Update 😄
Selamat berbaper ria dengan Hitam heuheu
"Nggak usah natap aku kayak gitu," tegur Hitam ketika menyadari Matcha tengah menatapnya prihatin. Tertangkap basah seperti itu membuat Matcha kikuk, ia pun dengan cepat menggigit burger ditangannya yang masih utuh.
Beberapa saat setelah bundanya kembali dipindahkan ke ruang rawat, Hitam memutuskan untuk mengantarkan gadis itu pulang. Mereka lalu memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu karena memang waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Dan memesan burger di restoran cepat saji menjadi pilihan mereka. Hitam membawa mobilnya ke arah taman dan memarkirkan mobilnya tepat di bawah sebuah pohon Mahoni, melindungi mereka dari terik matahari Jakarta siang itu.
"Kamu nggak pernah cerita tentang hal ini sama aku."
Hitam menatap gadis itu, masih terlihat sama meskipun sudah beberapa minggu mereka tidak bertemu. Mereka duduk bersebelahan di atas kap mobil Hitam, berhadapan langsung dengan lapangan rumput hijau yang terlihat bersinar karena di terpa sinar matahari. Dan dari samping gadis itu masih terlihat begitu mempesona.
Menyadari satu hal, Hitam menjangkau tisu yang berada di tengah-tengah antara mereka. Ia mengarahkan tisu itu ke sudut bibir Matcha yang terdapat saus burger.
Pergerakkan tidak teprediksi Hitam membuat Matcha terkesiap. Gadis itu dengan cepat menoleh ke arah Hitam yang masih membersihkan sudut bibirnya dengan sebuah senyum.
"Kamu nggak bisa makan burger?" Matcha menggeleng polos, lalu dia membawa kedua tangannya yang tengah memegang burger ke hadapan Hitam. Laki-laki itu terkekeh ketika mendapati tangan Matcha yang kotor karena saus dan mayones. "Kenapa nggak bilang dari tadi?"
Matcha menarik kembali tangannya, dan memangkunya dengan hati-hati di atas paha. "Kamu nggak pernah tanya." Jawabnya mantap.
"Kamu juga gitu,"
"Aku kenapa?"
Laki-laki itu menghela napas dalam, ia meletakkan kembali burger miliknya yang belum habis separuh ke dalam plastik. "Kamu nggak pernah tanya hal ini sebelumnya, jadi bukan salah aku kan kalo aku nggak cerita sama kamu?"
"Kenyataannya kamu sendiri yang menutup diri, kali aja kamu lupa kalo setiap aku tanyain kamu selalu aja ngalihin topik." Hitam kembali tertawa, kalimat sarkasme Matcha masih seperti biasanya. Sederhana tapi selalu tepat sasaran. "Nggak usah pura-pura ketawa kalo kenyataannya sekarang kamu pengen nangis."
Satu kalimat itu menghilangkan suara tawa Hitam.
"Setidaknya kamu nggak perlu mengucapkannya sejelas itu."
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Lalu Hitam menjangkau burger yang ada di tangan Matcha, tapi tiba-tiba saja Matcha menjauhkan burger itu dari jangkauan Hitam. Dengan dahi yang mengkerut Hitam menatap gadis itu.
"Mau apa?" tanya Matcha, masih menjauhkan burger miliknya dari jangkauan Hitam. Tangan Hitam kini beralih menjangkau lengan gadis itu, hendak kembali mengambil burger yang ada di tangannya. Matcha masih menjauhkan burgernya dan begitupun dengan Hitam yang masih bersikeras untuk mengambil burger dari tangan gadis itu. "Kenapa sih? Emangnya burger kamu nggak cukup sampai-sampai burger aku mau di embat juga?"
Pertanyaan Matcha itu membuat tangan Hitam berhenti di udara. Kepalanya perlahan bergerak, menatap kepada gadis itu yang terlihat tidak bersahabat karena dirinya memaksa menjangkau jatah burger miliknya. Bibirnya berkedut sebelum kemudian tawanya pecah, ia terbahak-bahak sambil tangannya yang memukul-mukul pahanya karena merasa ini terlalu lucu. Tangan kirinya kini beralih melingkari perutnya yang terasa keram karena tertawa terlalu kencang.
Jadi sedari tadi gadis itu menyangka bahwa dirinya kekurangan burger sehingga berniat untuk mengambil jatah burger miliknya?
Hah, yang benar saja.
"Siniin bentar tangannya." Sekali gerak Hitam menahan kedua tangan Matcha yang menggenggam erat burgernya. Matcha terlihat tidak rela ketika Hitam mengambil burger yang dari tadi ia pertahankan. "Jadi kamu kira aku mau ngambil jatah burger kamu?" tanya Hitam sambil meletakkan burger milik Matcha ke plastik yang sama dengan sisa burger miliknya.
"Emangnya bukan?" Matcha menyadari bahwa ternyata laki-laki itu belum menghabiskan jatah burgernya, lalu kenapa Hitam memaksa untuk merebut burger miliknya?
Hitam menggeleng dramatis. Ia kembali mengambil beberapa helai tisu dan menyapukannya ke tangan Matcha yang belepotan saus dan mayones.
"Ini kalo dibiarin lama-lama bakalan jadi anget-anget tangan kamu, kan saosnya pedes." Hitam dengan telaten membersihkan tangan gadis itu, tidak menyadari Matcha yang tengah menatapnya dengan takjub.
Demi spatulanya spongebob, bagaimana dia tidak jatuh cinta dengan laki-laki semanis Hitam?
Alaram peringatan berbunyi di dalam kepala Matcha. Ini salah, seharusnya dia tidak boleh lagi terbawa perasaan karena sikap Hitam. Bukankah sebelumnya laki-laki itu secara tidak langsung mengakhiri hubungan mereka yang sama sekali bahkan belum di mulai? Jadi tindakan yang seharusnya ia lakukan adalah membenci Hitam, bukan malah sebaliknya dengan terbuai kembali akan sikap Hitam.
Tapi setidaknya biarkan Matcha menikmati saat-saat seperti ini, karena dia juga sadar diri, tidak ada masa depan untuk hubungannya dengan Hitam. Dia tahu, laki-laki itu tidak menginginkannya seperti dirinya yang menginginkan laki-laki itu. Hubungan tidak akan pernah berhasil jika hanya salah satu yang berjuang.
"Sikap kamu yang kayak gini yang buat aku selalu berpikir kalo kamu itu juga punya perasaan yang sama kayak aku." Aku Matcha bersamaan dengan Hitam yang selesai membersihkan tangannya.
Tidak perlu merasa terkejut pun Hitam sudah tahu kalau sikapnya yang seperti ini bisa membuat gadis itu semakin berharap kepadanya. Tapi dirinya sendiripun tidak bisa menahan dirinya, berdekatan dengan Matcha membuatnya selalu ingin bersikap manis. Seolah dirinya memang di program untuk selalu berbuat manis kepada gadis itu.
"Kamu salah, kita punya perasaan yang sama." Jantung Matcha berhenti berdetak mendengar pengakuan Hitam. Sebelumnya memang dia pernah mendengar laki-laki itu mengatakan hal yang sama, namun dirinya tidak menganggap hal itu serius karena saat itu mereka baru saja kenal. Tapi keadaannya berbeda ketika kini laki-laki itu mengucapkan hal yang sama. Berbeda karena meski perasaannya bersambut, tetap saja tidak ada kemungkinan mereka bisa bersatu. "Cuman cinta aja nggak cukup sebagai landasan dalam sebuah hubungan."
Eksistensi oksigen menghilang dari paru-paru Matcha ketika mendengar kalimat selanjutnya dari bibir Hitam. Dia sudah tahu, tapi tetap saja rasanya masih sesakit sebelumnya.
"Aku nggak paham lagi, kamu lagi coba-coba jadi cowok brengsek atau memang brengsek beneran?"
Jadi, jatuh cinta atau baper nih sama sikapnya Hitam? Komen yuk?
Sekalian jangan lupa vote :")
20 April 2016
Tinggal 4 bab lagi nih sebelum tamat :")
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha Black Coffee
Teen FictionTHIS STORY CREATED AND WRITTEN BY ME ARE NOW ON 'PRIVATE'. TO READ AND ACCESS THIS STORY PLEASE FOLLOW ME FIRST OR MAYBE YOU SHOULD TO READ THE "PLEASE READ!" TO KNOW HOW TO READ THIS STORY. THANK YOU. SYNOPSIS ON FIRST CHAPTER. 28 FEBRUARI 2016