27. Matcha

1K 158 12
                                    

Gue update dengan mata setengah watt 😪
Tapi karna ini emang jadwal gue utk update jadi harus dipaksain/?

Daaaaaaaaan *tiba2melek* untuk kalian semua yg udah vote dan nyempetin komen gue ucapin THANK YOU SO MUCH
Tanpa kalian mungkin gue bakalan males update :"3
Dan nggak nyangka MBC udah nyampe bab 27 😄
BENTAR LAGI TAMAT! BENTAR LAGI TAMAT KALO NGGAK ADA PERUBAHAN RENCANA :"V

SEKALI LAGI YANG UDAH MAU VOMMENT MAKASIIIIIIIIH BANGET *KISSHUG*
DAN YANG CUMA BACA AJA TANPA NINGGALIN JEJAK, MAKASIH JUGA KARNA KALO TANPA KALIAN BUKU GUE NGGAK AKAN SAMPAI 4K READERS 😂
DAN KALO BISA UNTUK SETERUSNYA SEMPETIN UNTUK VOMMENT, KARENA GUE BERENCANA UNTUK NGEPRIVATE BUKU INI DALAM WAKTU DEKAT

NGGAK MAU KAN KETINGGALAN KISAH HITAM DAN MATCHA? *KAYAKADAYGPEDULIAJA* :")

SEKIAN, SELAMAT MEMBACA :****

XOXO
YOUNGKERBELL


Tiga hari setelahnya Matcha kembali ke rumah sakit untuk mengambil hasil tes kesehatannya. Ia tidak bisa membuang-buang waktu lagi karena akhir November nanti dia sudah harus berangkat ke Aussie.


Setelah mendapatkan hasil tesnya sesegera mungkin ia meninggalkan rumah sakit itu. Ia menaiki lift yang lagi-lagi kosong, mengingatkannya akan kejadian tiga hari silam. Kejadian yang entah kenapa sangat sulit dia lupakan. Terlebih kata-kata Hitam yang masih terngiang dengan jelas ditelinganya.


Apa maksud dari kata-kata Hitam waktu itu?


Lift berhenti di lantai dasar, setidaknya hari ini dirinya tidak perlu bertemu dengan laki-laki itu. Dan sejujurnya Matcha juga tidak tahu apa yang dilakukan oleh Hitam di rumah sakit ini. Apa laki-laki itu sedang sakit? Kalau benar, apa Hitam baik-baik saja?


Oh, baiklah, sepertinya Matcha harus berhenti berpikir berlebihan.


Keadaan rumah sakit yang cukup sepi membuat Matcha berjalan santai. Ia melangkahkan kakinya dengan pelan melangkahi satu persatu ubin rumah sakit. Lalu tiba-tiba suara ribut yang berasal dari arah belakangnya membuat Matcha refleks membalikkan badan.


Dikejauhan ia bisa melihat beberapa orang suster yang tengah mendorong seorang pasien yang terlihat tidak sadarkan diri di atas ranjang. Seorang suster yang berjalan cepat paling depan meneriakkan kepada setiap orang yang berada di koridor untuk minggir. Dan dengan begitupun Matcha menepi hingga punggungnya menyentuh dinding. Amplop hasil tes kesehatannya ia tempelkan di dadanya.


Matanya menangkap seorang wanita paruh baya yang terbaring lemas di atas ranjang itu. Di tangannya terdapat infus dengan tabungnya yang di pegang oleh salah seorang suster. Mulutnya ditutupi oleh alat bantu untuk bernapas.


"Pasien yang tadi itu sakit apa sus?" tanya Matcha kepada seorang suster yang tengah mendorong kursi roda kosong, tak jauh darinya.


Suster itu tersenyum ramah. "AIDS, sudah hampir lima tahun dan akhir-akhir ini keadaannya memburuk."


"Oh," Matcha balas tersenyum dan mengangguk ketika suster itu pamit dan kembali melanjutkan jalannya.


Entah kenapa mendengar hal itu membuat hati Matcha sedikit berdenyut sakit. Padahal dirinya hanya orang asing, tidak terbayangkan bagaimana perasaan anak dari pasien tadi mengingat penyakit yang di derita oleh ibunya.


Kembali melanjutkan langkahnya, Matcha memandang ke sekeliling. Ia memperhatikan beberapa orang suster dan beberapa pasien yang di tangkap oleh matanya. Meski terbilang cukup pagi tapi matahari sudah bersinar sangat terik. Membuat gadis itu kembali mengalihkan tatapannya lurus-lurus ke depan karena silau.


Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang