31. Matcha

968 143 4
                                    

kayaknya gue update kemaleman ya? :"V

untung-untung masih ada yang baca buku ini, terlebih setelah gue private :")

tiba-tiba gue kepikiran untuk buat grup chat di line, untuk kita bisa saling ngobrol dan sharing apa aja, tapi kira-kira kalo gue buat ada yang mau gabung nggak?

seperti biasa, jangan lupa vomment ya :"3

Youngkerbell, xoxo.





Tangannya terkepal erat. Rasa panas akibat melayangkan sebuah tamparan ke laki-laki itu masih bisa ia rasakan. Langkahnya besar-besar, tidak mempedulikan orang-orang yang memperhatikannya dengan penasaran. Untuk kesekian kalinya Matcha menyeka air mata yang terus mengalir dengan kasar. Wajahnya sudah memerah karena meredam isak tangis dan di tambah dengan usapan tanpa perasaan yang ia lakukan di sana.







Masa bodoh dengan pemikiran orang-orang. Hal yang ingin dia lakukan saat ini hanya pergi sejauh mungkin dari laki-laki itu dan meraung-raung meratapi kehancuran hatinya.







Terkutuklah dirinya yang sempat berpikir untuk tetap berada di sisi laki-laki itu meskipun hanya sebagai seorang teman. Bodohnya dirinya karena beberapa saat yang lalu dia berharap kalau laki-laki itu akan mencegatnya, meminta kesempatan untuk dirinya memberikan penjelasan. Mengatakan dengan sungguh-sungguh bahwa apa yang ia lihat tadi tidaklah seperti apa yang dipikirkan oleh benaknya.







Sayangnya harapan tinggallah harapan. Laki-laki itu tidak sama sekali mengejarnya, apalagi berniat untuk memberikan penjelasan dan menyangkal apa yang kini tengah bercokol di kepalanya.







Clorinda? Bagaimana bisa?







Matcha tersenyum miring, drama seperti apa lagi yang akan menghampirinya?







Dengan cepat Matcha memasuki mobil setibanya dia di parkiran. Ia memacu mobilnya dengan kencang berusaha mengalihkan kekalutan pikirannya. Beberapa kali gadis itu memukul stir dan berakhir dengan air mata yang lagi dan lagi membanjiri wajahnya. Jangan tanyakan bagaimana rupa wajah gadis itu saat ini. Mata yang sembab dan wajah yang memerah menjadi hal dominan diwajahnya.







Getar yang berasal dari saku celananya sedikit menginterupsi kekalutannya. Dengan masih memegang setir Matcha merogoh saku celananya dan mengeluarkan handphone miliknya. Nama Kiran tertera di layar. Beberapa kali ia menarik dan membuang napas sebelum mengusap layar hijau dan menempelkan benda tipis itu ke telinganya.







"Gue minta sekarang juga lo berhenti, gue minta tolong banget sama lo untuk nggak nyetir dengan keadaan lo yang sekarang." Ceracau Kiran dari seberang.







Mendengarnya Matcha tertawa pelan dengan suaranya yang parau karena terlalu banyak menangis. "Emangnya gue kenapa?" tanyanya sambil perlahan mulai mengurangi kecepatan mobilnya.







Tentu saja, dia juga belum ingin hari ini menjadi hari terakhirnya berada di dunia.







"Gue tau lo lagi 'nggak baik-baik' aja, jadi di manapun lo sekarang, please, berhenti karna gue nggak pengen lo kenapa-napa." Kiran menekankan suaranya di kata 'nggak baik-baik' semakin menjelaskan bahwa memang seperti itulah kini keadaan gadis itu.







Tidak ada hal yang bisa ia sangkal bukan?







Matcha menepikan mobilnya, lagi-lagi ia menarik napas dan membuangnya. "Gue pengen sendiri dulu ya, gue baik-baik aja kok tenang aja. Gue bisa jaga diri gue sendiri." Sambungan telepon itu langsung saja diakhiri Matcha. Ia melemparkan handphonenya ke kursi penumpang yang kosong disebelahnya.







Matcha Black CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang