6. Hitam

2.2K 225 4
                                    

Sesuai janjinya kemarin, siangnya Hitam sudah stand by di depan sekolah Matcha. Kali ini dia membawa mobilnya, tidak akan membiarkan gadis cantik seperti Matcha pulang dengan angkutan umum yang berbahaya. Oh, apa kini Hitam terdengar seperti kekasih yang posesif?

Beberapa kali ia melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, seakan sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Matcha. Hingga akhirnya gerbang sekolah itu di buka oleh satpam, perlahan kerumunan siswa mulai terlihat. Dengan cepat Hitam bergerak dan keluar dari mobil, ia berdiri sambil bersandar di pintu mobil. Sengaja menunggu tepat di depan gerbang supaya Matcha tidak kesulitan menemukannya. Tapi sepertinya tujuan itu berbeda dengan yang ia pikirkan, karena kini dirinya kembali menjadi pusat perhatian. Apa karena pakaiannya terlalu mencolok? Tentu saja mencolok karena dia tidak menggunakan seragam seperti anak-anak SMA Nusantara.

Hitam melambaikan tangannya ketika menemukan Matcha yang terlihat berbeda dengan kerumunan siswa lainnya, beberapa pasang mata juga ikut melihat kearah Hitam melambaikan tangan. Dengan senyuman Matcha berjalan menghampiri Hitam, setelah sebelumnya berpisah dengan Kiran yang berbelok kearah parkiran sepeda motor.

“Udah lama ya nunggunya?” tanyanya sesaat setelah berdiri di hadapan Hitam.

Laki-laki itu tersenyum sambil menggeleng. “Baru aja kok,” jawabnya. “Ya udah, yuk langsung aja.” Matcha mengangguk dan Hitam dengan sigap menggandeng tangannya. Dengan sedikit kikuk Matcha berjalan mengikuti Hitam.

“Matcha?” Mendengar namanya di panggil, gadis itu berbalik dan menemukan Athar dengan sepeda motor sportnya. Laki-laki itu menatap sebentar kearah tangan Matcha yang di genggam Hitam. “Kamu mau kemana? Bukannya mau pulang bareng aku?”

Matcha menatap Hitam sesaat, laki-laki itu sepertinya hanya biasa saja. Tidak terlihat marah ataupun kesal. “Kamu udah ada janji sama temen kamu?” Tanya Hitam, ia ingin melepaskan genggamannya, tetapi gadis itu malah semakin menggenggam erat tangannya.

Kini Matcha beralih menatap kearah Athar, dan berujar, “aku kan nggak jawab iya pas kamu nawarin pulang bareng.”

“Tapi biasanya kan kamu pulangnya aku yang nganter.” Kata Athar lagi, masih tidak ingin membiarkan Matcha pergi bersama laki-laki asing itu.

“Dia pacar kamu?” Tanya Hitam dan dengan cepat Matcha menggeleng.

“Bukan.”

“Belum.”

Athar dan Matcha menggeleng dan menjawab secara bersamaan, membuat Hitam melirik bingung kepada keduanya.

“Jadi─”

“Aku pulangnya sama kamu aja, ya?” ucap Matcha cepat memotong kata-kata Hitam.

“O─ok.”

Dengan begitu Matcha masuk kedalam mobil yang sudah di bukakan pintunya oleh Hitam, bukankah itu sangat gentle? Di dalam mobil Matcha menunggu Hitam masuk dengan senyum yang tak pernah hilang. Meskipun sempat kesal karena Athar menghadangnya.

Mungkin awalnya memang ada rasa tertarik kepada Athar, tapi karena laki-laki itu terlalu lama menggantung hubungan mereka Matcha jadi malas. Dia bukan tipikal yang tidak mempedulikan status, karena baginya status di atas segala-galanya dalam hubungan.

“Langsung jalan?” Tanya Hitam yang baru saja duduk di balik kemudi, Matcha mengangguk dan dengan begitu mobil mereka berlalu meninggalkan Athar yang masih kesal karena penolakan yang di berikan oleh Matcha.

***

“Jadi,” Rizal meletakkan cangkir kopi hitam yang baru saja ia buat tepat di hadapan Hitam. “udah ada kemajuan apa aja nih?”

“Selain Green tea holic, dia juga suka banget sama Gyoikou Zakura, terus nggak suka hal yang berlebihan gitu. Jadi menurut gue, desain yang simple tapi kekinian dan nggak bakalan ketinggalan jaman itu udah yang paling oke.”

Rizal mengangguk membenarkan saran Hitam. “Tapi, Cuma gitu doang? Nggak terlalu simpel untuk desain seharga 300 juta?”

Aroma kopi hitam menyusup ke hidungnya ketika laki-laki itu menyesapnya sedikit, rasa yang kental langsung memenuhi lidah dan mengaliri tenggorokannya. “Bisa di tambahin lampu hias di dinding, terus juga kalo bisa di deket jendela dibuat kursi memanjang untuk tempat baca. Dia doyan baca novel.”

“Riset lo sukses banget kayaknya, sampai-sampai tahu banget sebanyak ini.”

“Demi 300 juta gue harus melakukan yang terbaik.” Jawab Hitam sambil menggerakkan kedua alisnya, memberikam gesture menggoda kepada Rizal dengan senyuman bodoh di wajahnya. Laki-laki itu bahkan mengedipkan matanya seperti seorang gadis yang ingin menarik perhatian laki-laki yang disukainya. Rizal memutar bola matanya, kemudian mendengus dengan sangat ketara.

“Yah, gue harap semoga lo nggak makin deket aja sama anaknya Pak Zendra, bahaya brader kalo dia tau lo deketin dia demi proyek 300 juta.”

Hitam mengibaskan tangannya, mengabaikan peringatan yang diberikan oleh temannya satu itu. “Beberapa hari lagi aja, soalnya Matcha sifatnya transparan banget, nggak susah untuk ngenal dia lebih jauh.”

“Bilang aja lo juga doyan sama dia, unik-unik gitu dia juga cakep kali. Sayangnya gue udah out of market, kalo nggak inget bini lagi bunting dengan senang hati gue bakal gantiin posisi lo.”

Hitam membenarkan, ia mengusap dagunya seolah berpikir. “Dan yang paling penting dari itu semua, dia anak konglomerat mamen.”

“Tai emang! Seumur idup gue baru sekali nemu cowok matre kayak lo.” Seloroh Rizal sambil menoyor kepala Hitam. Laki-laki itu hanya tertawa girang tanpa ada niatan untuk membalas. “Eh! Anjir! Ini bekas lipstick siapa di pipi lo?” Tanya Rizal kelewat histeris ─tapi selayaknya histeris seorang laki-laki─sambil memiringkan wajah Hitam, memperlihatkan lebih jelas bekas lipstick bewarna merah muda yang tercetak di sana. Memang kalau hanya di lihat sekilas tidak jelas, makanya sedari tadi Rizal tidak menyadari bekas lipstick itu.

“Bekas lipstick siapa lagi emang kalo bukan─”

“Sumpah lo? Demi apa? Tai! Tai! Tai! Lo menang banyak, belum kenal seminggu aja udah dapet ciuman dari Matcha aja lo.”

11 Maret 2016

Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang