kalo semua orang itu sama adalah hal yang salah. Matcha dan Arumi itu jelas-jelas orang yang berbeda, belum tentu setelah tau semuanya Matcha bakal ninggalin dia gitu aja, kayak yang dilakuin Arumi."


Rizal mengangkat kedua bahunya. "Kita emang gampang untuk ngomong begitu, tapi tetep aja yang ngerasainnya Hitam. Dan sekarang, setelah lo tau yang sebenernya, terserah lo untuk mau ngasih Hitam kesempatan untuk memperbaiki semuanya atau berhenti di sini. Jalani kehidupan kalian masing-masing dan biarin semuanya berjalan sesuai arus yang seharusnya. Karna gue juga pengen yang terbaik untuk kalian berdua. Takdir nggak mungkin salah, karna kalo memang ditakdirkan sama-sama, sejauh apapun kalian berpisah ujung-ujungnya juga bakalan bersatu."


"Gue—"


"Mungkin memang lo sama Arumi beda. Bedanya, Arumi pergi disaat Bundanya Hitam muncul. Sedangkan lo, lo pergi bersamaan dengan meninggalnya Bunda Hitam. Jadi ya lo bisa bayangin seberapa hancurnya Hitam dua tahun yang lalu."


Pada ngerti nggak sama penjelasannya? Atau terlalu beribet? Komen aja kalo masih belum paham syip?

:"*

Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang